Ibu, Meski Engkau Tidak Menginginkan Kehadiranku di Dunia, Aku Tetap Menyayangimu

"Aku memaafkanmu, Ibu."
Halo Ibu,
Aku tahu kita belum pernah bertemu secara langsung, tapi aku ingin menyapa dari dalam rahim ibu. Aku tidak tahu di bagaimana aku bisa sampai di sini, tapi aku sangat senang berada di sini. Meskipun sangat gelap, namun rasanya sangat hangat dan... nyaman.

Aku tidak bisa melakukan terlalu banyak hal di sini, namun aku selalu terhibur saat mendengar suaramu. Oh ibu, aku sangat suka mendengarkan merdunya suaramu! Tiap kali engkau berbicara, aku merasa aman. Setiap kali engkau bersenandung, aku merasakan cinta. Aku mungkin tidak mengerti semua yang engkau katakan, namun aku tidak sabar untuk bisa memahami perkataanmu. Suara terbaik yang terdengar di telingaku adalah tawamu. Ibu, aku tahu engkau tidak sering tertawa dan aku tidak tahu mengapa. Namun, tiap kali engkau tertawa, rasanya luar biasa. Aku selalu tersenyum dan ikut terbawa dalam tawamu.
Akhir-akhir ini aku sering mendengar keributan dari luar sana. Terasa... menegangkan. Mendengar nada percakapan ibu yang tak sering bergetar dan merintih, membuatku takut. Aku tahu, engkau pasti lelah. Meskipun engkau mengatakan pada semua orang bahwa engkau baik-baik saja, namun di dalam hati engkau sangat hancur. Aku tahu itu. Aku bisa merasakannya, ibu. Perasaan tidak enak ini seakan-akan menuduh aku yang menyebabkan semua kegundahanmu.

Aku mendengar kata-kata yang tidak bisa kupahami... Seperti "aborsi", "pilihan hidup" dan "prodesur". Aku tidak tahu apa arti semua itu. Yang pasti aku selalu merinding setiap kali mendengarkannya. Saat engkau mengatakan "aborsi" yang terdengar di telingaku adalah "kematian"... Saat engkau berkata "pilihan hidup", yang terdengar hanyalah "perpisahan". Dan setiap kali engkau berkata "prosedur", aku mendengar "sakit". Oh... Aku baru tahu. Inilah saatnya aku menghitung mundur. Engkau menolakku. Engkau tidak menginginkan kehadiranku di dunia.
Mengapa engkau tidak menginginkan aku, ibu? Mengapa mengakhiri hidupku menjadi pilihan yang benar bagimu dan ayah? Engkau tidak ingin aku mengenal kakek dan nenekku? Aku tidak memahaminya, bu.
Apakah ini karena ibu dan ayah takut tidak dapat menghidupi aku dengan cukup? Tidak apa-apa, ibu. Aku ingin berjuang bersama dengan kalian. Ataukah justru kehadiranku menghalangi ayah dan ibu untuk bersenang-senang? Ayah dan ibu ingin kebebasan tanpaku? Aku mengerti... Meski sebenarnya aku hanya ingin memiliki kebebasan yang sama seperti yang ayah ibu miliki.

Atau jangan-jangan ibu tidak menyukaiku? Apakah karena aku mengingatkan ibu pada ayah? Seseorang yang mungkin ingin ibu lupakan? Kalau begitu, tidak usah ingat dirinya, aku akan ada di sini untukmu, ibu. Dan untuk sembilan bulan ke depan, aku tidak membutuhkan ayah. Aku membutuhkanmu.
Aku ingin berada di sampingmu saat kita melakukan foto keluarga, Bu. Yang aku minta hanyalah kesempatan yang sama yang ibu miliki: hidup. Jika ibu tidak mendengarkan teriakanku ini, aku berusaha untuk tetap mengerti pilihan yang Ibu putuskan. Tidak apa-apa, Bu. Jangan menangis. Mungkin memang aku harus pergi untuk menghapus tangisanmu itu. Jika ini terakhir kalinya aku bisa mendengarkan suara ibu yang terus meminta maaf, aku ingin ibu tahu bahwa aku memaafkan engkau. Aku harap ibu juga bisa memaafkan diri ibu sendiri.

Meski hidupku berakhir di sini, semoga kenangan tentangku akan terus hidup di dalam dirimu ya, Bu.
Sampai jumpa, ibu.
Salam sayang,
Anakmu yang belum sempat dilahirkan.