10 Momen Kuliah Saat Kesalahpahaman Cinta Memecah Belah Persahabatan

Sebelum terjadi perselisihan soal cinta, hubungan persahabatan kalian baik-baik saja. Saking dekatnya kalian seperti tak ada batasan untuk curcol. Namun setelah insiden tersebut seolah-olah ada pagar pembatas tinggi yang menghalangi kalian untuk saling berinteraksi secara leluasa dan nyaman.

Group chat yang kalian bentuk sejak kedekatan pertama, kini hanya terisi dengan kekosongan. Tak ada yang bersedia memulai percakapan karena kecanggungan telah mengisi ruang kosong di antara hubungan persahabatan kalian.

Kalaupun bukan canggung, pasti rasa ogah atau sebal yang menjejali diri. Bahkan tak ada pilihan lain selain keluar dan menghapusnya daripada menuh-menuhin daftar chat.

Kalian yang dulunya beramai-ramai mengunjungi pantai, main ke mall, berburu kuliner, atau ngopi bareng, kini hanya tinggal angan-angan saja. Kalaupun bersedia melakukannya paling juga karena ajakan dari teman-teman diluar kelompok persahabatan kalian.

Jika perselisihan yang terjadi baru-baru saja, maka biasanya akan ada desas-desus opini pedas dari dia yang kamu dengar dari orang lain. Entah itu benar atau tidak, biasanya kamu memilih untuk menjaga omongan karena saat ini kamu belum menemukan teman dekat yang bersih dari dugaan 'talebearer'  alias mulut ember.

Semenjak perselisihan itu status persahabatan kalian bak perang dingin. Namun terkadang situasi tak terduga malah mempertemukan kalian, misal satu kelompok tugas acak atau kebetulan dia diangkat jadi ketua kelas dan kamu harus mengumpulkan tugas ke dia. Yaa mau gak mau kalian hanya berinteraksi sesuai konteks atau seperlunya saja.

Wajar saja, perselisihan tersebut secara diam-diam membuat kamu penasaran bagaimana dia kini memandang dan menilai dirimu. Intuisi halus akan adanya kemunafikan, sarkasme, keramahan yang dibuat-buat didepan teman lain, menyiratkan sebuah tembok dingin nan tinggi diantara kalian kini.

Seolah-olah ini adalah hal terburuk terakhir yang pernah terlintas di pikiran kamu. Hal seperti ini terkadang sungguh menyesakkan ketika teringat masa maba dimana kalian masih sangat dekat, klop, dan sudah seperti saudara kandung.

Kini kalian diuji untuk menyesuaikan diri. Kadangkala salah satu dari kalian memilih untuk menginap sementara dikos teman dekat lain, atau sambang kos sendiri cuma seperlunya saja. Kalau tiba-tiba mau pindah, sungkan juga padahal dulunya mau berhemat kos bareng.

Intensitas kedekatan kalian kini tak lagi sama seperti dulu. Meskipun kalian masih berada dalam area interaksi yang sama (misal satu jurusan, sekelas, satu himpunan), secara tidak resmi kalian memilih mengakhiri tali persahabatan.

Apapun perasaan yang mendasari alasannya, menjalin teman dekat baru dirasa lebih baik daripada harus kembali dengan bayang-bayang permasalahan tersebut.

Sempro, kompre, yudisium, dan wisuda. Tapi sekarang, kalau gak ada orang lain yang digandeng sebagai teman malah akan terasa kamunya sendirian dan canggung. Apalagi dia kini sudah punya kelompok persahabatan baru dengan orang lain. Sekalinya datang dan ngasih hadiah paling hanya saat dia sempro. Sisanya? Feels like no longer your priority.

Setelah masing-masing memegang gelar kelulusan, kini kalian hijrah ke kota berbeda untuk mengejar impian. Diawal kedekatan dulu kalian berjanji akan selalu menjaga komunikasi dan persahabatan meskipun sudah lulus, bekerja, menikah, atau tinggal berjauhan.

Kini seolah-olah janji tersebut luruh begitu saja tanpa kepastian. Kemungkinannya pun sangat kecil, kecuali jika ada teman kuliah lain yang mengajak ada reuni rame-rame bagi yang berdomisili sama.

Well, apakah kalian pernah mengalami momen yang sama seperti di atas?