6 Fakta Pernikahan yang Diungkap di Buku I DO, Sebuah Pilihan Pribadi!

- Pernikahan zaman sekarang mengalami perubahan tren, dengan penurunan jumlah pernikahan dan meningkatnya perceraian.
- Meilinda Sutanto, terapis konstelasi keluarga dan penulis, menekankan pentingnya pasangan yang saling mencintai sebagai fondasi kuat dalam berkeluarga.
- Pernikahan kini adalah pilihan pribadi, memberikan banyak pelajaran bagi kedua insan di dalamnya, serta memperbaiki keturunan dan menjadi kerja sama antara dua pasangan yang setara.
Jakarta, IDN Times - Pernikahan zaman sekarang mengalami perubahan tren yang cukup menarik. Jika dilihat, secara konsisten jumlah pernikahan mengalami penurunan dan di sisi lain perceraian kian meningkat. Hal ini diikuti pemberitaan tentang KDRT yang seolah tiada ujungnya.
Semua ini lantas membuat orang-orang bertanya, apakah pernikahan di zaman sekarang terlihat seburuk itu? Menurut Meilinda Sutanto, seorang terapis konstelasi keluarga dan penulis, pernikahan sebenarnya tidak seburuk itu bila bertemu dengan pasangan yang tepat dan hubungan yang sehat.
Fenomena kegagalan rumah tangga sendiri, dalam ilmu Family Constellation, dipahami sebagai akibat tidak pulihnya pola rantai toksik yang diwariskan orangtua dan leluhur. Oleh karenanya, mengenali pasangan, keluarganya, dan sejarah diri sendiri sudah sepatutnya menjadi kewajiban sebelum memasuki hubungan.
Meilinda, dalam buku keduanya yang berjudul I DO yang baru dirilisnya pada Jumat (5/7/2024) di Plaza Indonesia, membahas bagaimana menciptakan pernikahan yang indah, seindah di cerita dongeng. Perihal tersebut, kamu harus mengetahui enam fakta pernikahan yang terkandung dalam buku itu terlebih dahulu.
1. Pasangan yang saling mencintai adalah fondasi kuat berkeluarga

Fakta pertama yang ingin coba Meilinda ungkap dalam buku keduanya, I DO, merujuk pada pernyataan bahwa pasangan yang saling mencintai adalah fondasi kuat dalam berkeluarga. Hal ini ia tegaskan bukan tanpa sebab.
Menurutnya, masih banyak persepsi salah di masyarakat yang menyepelekan cinta. Padahal, menciptakan pasangan yang saling mencintai, terbilang sangat penting dan gak boleh dianggap sepele.
"Banyak persepsi salah yang mengatakan kalau sudah menikah, harus mengutamakan anak dulu atau orang tua dulu. Padahal, penting banget menciptakan pasangan yang saling mencinta dan menjaga api cinta agar tetap membara. Ibarat prinsip restoring generation, satu orang berubah bisa memberi efek domino ke belakang yang dahsyat. Sehingga, ketika kamu itu harus mencintai dan mendahulukan pasanganmu yang nantinya akan menemanimu hingga akhir hayat, bukan anak atau orangtua yang bisa diposisikan kedua," terangnya.
2. Pernikahan adalah pilihan pribadi

Meilinda juga menuturkan jika pernikahan zaman dulu merupakan sebuah kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap orang. Berbalik dengan keadaan saat ini, di mana pernikahan kini adalah pilihan pribadi.
"Zaman dulu, pernikahan itu ibarat survival, cara untuk bertahan hidup. Jadi, perempuan menikah karena harus bertahan hidup. Mereka bertumpu ke suami. Lain dengan sekarang, banyak perempuan yang bisa mendapatkan penghasilan sendiri," kata perempuan lulusan S2 Psikologi Harvard Extension School tersebut.
3. Menikah itu untuk sama-sama belajar

Mungkin ini sedikit klise, namun seperti kata orang, menikah memberikan banyak pelajaran bagi kedua insan di dalamnya. Meilinda pun setuju kan hal tersebut. Ia mengatakan, menikah juga ada bibit untuk sama-sama belajar karena memicu satu sama lain.
"Ketika ada sesuatu yang orangtua gak bisa selesaikan, itu akan estafet secara otomatis ke anak. Oleh karenanya, masalah-masalah yang ada di dalam rumah tangga juga bisa menjadi pembelajaran untuk masing-masing pasangan agar menjadi pribadi yang lebih baik dan dewasa," jelasnya.
4. Menikah juga memperbaiki keturunan

Salah satu tujuan menikah adalah memperbaiki keturunan. Namun sayangnya, gak semua orang merasa hal ini jadi tujuan akhir yang penting.
Padahal, dengan tegas Meilinda menyampaikan jika pernyataan soal memperbaiki keturunan di dalam pernikahan adalah benar adanya. Hanya saja, memperbaiki atau tidak, semua keputusan ada di tangan masing-masing individu.
Setiap orang memiliki hak dan kekuatan untuk memilih. Maka dari itu, ia berpesan untuk gak salah memilih pasangan karena itu bisa berdampak besar di kemudian hari, ketika kamu sudah berkeluarga, bahkan ke masa depan anak-anakmu kelak.
5. Menikah bukan status atau simbol

Beberapa orang mungkin masih kerap terpatri dengan paham pernikahan yang seolah menjadi status atau simbol tertentu. Ibarat serial Bridgerton, seseorang yang belum menikah dianggap sebelah mata karena gak memiliki kemapanan di dirinya.
Baik itu perihal fisik, status, finansial, atau lainnya, semua dianggap buruk jika kamu belum menikah. Saat ini pun demikian, orang yang belum menikah di usia tertentu langsung mendapat ujaran kebencian seolah pernikahan jadi standar kebahagiaan yang sudah paten.
Dalam buku I DO, Meilinda menerangkan jika menikah pada dasarnya bukan status atau simbol. Sebab, jika berbicara keduanya, kamu bisa menyokongnya dengan barang-barang bermerek.
"Menikah bukan pula jalan keluar menuju kebebasan, menghindari drama, dan lainnya. Bukan juga solusi cepat untuk mengobati kesepian karena kalau itu masalahnya, kamu bisa beli hewan peliharaan, bukan pasangan yang harus komitmen seumur hidup," imbuh dirinya.
6. Pernikahan bukan dua orang saja, tetapi milik sekampung

Jika kamu memiliki ekspektasi bila pernikahan hanya milik berdua, lebih baik urungkan keinginanmu untuk menikah. Pasalnya, menikah bukan keterikatan antara dua orang saja, akan tetapi dua keluarga atau lebih.
Bahkan, Meilinda dalam bukunya menyatakan jika pernikahan itu milik sekampung. Maka dari itu, guna mendukung kebahagiaan di dalam pernikahan, ia menyarankan untuk mencari pasangan yang setara.
"Menikah itu kerja sama antara dua pasangan yang setara. Namun, ini bukan perihal pendidikan, finansial, atau lainnya, tetapi soal feeling. Kamu dan pasangan harus setara soal give and take, jangan berat sebelah agar hubungan bisa lebih sehat," pungkasnya.
Itu dia serangkaian fakta menarik soal pernikahan yang tertera di buku I DO, karangan Meilinda Sutanto yang kedua. Setuju dengan pandangan sang penulis? Jika iya, jangan lupa beli sekarang untuk mengetahui bacaan lengkapnya, ya!