Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

7 Larangan yang Menghambat Perkembangan Perempuan, Stop Sekarang Juga!

ilustrasi seorang perempuan (pexels.com/Kampus Production)
ilustrasi seorang perempuan (pexels.com/Kampus Production)

Makin ke sini makin banyak kesempatan yang bisa diambil perempuan buat memajukan hidupnya. Akan tetapi, di tengah masyarakat termasuk lingkup yang lebih kecil yaitu keluarga masih kerap dijumpai banyak larangan tertuju pada perempuan. Generasi yang lebih tua khususnya sering mewariskan larangan-larangan yang malah menghambat perempuan.

Padahal, baik pria maupun perempuan punya hak yang sama untuk mengembangkan diri serta memajukan hidupnya. Justru kian banyak larangan yang membatasi kiprah perempuan dapat membahayakan masa depan mereka. Perempuan seperti dihalangi menjadi dirinya sendiri serta mengoptimalkan kemampuan-kemampuannya.

Kaum perempuan harus diberi ruang gerak yang lebih luas supaya kesenjangan antara mereka dengan pria makin berkurang. Tujuh larangan di bawah ini sudah gak sesuai lagi dengan kehidupan sekarang.

Pihak-pihak yang masih berpikiran sempit mesti membuka diri. Selagi perempuan sendiri memperjuangkan hak-haknya, pria juga kudu memberikan dukungan penuh.

1. Larangan sekolah tinggi-tinggi dan menjadi lebih pintar

ilustrasi wisuda (pexels.com/RDNE Stock project)
ilustrasi wisuda (pexels.com/RDNE Stock project)

Mungkin kamu juga beberapa kali mendengar kalimat seperti, buat apa perempuan sekolah tinggi-tinggi? Atau, jadi perempuan gak usah terlalu pintar. Nanti bikin pria minder. Coba pikirkan kalimat-kalimat di atas. Kepandaian perempuan tidak perlu dikaitkan dengan pria. Masa perempuan mesti bertahan dalam kebodohan demi mengangkat ego seorang pria?

Pria yang gampang minder di depan perempuan cerdas semata-mata menunjukkan kualitas dirinya yang kurang. Ia merasa terancam tanpa motivasi untuk lebih mengembangkan diri. Sama sekali tidak ada kesalahan perempuan di situ. Maka perempuan jangan mau dikambinghitamkan atas perasaan insecure lawan jenisnya.

2. Larangan bekerja

ilustrasi pencapaian (pexels.com/RDNE Stock project)
ilustrasi pencapaian (pexels.com/RDNE Stock project)

Larangan ini sangat menghambat bagi kemandirian finansial perempuan. Posisi mereka menjadi amat rentan apabila pria yang diandalkan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya tak lagi menjalankan peran tersebut. Penyebabnya dapat karena suami atau orangtua kena PHK, sakit, bahkan meninggal dunia.

Bisa juga seorang suami menelantarkan istrinya. Andai pun suami masih memberikan uang untuk kebutuhan sehari-hari, perempuan yang tidak bekerja kurang leluasa dalam menggunakan uang itu. Ini bisa bikin perempuan diam-diam selalu mencemaskan masa depannya bersama anak-anak. Tingkat stresnya menjadi tinggi bahkan saat suami masih menafkahi.

3. Larangan pergi dengan lawan jenis apa pun alasannya

ilustrasi suasana kantor (pexels.com/RDNE Stock project)
ilustrasi suasana kantor (pexels.com/RDNE Stock project)

Niat baik menjaga keselamatan perempuan hendaknya tidak menjadi pedang bermata dua. Apabila perempuan dilarang pergi bersama lawan jenis apa pun keperluannya malah menyusahkan mereka. Perempuan yang sedang tidak membawa kendaraan sendiri menjadi gak bisa naik taksi atau ojek.

Begitu juga perempuan yang bekerja tak leluasa bertugas ke luar kota atau sekadar rapat dan menemui klien lawan jenis di luar kantor. Harus ada konteks yang lebih jelas untuk larangan tersebut.

