6 Pentingnya Syukur Saat Gak Butuh Validasi

- Validasi eksternal seringkali dijadikan tujuan utama
- Kehadiran validasi eksternal menghambat proses pembelajaran dan pertumbuhan pribadi
- Terbebas dari validasi eksternal membantu mengarahkan energi dan fokus pada hal-hal yang lebih penting
Validasi eksternal seringkali dijadikan sebagai tujuan utama. Kita tidak lagi berfokus pada setiap tahapan proses yang dilewati. Namun mengutamakan apresiasi yang berasal dari lingkungan sekitar. Contohnya pujian atau reaksi yang terdengar menyenangkan. Di satu sisi, kita tidak bisa menjamin apakah reaksi tersebut benar-benar sesuai dengan kondisi nyata.
Ketika kita sudah tidak lagi bergantung pada validasi eksternal, tentu menjadi hal yang patut disyukuri. Kita mampu menghargai diri sendiri tanpa syarat. Sekaligus menguatkan relasi dengan diri sendiri secara autentik. Masih terbiasa bergantung pada validasi eksternal, enam alasan ini bisa menjadi bahan pertimbangan.
1. Membuka ruang syukur yang luas

Kehadiran validasi eksternal tentu sudah tidak asing lagi. Bahkan kita kerap menjadikan ini sebagai tujuan utama. Sudah saatnya belajar untuk melepaskan diri dari ketergantungan tersebut. Tentu kita perlu bersyukur saat sudah tidak lagi bergantung pada validasi eksternal.
Karena ini yang akan membuka ruang syukur terhadap alur kehidupan. Saat tidak lagi mencari pengakuan dari luar, kita bisa lebih mudah melihat dan menghargai hal-hal sederhana. Seperti keutuhan diri, rangkaian proses yang sudah berhasil dilewati, sampai alur kehidupan yang tidak sesuai dengan rencana.
2. Menguatkan harga diri yang autentik

Masih banyak dari kita yang tidak mampu melepaskan diri dari validasi eksternal. Dalam berproses cenderung memburu pujian dan reaksi dari lingkungan sekitar. Sedangkan rangkaian proses yang dijalani justru terlupakan. Padahal terbebas dari validasi eksternal menjadi hal yang patut disyukuri.
Inilah yang akan menguatkan harga diri lebih autentik. Saat tidak lagi memburu pengakuan dari luar, kita tumbuh menjadi individu yang memiliki koneksi kuat dengan diri sendiri. Ini akan membentuk menjadi pribadi yang lebih stabil dan tidak mudah goyah.
3. Memberi ruang untuk berkembang tanpa dinilai

Ketergantungan terhadap validasi eksternal masih kerap menjadi kendala utama. Kita tidak lagi memperhatikan perkembangan dari waktu ke waktu. Namun fokus utama adalah mencari reaksi dari lingkungan luar secara berlebihan. Penilaian dari orang lain yang bersifat destruktif justru dijadikan sebagai patokan.
Di sinilah alasan kita perlu bersyukur saat sudah tidak lagi bergantung pada validasi eksternal. Pada akhirnya ini memberi ruang untuk berkembang tanpa dinilai. Kita bisa mengambil keputusan, mencoba hal baru, bahkan gagal tanpa rasa malu atau takut dikritik. Ini mempercepat proses pembelajaran dan pertumbuhan pribadi.
4. Sebagai bentuk kebebasan diri

Sebagai manusia yang haus akan pengakuan, kita sering menjadikan validasi eksternal sebagai prioritas. Tapi sampai kapan kita memilih bergantung dengan validasi tersebut? Padahal membebaskan diri dari validasi eksternal menjadi hal yang patut disyukuri.
Mengapa demikian? Karena ini sebagai bentuk kebebasan diri. Terbebas dari validasi eksternal berarti tidak lagi dikendalikan oleh opini orang lain. Kita mampu berjalan di atas prinsip dan pendirian tanpa campur tangan siapapun. Termasuk mampu mengendalikan diri dari ekspektasi sosial.
5. Energi dan fokus lebih terarah

Tahukah kamu apa yang membuat energi terkuras habis? Salah satunya validasi eksternal yang tidak sesuai dengan ekspektasi. Terdapat perasaan kecewa ketika memperoleh respon tidak sesuai yang diharapkan. Di sinilah kita perlu bersyukur saat sudah tidak bergantung pada validasi eksternal.
Sisi positifnya, energi dan fokus bisa lebih terarah. Ketika tidak sibuk mencari pengakuan dari luar, energi kita bisa difokuskan pada hal-hal yang benar-benar penting. Contohnya adalah pengembangan diri, dan pencapaian yang bermakna. Ini membuat pertumbuhan kita lebih berkualitas.
6. Sebagai upaya menghargai diri tanpa syarat

Kita tidak bisa menjadikan validasi eksternal sebagai patokan utama. Pengakuan yang berasal dari lingkungan sekitar pada akhirnya justru menghadirkan kekecewaan. Sudah tentu ini menjadi pertimbangan tersendiri mengapa harus bersyukur saat sudah tidak lagi bergantung pada sisi pengakuan tersebut.
Hal baik yang didapat, ini bisa menjadi upaya menghargai diri tanpa syarat. Rasa bersyukur muncul karena kita belajar mencintai diri sendiri secara utuh. Nilai kita tidak ditentukan oleh pujian, likes, atau komentar. Tetapi dari pemahaman mendalam tentang siapa kita sebenarnya.
Sudah saatnya kita belajar untuk tidak lagi bergantung pada validasi eksternal. Ini merupakan tanda pencapaian emosional yang penting. Bersyukur saat terbebas dari validasi eksternal bukan hanya soal merayakan pencapaian pribadi, tapi juga soal menghargai proses panjang menuju kebebasan batin. Itu bukan akhir dari perjalanan, tapi fondasi untuk hidup yang lebih bermakna.