Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Pertimbangan yang Justru Bikin Orang Malas Ikut Bukber

ilustrasi bukber (pexels.com/PNW Production)
ilustrasi bukber (pexels.com/PNW Production)
Intinya sih...
  • Bukber di restoran atau kafe kekinian seringkali mahal dan kurang worth it
  • Koordinasi tempat, waktu, dan malas ikut bukber karena diskusi panjang
  • Situasi ramai, terburu-buru, dan lebih nyaman berbuka di rumah
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Sekilas, bukber terdengar seperti momen menyenangkan untuk bertemu dan mengobrol setelah lama tak bersua. Namun, di balik antusiasme sebagian orang, ada juga yang justru malas ikut bukber. Bukan karena gak suka bersosialisasi, tapi ada beberapa hal yang bikin acara ini terasa lebih merepotkan daripada menyenangkan. Tanpa disadari, banyak orang akhirnya memilih untuk menghindar daripada harus menghadapi hal-hal yang bikin mereka gak nyaman.

Bukber yang seharusnya jadi ajang silaturahmi malah sering berubah jadi beban. Kadang ada perasaan terpaksa, belum lagi berbagai kendala yang bikin acara ini jadi kurang menarik. Berikut adalah beberapa pertimbangan yang sering bikin orang enggan menghadiri acara buka bersama.

1. Biaya yang gak seimbang dengan pengalaman yang didapat

ilustrasi biaya (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)
ilustrasi biaya (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Bukber di restoran atau kafe kekinian sering kali datang dengan harga yang cukup mahal, terutama bagi mahasiswa atau pekerja yang masih baru merintis karier. Bayangkan, kamu harus mengeluarkan uang lebih banyak hanya untuk satu kali makan, padahal kalau di rumah, dengan biaya yang sama, kamu bisa makan lebih banyak dan lebih puas. Bukannya pelit, tapi buat sebagian orang, prioritas pengeluaran lebih penting daripada sekadar nongkrong dan makan bersama.

Selain itu, gak semua tempat makan yang dipilih benar-benar worth it. Ada yang makanannya biasa saja tapi mahal, atau tempatnya terlalu ramai sampai gak nyaman untuk ngobrol. Akhirnya, pengalaman yang didapat gak sebanding dengan uang yang dikeluarkan. Bukannya senang, justru merasa rugi karena harus merogoh kocek lebih dalam hanya untuk sebuah pertemuan yang mungkin gak terlalu berkesan.

2. Drama penentuan tempat dan waktu yang ribet

ilustrasi drama (pexels.com/Edmond Dantès)
ilustrasi drama (pexels.com/Edmond Dantès)

Satu hal yang hampir selalu terjadi dalam rencana bukber adalah diskusi panjang tentang tempat dan waktu yang pas. Dari puluhan orang yang diajak, pasti ada saja yang gak cocok dengan tempatnya, terlalu jauh, atau punya jadwal lain yang bentrok. Proses memilih restoran bisa berlangsung berhari-hari hanya untuk akhirnya tetap ada yang merasa keberatan. Gak jarang, akhirnya yang datang hanya separuh dari yang berencana ikut di awal.

Selain itu, banyak orang merasa malas ikut bukber karena koordinasi yang kurang jelas. Kadang, udah capek-capek datang tepat waktu, tapi acara molor karena ada yang telat. Alhasil, waktu berbuka udah lewat tapi makanan belum datang, dan suasana jadi kurang nyaman. Proses yang seharusnya menyenangkan malah jadi bikin pusing karena terlalu banyak kompromi yang harus dilakukan.

3. Terjebak dalam obrolan yang gak nyaman

ilustrasi obrolan (pexels.com/Askar Abayev)
ilustrasi obrolan (pexels.com/Askar Abayev)

Gak semua orang merasa nyaman dalam pertemuan sosial, terutama kalau di dalamnya ada teman lama yang sudah lama gak berinteraksi. Kadang, bukber justru terasa canggung karena obrolannya gak nyambung atau malah dipenuhi pertanyaan yang bikin risih, seperti soal pekerjaan, jodoh, atau kehidupan pribadi. Ditambah lagi, ada kemungkinan munculnya gosip atau pembicaraan yang malah bikin suasana kurang menyenangkan.

Ada juga situasi di mana bukber terasa lebih seperti ajang pamer daripada temu kangen. Beberapa orang lebih sibuk update di media sosial daripada menikmati momen kebersamaan. Sementara itu, yang lain merasa kurang dihargai karena gak bisa ikut dalam obrolan yang berputar di sekitar topik yang gak relevan buat mereka. Jadi, daripada merasa awkward sepanjang acara, beberapa orang memilih untuk gak datang sama sekali.

4. Tempat yang terlalu ramai dan gak nyaman

ilustrasi tempat bukber (pexels.com/Denys Gromov)
ilustrasi tempat bukber (pexels.com/Denys Gromov)

Restoran atau tempat makan saat Ramadan sering kali penuh sesak dengan pengunjung lain yang juga bukber. Akibatnya, tempat jadi terlalu ramai, pelayan kewalahan, dan pesanan sering datang terlambat. Situasi ini bikin suasana gak kondusif untuk ngobrol santai, apalagi kalau suara musik dan obrolan dari meja lain terlalu berisik. Kadang, bukber yang diniatkan untuk seru-seruan malah berubah jadi pengalaman yang melelahkan karena harus bersaing untuk mendapatkan tempat duduk yang nyaman.

Selain itu, ada juga yang merasa gak nyaman makan terburu-buru karena tempatnya harus segera digunakan oleh pelanggan berikutnya. Restoran biasanya menerapkan batas waktu duduk, dan ini bikin acara bukber jadi terasa diburu-buru. Bukannya menikmati waktu bersama teman, malah jadi stres karena harus cepat-cepat menghabiskan makanan dan pergi sebelum waktunya habis.

5. Rasa lelah dan waktu yang gak fleksibel

ilustrasi lelah (pexels.com/Valeria Ushakova)
ilustrasi lelah (pexels.com/Valeria Ushakova)

Setelah seharian beraktivitas, banyak orang yang lebih memilih berbuka dengan cara yang lebih santai di rumah daripada harus keluar dan menghadapi kemacetan. Apalagi buat mereka yang kerja atau kuliah seharian, energi yang tersisa mungkin gak cukup untuk menghadiri acara yang butuh effort tambahan. Kadang, setelah pulang kerja atau kuliah, satu-satunya hal yang diinginkan hanyalah istirahat dan menikmati waktu sendiri.

Selain itu, bukber yang diadakan terlalu larut juga bisa jadi masalah. Setelah berbuka, masih ada kewajiban ibadah lain seperti salat Tarawih yang harus dijalankan. Kalau acara bukber molor terlalu lama, bisa jadi orang harus memilih antara tetap tinggal atau meninggalkan acara lebih awal. Akhirnya, beberapa orang lebih memilih gak ikut sejak awal daripada harus menghadapi dilema seperti ini.

Bukber memang bisa jadi momen yang menyenangkan, tapi juga bisa berubah jadi sesuatu yang bikin malas kalau banyak hal yang gak sesuai ekspektasi. Setiap orang punya pertimbangan sendiri dalam memutuskan ikut atau gak, dan itu bukan berarti mereka gak menghargai momen kebersamaan. Namun lebih daripada itu, tetaplah menghormati pilihan masing-masing, karena setiap orang punya cara sendiri untuk menikmati Ramadan dengan nyaman.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Hella Pristiwa
EditorHella Pristiwa
Follow Us