37 Quotes Menyentuh di Film Perayaan Mati Rasa, Mengandung Bawang!

- Film Perayaan Mati Rasa mengangkat momen-momen emosional seputar keluarga, duka, cinta, ambisi, dan kebersamaan.
- Kisah Ian Antono dalam film ini bisa relate dengan anak sulung yang merasa kehilangan dan terlalu banyak ekspektasi dari keluarga.
- Quotes dari film ini menyentuh tema perasaan terombang-ambing, tekanan ekspektasi, perubahan, dan penerimaan diri sendiri.
Jakarta, IDN Times - Pernahkah kamu menonton film yang membuat emosimu sangat bergejolak? Ada beberapa film yang punya kekuatan magis untuk menyentuh hati para penontonnya lewat adegan-adegan dan dialog.
Film Perayaan Mati Rasa mungkin salah satu film yang menyuguhkan momen-momen emosional yang penuh refleksi. Tentang keluarga, duka, cinta, ambisi, kebersamaan, dan lainnya. Kisah Ian Antono dalam keluarganya mungkin akan relate dengan sebagian orang yang menjadi anak sulung dan pernah merasa kehilangan.
Kalau penasaran, ini dia quote-quote menyentuh dari film Perayaan Mati Rasa. Siapkan hatimu, ya!
1. Sebagai anak pertama, ada banyak emosi dan beban yang dipikul

"Pernah gak, lo ngerasa hidup kayak terombang-ambing di lautan? Gak tahu tujuannya harus ke mana? Kayak gue."
"Berkali-kali mengejar mimpi, berkali-kali juga gagal."
"Sementara sebagai anak pertama, terlalu banyak ekspektasi dari keluarga dan kepala gue sendiri yang harus gue penuhin. Harus jadi harapan orangtua, harus selalu jadi panutan buat adik lo."
"Di saat gue gak tahu harus ke mana, harusnya ada sosok bapak, yang bisa tuntun gue ke mana harus melangkah. Sampai akhirnya, gue jadi punya pertanyaan, emangnya setiap ketulusan harus dihadiahi dengan perayaan mati rasa?"
"Ternyata hidup cuma soal keseimbangan. Gue gak bisa terus nyalahin masa lalu, yang gue butuh cuma menerima."
"Bang Ian, laki-laki boleh loh nangis. Asal apa yang Bang Ian rasain itu jujur."
"Semua beban seperti tekanan air yang bikin gue gak bisa ngerasain apa-apa lagi."
"Gak ada ruang buat diri sendiri. Semua rasa gue kubur di sini. Di tempat yang gak bisa orang lain lihat."
2. Bukan soal anak pertama atau kedua, tapi tentang cinta dalam keluarga yang terkadang jadi sumber sakit dan luka

"Selama ini Papa gak pernah ngajarin kamu untuk kayak gitu."
"Papa mau karier kamu sukses. Kamu kasih contoh yang baik sama orang-orang."
"Selama ini Papa di mana?"
"Papa itu cuma bisa nuntut Ian buat jadi perfect."
"Papa nuntut Ian untuk jadi contoh buat Uta."
"Semakin dewasa kita harus terbiasa sama yang namanya perubahan"
"Lo happy gak sama lagu-lagu yang band lo udah buat?"
"Di sini gue berada sekarang, tenggelam dalam ekspektasi yang gue buat dalam kepala gue sendiri."
"Harus jadi anak pertama yang kuat"
"Adek kamu juga sibuk, kok bisa tuh? Punya waktu buat keluarga."
"Lo gak lagi ngerasa berkompetisi sama siapa pun, kan?"
"Lo harus buktiin omongan lo ke bokap lo, Ian."
"Gue kira gue bisa ketemu jalan keluar."
"Dari kecil gue dengerin omongan lo ya, bang. Pernah gak lo dengerin omongan gue?"
"Gue udah terlalu lama ngejar hal-hal yang besar dan terlalu jauh, sampai gue lupa sama apa yang ada di deket gue."
"Gue juga pengen jadi kayak lo, Ta. Mama bangga sama lo, Papa apalagi."
3. Pada akhirnya, semua elemen perlu dirayakan termasuk mati rasa

"Janji untuk gak pernah saling bohong!"
"Baik itu rasa kehilangan atau diri gue sendiri. Menerima adalah bagian dari perjalanan ini. Dan ini saatnya gue untuk merayakan apa yang masih tersisa."
"Papa masih lihat anak-anak sekarang udah akur, kan?"
"Mereka sekarang udah bisa jagain mama. Papa gak usah khawatir lagi. Papa tenang aja di sana. Tungguin mama.:
"Jangan bosan tungguin mama, ya. Janji, ya, Pa."
"Sering-sering dateng ke mimpi, mama. Mama bawain kado buat Papa. Kado anniversary kita."
"Semoga ntar Papa bisa lupa melihat dari sana, ya."
"Skripsi jangan ditinggalin. Karier boleh melejit tapi pendidikan jangan ditinggalin."
"Kita gak bisa terus nyalahin masa lalu. Yang dibutuhin cuma menerima, baik itu kehilangan atau diri sendiri. Menerima adalah bagian dari perjalanan ini, dan sekarang saatnya merayakan apa yang masih tersisa."
"Jangan tunggu kehilangan dulu , baru menyesal, semoga kita tidak pernah terlambat menghargai sesuatu."
"Pa, skripsi Uta udah selesai. Bentar lagi jadi sarjana tapi nanti di foto wisuda Uta gak ada Papa."
"Melepaskan adalah bentuk paling tulus dari mencintai. Tapi ternyata dengan ketulusan itu, semesta menghadiahkan aku perayaan mati rasa"
"Gue terlalu fokus sama rasa takut, sampai lupa berhenti sebentar, gue udah terlalu lama kejar hal-hal yang besar dan terlalu jauh, sampai gue lupa sama apa yg ada di dekat gue."
Itu dia deretan quotes yang menyentuh dari film Perayaan Mati Rasa. Semoga ada banyak hal yang bisa kamu pelajari dari film ini, ya!