Psikiater Jiemi Ardian Ungkap Trauma Bisa Pulih lewat Buku Keduanya

Jakarta, IDN Times - Psikiater Jiemi Ardian kembali mengeluarkan buku baru berjudul Pulih dari Trauma: Berkenalan dengan Trauma Processing Therapy. Sebelumnya, pria lulusan Universitas Negeri Surakarta ini sudah pernah mengeluarkan buku Merawat Luka Batin. Kali ini, Jiemi ingin memperkenalkan konsep trauma yang ternyata disimpan dalam bentuk memori.
Psikiater Jiemi Ardian tampak menghadiri acara peluncuran buku Pulih dari Trauma dengan outfit yang senada dengan sampul buku terbarunya, yang disebut “Si Anggur”. Berlangsung di Gramedia Jalma pada Minggu (13/7/2025), ia bersama psikolog Disya Arinda mendiskusikan bagaimana trauma dianggap sebagai memori, bukan luka yang permanen.
1. Mendefinisikan ulang trauma

Setiap orang mungkin memiliki beberapa trauma tertentu. Trauma terhadap suatu peristiwa atau hal-hal lainnyal. Buku yang ditulis selama tiga tahun ini akan merangkum banyak hal mengenai trauma. Mulai dari dampaknya, bagaimana trauma berpengaruh pada manusia, hingga bagaimana trauma bisa memengaruhi setiap pengambilan keputusan.
Jiemi mengatakan trauma memiliki banyak definisi. Menurutnya, trauma adalah dampak dari sebuah kejadian yang pernah terjadi di masa lalu.
Ia menekankan, “Kita tahu bahwa sebenarnya situasi sekarang gak segitu berbahayanya tapi tubuh kita terlanjur bereaksi begitu kuat. Akibat dari mata kita yang mengambil kejadian di masa lalu sebagai referensi.”
2. Buku Pulih dari Trauma memperkenalkan pendekatan Trauma Processing Therapy (TPT)

Sebagai psikiater sekaligus penulis, Jiemi Ardian mengatakan bahwa semua terapi itu berhasil tergantung kecocokan masing-masing orang. Jika buku pertamanya menjelaskan seputar Cognitive Behavioral Therapy (CBT), maka buku terbarunya memperkenalkan terapi baru.
TPT merupakan metode terapi yang dikembangkan sendiri oleh dr. Jiemi Ardian, Sp. KJ. Lewat TPT, Jiemi menawarkan pendekatan yang lebih terstruktur dan aplikatif untuk proses pemulihan psikologis, khususnya trauma.
“Every single therapy works. Tidak ada teknik therapy yang paling baik itu menurut saya gak ada. Yang paling cocok untukmu mungkin ada. Tapi yang paling cocok untukmu belum tentu paling cocok untuk saya,” katanya dalam sesi peluncuran buku.
3. TPT membahas bagaimana kita bisa memproses memori dan trauma

Di dalam bukunya, Jiemi memasukkan latihan singkat atau panduan awal bagi pembaca. Bukan sekadar teori saja, ia memberikan cara-cara bagi pembaca untuk bisa belajar menghadapi trauma.
Jiemi menjelaskan bahwa trauma muncul dari memori yang didapatkan oleh otak. Berdasarkan pengetahuan neuroscience, proses koreksi yang dilakukan secara berulang kali dan cepat maka trauma bisa dipulihkan.
“Emosi pada trauma itu harusnya bisa dianulir. Jadi, jangan bilang ini akan terbawa seumur hidup,” kata Jiemi.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa sebenarnya trauma bisa dipulihkan untuk satu kasus spesifik. Memori traumatik itu memuat sisi emosional yang bisa mengganggu kehidupan seseorang. Untuk itu, adanya TPT membantu kita untuk bisa memproses memori dan trauma.
“Perspektif saya bukan membuat seseorang sembuh-sempurna. Perspektif saya adalah, berapa jumlah trauma yang seminimal mungkin kita kerjakan untuk menghilangkan sebuah gejala,” ucapnya.
Namun, Jiemi juga menyarankan agar tidak melakukan metode-metode terapi ini sendirian apalagi dalam kondisi tidak stabil. Kalau memang membutuhkan bantuan, gak ada salahnya untuk berkonsultasi ke psikiater atau psikolog.