Trauma Bonding: Ciri-Ciri, Penyebab, dan Cara Mengatasi

- Kondisi Trauma Bonding: Keterikatan hormonal dari kekerasan berulang dengan perilaku positif sesekali, tidak hanya dalam hubungan romantis tapi juga orangtua-anak.
- Tanda Terjebak: Menolak redflags, isolasi diri, dan membenarkan tindakan pelaku kekerasan.
- Siklus Trauma Bonding: Tension building, the incident of violence, reconciliation, dan calm. Tips: ekspresikan emosi melalui tulisan, minta saran dari orang lain, lakukan positive self talk & care.
Trauma bonding merupakan keadaan ketika seseorang memiliki hubungan yang begitu kuat dengan orang lain yang menyebabkan trauma dalam dirinya. Misalnya, kamu tetap bertahan dengan pacar yang pernah melakukan kekerasan fisik ataupun psikis padamu. Walau sekilas tampak tidak masuk akal dan terkesan 'bodoh', namun kondisi ini merupakan hal yang benar-benar terjadi di dunia nyata.
Beberapa dari kita mungkin bertanya-tanya mengapa hal ini bisa terjadi. Kok mau sih tetap bertahan dengan orang yang memberikan trauma dalam diri? Emang di dunia ini hanya ada dia satu-satunya?Trauma bonding memang merupakan kondisi yang cukup kompleks dan rumit. Yuk, kita pahami sama-sama di bawah ini!
1. Apa itu trauma bonding?

Ketika kita dihadapkan pada sebuah kekerasan atau pengabaian dari orang lain yang memunculkan perasaan tidak nyaman, kita secara otomatis akan berharap mendapatkan hal sebaliknya. Namun, saat perlakuan tersebut didapatkan dari orang yang kita sayangi, otak akan mengasosiasikan hal tersebut sebagai bentuk keamanan. Hal inilah yang menjelaskan mengapa seseorang bisa terjebak dalam kondisi trauma bonding.
Trauma bonding merupakan keterikatan hormonal yang tercipta dari kekerasan yang berulang disertai dengan adanya perilaku positif sesekali. Para korban akan menyimpan hubungan emosional yang mendalam dengan para pelaku tanpa peduli trauma yang sudah disebabkan. Hal ini bukan hanya terjadi pada konteks hubungan romantis, tapi juga pada konteks lainnya, seperti hubungan orangtua dan anak.
2. Bagaimana ciri-cirinya?

Berikut beberapa tanda yang menunjukkan bahwa seseorang terjebak dalam kondisi trauma bonding:
- Menolak mengakui redflags yang ada pada pasangan atau orang lain
Mereka yang mengalami trauma bonding akan menolak atau denial pada sinyal-sinyal toxic yang ada dalam hubungannya. Mereka memilih mengabaikan dan seakan tidak melihat hal-hal negatif yang ada dalam diri pasangannya. Salah satu cara yang biasa dilakukan ialah dengan tidak membicarakan kekerasan atau trauma yang pernah dialami selama menjalani hubungan tersebut kepada orang lain. Padahal, bahkan tanpa diceritakanpun, orang lain bisa melihat adanya kekerasan itu.
- Cenderung mengisolasi diri
Dilansir health.clevelandclinic.org, trauma bonding juga akan membuat seseorang cenderung menutup diri atau mengoisolasi diri dari dunia sosial. Mereka akan merahasiakan emosi yang dirasakan, pendapat yang bertentangan dengan pasangannya, dan lain sebagainya. Mereka akan menolak untuk berbagi tentang hal tersebut dengan pasangannya sendiri maupun orang sekitar.
- Membenarkan tindakan pelaku kekerasan
Ciri terakhir adalah adanya kecenderungan untuk menjustifikasi atau membenarkan tindakan kekerasan yang telah dialami. Misalnya, pasanganmu meminta pin ATM mu secara terpaksa tanpa alasan yang jelas. Namun, saat menceritakan hal tersebut kepada orang lain, kamu justru menganggap seolah-olah hal tersebut adalah bentuk penjagaan atas kondisi finansialmu.
3. Mengapa bisa terjadi?

