Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Penyebab Pertengkaran Antar Saudara di Umur Dewasa, Tak Selalu Soal Warisan!

ilustrasi kedua wanita sedang bertengkar (pexels.com/liza-summer)

Pertengkaran antar saudara kandung tak selalu berhenti saat masa kecil berakhir. Justru, seiring bertambahnya usia, hubungan antar saudara bisa semakin rumit dan penuh dinamika. Banyak konflik yang muncul bukan karena hal besar, tapi karena akumulasi perasaan yang terpendam selama bertahun-tahun.

Meski terlihat sepele dari luar, gesekan ini bisa menyimpan luka lama, ketimpangan perlakuan, hingga persaingan yang belum selesai sejak dulu. Tak jarang, konflik yang tidak diselesaikan justru mengarah pada renggangnya hubungan dan saling menjauh di usia dewasa. Kira-kira apa saja penyebab pertengkaran antar saudara yang kerap terjadi saat dewasa? Yuk, Simak penjelasannya berikut ini!

1. Masalah warisan dan surat wasiat

ilustrasi seorang ayah sedang menasehati anak-anaknya (pexels.com/timamiroshnichenko)

Ketika orangtua meninggal dunia, luka lama sering kali ikut muncul bersama dengan rasa duka yang dirasakan. Situasi ini dapat memicu perebutan kuasa, terutama jika salah satu saudara ditunjuk sebagai pelaksana wasiat dan yang lain merasa tersisih. Dilansir AARP, menurut Krystal Conner, life coach bersertifikat, konflik biasanya muncul ketika ada perbedaan pandangan soal siapa yang lebih berhak menerima peninggalan orangtua.

“Jika satu saudara merasa dirinya lebih berkontribusi dalam merawat orangtua, atau merasa lebih berhak atas warisan, konflik hampir pasti terjadi,” kata Krystal Conner.

Jika ada saudara yang merasa dirinya lebih banyak berkorban dalam merawat orangtua, ia cenderung merasa lebih pantas menerima bagian lebih. Sayangnya, ketidaksepakatan semacam ini bisa berujung pada renggangnya hubungan keluarga yang sebelumnya erat.

2. Urutan lahir yang terus dibawa hingga dewasa

ilustrasi memasak bersama dengan keluarga (.pexels.com/augustderichelieu)

Si sulung sering kali dipandang sebagai pihak yang paling bertanggung jawab, bahkan saat seluruh saudara sudah dewasa. Mereka kerap dijadikan contoh, dituntut menjadi “bos kecil” dalam keluarga, dan diberi beban lebih saat orangtua menua. Tekanan ini bisa menimbulkan ketegangan, terlebih jika adik-adiknya tidak menyadari beban yang ditanggung si sulung.

“Dalam banyak keluarga, anak pertama sering kali diberi tanggung jawab lebih besar. Ini bisa berlanjut saat orangtua sudah lanjut usia,” jelas Jody Mykins, konselor kesehatan mental berlisensi, dilansir AARP.

Di sisi lain, anak tengah dan anak bungsu juga punya luka masing-masing. Anak tengah cenderung merasa diabaikan, sementara anak bungsu kerap dianggap manja dan tidak dikenai standar yang sama. Penelitian dalam jurnal Family Relations (2023) menunjukkan bahwa perlakuan orangtua yang tidak adil bisa menurunkan kualitas hubungan antar saudara dan meningkatkan interaksi bermusuhan.

3. Tanggung jawab merawat orangtua

ilustrasi perempuan sedang menghadapi stress (pexels.com/mart-production)

Saat orangtua mulai menua dan membutuhkan bantuan, dinamika peran dalam keluarga sering muncul kembali. Anak sulung biasanya dianggap sebagai penanggung jawab utama dan otomatis memikul beban lebih besar dalam mengurus orangtua. Hal ini dapat menimbulkan kecemburuan atau perasaan tidak dihargai dari saudara yang lain, terutama jika keputusan penting hanya diputuskan satu pihak.

Menurut Jody Mykins, perbedaan peran ini bisa menjadi sumber konflik dalam keluarga. Gender juga punya pengaruh besar. Laporan Caregiving in the U.S. 2020 menyebutkan bahwa 61 persen perawat utama orangtua adalah perempuan. Tak heran jika saudara perempuan sering merasa beban emosional dan logistiknya lebih berat dibanding saudara laki-laki.

4. Rasa iri dan kecemburuan yang tak kunjung padam

ilustrasi kedua wanita sedang bertengkar (pexels.com/liza-summer)

Persaingan bisa muncul ketika saudara merasa cinta dan perhatian orangtua terbatas dan harus diperebutkan. Jika salah satu saudara merasa saudaranya mendapatkan lebih banyak kasih sayang atau dukungan, rasa iri bisa tumbuh dan memicu konflik. Conner menjelaskan bahwa ketika seorang anak merasa tidak mendapatkan yang diperoleh saudaranya, mereka akan merasa hubungan itu tidak adil.

Persepsi ketidakadilan ini seringkali tak disadari oleh pihak lain dalam keluarga. Bahkan jika orangtua tidak bermaksud membeda-bedakan, tindakan kecil bisa diartikan sebagai tanda keberpihakan. Rasa iri yang terus tumbuh dari waktu ke waktu bisa memperburuk hubungan antar saudara, terutama jika tidak dibicarakan secara terbuka.

5. Perbedaan dalam menilai kesuksesan

ilustrasi makan bersama (pexels.com/fauxels)

Orangtua kadang secara tidak sadar lebih memuji anak yang berprestasi akademik atau karier, dibandingkan yang memilih jalur hidup berbeda. Menurut Mykins, anak yang lebih pendiam dan tidak menonjol secara sosial atau profesional bisa merasa diabaikan. Ketika prestasi hanya diukur lewat standar tertentu, saudara lainnya bisa merasa kontribusinya tidak dihargai.

Padahal, ukuran kesuksesan setiap orang bisa berbeda. Tak semua orang ingin mengejar gelar tinggi atau posisi prestisius, dan bukan berarti mereka tidak sukses. Saat orangtua atau saudara lain tidak mengakui pilihan hidup seseorang sebagai hal yang berharga, konflik bisa muncul karena rasa tidak dihargai.

Jika kamu merasa memiliki dinamika serupa dalam hubungan dengan saudara kandung, penting untuk mengenali akar masalahnya. Membuka komunikasi dan memahami perspektif satu sama lain bisa jadi langkah awal untuk meredakan konflik yang telah lama terjadi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Pinka Wima
EditorPinka Wima
Follow Us