Cerita Tentang Kesedihan Cinta di Masa Lalu. Walau Menyayat Kalbu, Namun Sungguh Itu Syahdu

Seperti kata pujangga, cinta adalah satu kata yang mengandung seribu makna, tentunya semua insan manusia pernah merasakan indahnya jatuh cinta, cinta itu anugerah dari Tuhan yang keberadaanya penuh misteri, gejolak cinta yang dijalin oleh lawan jenispun datang dengan sendirinya, cinta juga bisa tumbuh dari hal-hal yang kecil dan sepele, sampai insan yang saling benci pun bisa saling jatuh cinta.
Seperti filosofi kopi, cinta itu penuh misteri, kadang bisa membuat kita bahagia lalu berubah menjadi kesedihan.

Kejadiannya masih sangatku ingat, apalagi ketika menyantap kopi, paduan rasa nikmat cafein tiada tara yang seharusnya menyentuh jiwa, malah justru menyayat dada. Waktu itu usiaku baru beranjak limabelas tahun, senyuman indahmu selalu bisa menggantikan setiap rumus pelajaran di otakku, aku tak habis pikir selalu bangun pagi, mandi, sarapan, dan berangkat sekolah dengan rajinnya hanya untuk memandangmu lebih sering.
Iya benar kau cinta pertamaku di SMA. Aku masih ingat saat – saat pertamaku mendekatimu lalu meminta bertukar nomor ponsel denganmu, hatiku tiada karuan saat itu dan seketika lega sewaktu kau membolehkan permintaan luguku, oh leganya…
Semenjak hari itu, selalu aku coba melancarkan serangan gombalku, tiada hari tanpa berkomunikasi denganmu, seluruh aktivitasku tak luput dari bayangan semumu. Kiniku mulai mengenalmu lebih dalam, menjagamu untuk selalu tersenyum dan tertawa mulai menjadi rutinitas tugasku, mungkin aku mulai jatuh cinta lebih dalam denganmu.
Rencanaku untuk memutuskan pertemanan dan melanjutkan ke tahap yang lebih serius denganmu sudahku persiapkan, masa – masa pendekatan harusku sudahi. Hari itu hari yang aku tunggu, berdebar rasa di hati sungguh tak karuan, akankah harapanku bisa menjadi realita atau harus berakhir menjadi ekspetasi, entahlah yang jelas saat itu yang perlu aku perbuat hanyalah berpositif thinking.
Kadang untuk mecapai ke tahap berikutnya, kita mesti keluar dari zona aman dan jangan pernah takut untuk mengambil risiko.

Aku masih ingat wajah bingungmu ketikaku ajak ke sebuah kedai kopi sederhana dengan nuansa romantis, saat itu adalah saat dimana aku terpesona melihat paras cantikmu, apa adanya dirimu namun tetap anggun dengan paduan kaos putih dan celana jeans hitam yang membuatmu tampak begitu sempurna di mataku.
Mulutmu tergelagap saatku paparkan setangkai mawar merah dan sekaligus bertanya. “Jadian yuk?” Lalu jawabanmu yang sampai saat ini aku ingat adalah, “Boleh.” Namun seketika kau berbalik tanya. "Bagaimana dengan agama kita, bukankah kita berbeda keyakinan?” Pertanyaan itu pun segeraku jawab, “Cinta itu buta, cinta itu tak memandang agama, fisik, apalagi harta. Cinta cuma mandang satu yaitu kepercayaan. Kamu percaya aku?”
Keadaan hening sejenak sebelum kau mulai menjawab, “Terima kasih telah memilihku, ayo kita jalanin.” Sambil mengambil setangkai mawar yang sedari tadiku genggam. Mulai hari itu, aku merasa menjadi laki-laki yang paling beruntung karena bisa memilikimu seutuhnya.
Hari-hari selanjutnya kita jalani dengan tawa dan cinta. Aku masih ingat saat kau bersandar di pundakku mencurahkan semua beban di pikiranmu sambil menangis, aku juga tak akan lupa saat kau tertawa senang dengan hasil juara berkat suara merdumu, setiap hari kita lewati dengan penuh kepercayaan.
Seperti air yang mengalir, cinta tak akan bisa selamanya dipaksakan. Kadang kita perlu keikhlasan untuk merelakannya hanyut dari kenyamanan kita.

Sampai saatnya tiba, hari dimana hari paling menyedihkan di salah satu lembaran hidupku. Aku pikir kau tak akan tega melakukannya, namun tetap saja kau bisa melakukannya. Saat itu kita bertemu di depan sekolah, aku bertanya berkali-kali tentang keberadaanmu yang menghilang, namun kau tetap saja membisu hingga akhirnya aku pun terdiam dan kau mulai melontarkan kata-kata yang paling menusuk kalbuku. “Kita Putus.”
Aku mulai kehilangan kesadaran, kepalaku menunduk, terpaku aku spechless, tanpa berlarut kau pun menyambungkan kata-katamu. “Aku cinta kamu, tapi maaf kita tak bisa terus bersama, aku harus memilih fokus ke pelajaran, aku lakukan demi careerku dan aku harap kamu mengerti.”
Dengan sigap aku memandangmu dan tanganku mulai mengusap rambutmu. “Sampai kapan pun aku masih percaya denganmu, aku faham keinginanmu, kejarlah, dan ingat bila suatu saat nanti kau membutuhkanku, jangan kau ragu, pundakku akan selalu ada untukmu, I love you.”
Sejak saat itu kita tak pernah saling mengontak, tapi aku percaya suatu saat nanti mungkin kita akan bisa bersama lagi, entah sebagai tambatan hati atau hanya teman sejati. Namun yang perlu kau tahu bahwa kaulah yang terbaik, terima kasih telah menghiasi hari-hariku dan mengajarkan cinta itu, kini aku pun menjadi tahu sesuatu, seperti angin yang senantiasa datang lalu beranjak.
Seperti itu juga kau datang dan meninggalkan rasa cintamu tanpa bisa kugenggam, semoga kau sukses di sana, semoga kau menemukan kebahagiaan lain di sana. Salam hangat dariku, aku merindumu mantan kekasihku.
Mau karya tulismu diterbitkan oleh IDNtmes.com? Yuk, submit artikelmu di IDNtimes Community! Cari tahu bagaimana caranya di sini.