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, trauma bonding berkaitan dengan respon hormonal dalam otak manusia. Berikut siklus yang terjadi saat kamu mengalami trauma bonding:
- Tension building
Pada tahap pertama, pelaku akan memiliki perasaan kesal, marah atau stres dengan para korbannya.
- The incident of violence
Dari emosi-emosi tersebut, para pelaku akhirnya meluapkan kekesalannya kepada korban dalam bentuk kekerasan, entah itu kekerasan fisik maupun psikis. Misalnya, berteriak, melempar benda-benda sekitar, atau bahkan memukul korban.
- Reconciliation
Setelah insiden kekerasan terjadi, terbitlah rekonsiliasi. Pada tahap ini, para pelaku akan bersikap sebaik mungkin kepada para korban, misalnya dengan membelikan hadiah yang disukai, mengabulkan permintaan korban dan lain sebagainya demi menyenangkan hati para korban. Di tahap inilah, trauma bonds mulai meningkat. Korban akan mengalami kekerasan atau pengabaian, namun setelahnya akan mengalami dopamine release yang menyebabkan munculnya rasa bahagia.
- Calm
Setelah fase tersebut, hubungan akan berada pada fase netral. Pada kondisi ini, baik korban maupun pelaku kekerasan secara sengaja maupun tidak sengaja akan menjustifikasi atau membenarkan tindakan yang pernah dilakukan. Saat emosi-emosi negatif itu muncul kembali, fase ini akan kembali terulang dari awal.
4. Bagaimana cara mengatasinya?

Berikut beberapa tips yang bisa kamu lakukan agar tidak terjerumus dalam kondisi toxic begitu lama. Simak sampai habis agar tidak berlarut terlalu dalam, ya!
- Ekspresikan emosimu melalui tulisan
Menulis seringkali menjadi cara utama untuk menyembuhkan kondisi psikis seseorang, termasuk saat terjebak dalam kondisi trauma bonding. Cobalah untuk menuliskan secara jelas tindakan dan perilaku menyakitkan yang pernah dilakukan oleh pasanganmu. Catatan ini akan membantumu untuk mengenali pola perilaku kekerasan yang ia lakukan dan memudahkan dirimu menilai secara objektif hubungan yang sedang dijalani.
- Minta dan dengarkan saran dari orang lain
Kita seringkali sulit menilai suatu kejadian secara objektif apalagi bila kejadian tersebut berhubungan dengan diri sendiri. Untuk itu, terkadang kita butuh pandangan orang lain sebagai pihak luar yang lebih objektif dan lebih rasional. Namun, hal ini harus kamu mulai dengan berani menceritakan apa yang sudah kamu alami dalam hubunganmu. Jadi, jangan terlalu menyembunyikan atau merahasiakan apa yang sedang kamu alami, ya!
- Lakukan positive self talk & care
Terjebak dalam hubungan yang toxic cenderung akan menyebabkan harga diri menurun. Untuk itu, memberikan afirmasi positif pada diri sendiri dan melakukan hal-hal untuk merawat harga diri itu akan menjadi hal yang sangat bermanfaat untuk memutuskan hubungan dengan para pelaku. Selain itu, melakukan self-care juga akan membantu proses penyembuhan setelah mengalami trauma yang mendalam. Self-care bisa dilakukan dengan journaling, bermeditasi, dan lain sebagainya.
Namun, saat kamu merasa trauma yang dialami sudah cukup serius dan sulit untuk memutuskan bonding dengan para pelaku, kamu sangat dianjurkan untuk meminta bantuan para profesional. Atau, saat kamu mengetahui orang terdekat mengalami hal serupa dan memberikan dampak yang berbahaya, segeralah meminta mereka untuk bertemu para profesisonal. Trauma bonding merupakan suatu kondisi yang berbahaya dan merugikan. Jadi, jangan dibiarkan, ya!