Misalnya, larangan hanya berlaku jika pria itu asing, tidak asing tetapi sikapnya mencurigakan, atau keperluannya gak jelas. Dengan demikian, perempuan masih bisa beraktivitas dengan lancar.

4. Larangan memiliki dan menyatakan pendapat sendiri

ilustrasi berbicara (pexels.com/Mikhail Nilov)
ilustrasi berbicara (pexels.com/Mikhail Nilov)

Semua manusia yang dalam keadaan sehat jasmani dan rohani dianugerahi kemampuan buat berpikir. Ini bikin siapa pun seharusnya boleh memiliki pendapatnya sendiri tentang apa saja. Kemampuan berpikir bukan hanya milik jenis kelamin tertentu, misalnya pria. Perempuan tidak perlu selalu hanya menurut pada lawan jenisnya.

Sebaliknya, pria juga wajib menghargai pendapat perempuan dalam segala hal. Jadikan pandangan perempuan sebagai penyeimbang sudut pandangnya sendiri. Respons perbedaan pendapat antara pria vs perempuan dengan kepala dingin dan pikiran terbuka.

Bukan ujung-ujungnya pria melecehkan pendapat serta takdirnya sebagai perempuan. Kalau pria pun mesti menghormati pendapat perempuan, apalagi sesama perempuan. Jangan sampai sebagian perempuan malah memberikan cap negatif pada perempuan lain yang vokal menyuarakan pendapat-pendapatnya.

5. Larangan mengambil keputusan dan memimpin

ilustrasi tiga perempuan (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)
ilustrasi tiga perempuan (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Perempuan perlu diberi kepercayaan sekaligus membuktikan dirinya mempunyai kemampuan dalam pengambilan keputusan serta kepemimpinan. Jangan sampai keputusan yang seharusnya bersifat pribadi pun diharuskan untuk dikonsultasikan dulu dengan orang lain. Aturan seperti ini justru membuat mereka tambah sering bimbang.

Pun orang lain belum tentu memahami sesuatu lebih baik daripada perempuan yang menjalaninya langsung. Perempuan sebagai pemimpin organisasi juga gak boleh dipandang sebagai hal yang aneh dan tak semestinya. Berikan kesempatan untuk perempuan membuktikan kemampuan terbaiknya dalam memimpin anak buah.

6. Larangan duluan menyatakan cinta atau mengakhiri hubungan

ilustrasi pasangan (pexels.com/Yan Krukau)
ilustrasi pasangan (pexels.com/Yan Krukau)

Larangan ini tidak masuk akal sebab perasaan milik semua orang. Kenapa pria dibebaskan bahkan didorong untuk berani mengungkapkan cintanya, sedangkan perempuan seperti dibungkam? Kalau larangan seperti ini dilanggengkan, perempuan seolah-olah menjadi korban dari perasaannya sendiri.

Mereka kadung mencintai seseorang dengan begitu dalam. Tapi karena perasaan itu tak pernah diungkapnya menjadi gak ada peluang bersambut. Padahal sama seperti perempuan mempertimbangkan pernyataan cinta pria, pria juga pasti berpikir serius apabila ditembak duluan. Jangan malah perempuan yang berani mengungkapkan cintanya dicap gak tahu tata krama.

Perempuan pun mesti diberi hak bila hendak mengakhiri hubungan. Mereka jangan senantiasa ditempatkan sebagai pihak yang diputuskan atau diceraikan. Larangan perempuan menjadi pihak pertama yang menginginkan perpisahan dapat menjebaknya dalam hubungan toksik yang berkepanjangan.

7. Larangan bertualang di alam dan berolahraga berat

ilustrasi angkat beban (pexels.com/Li Sun)
ilustrasi angkat beban (pexels.com/Li Sun)

Sama seperti poin 3, larangan ini biasanya didasarkan oleh pertimbangan akan keamanan. Akan tetapi, jangan lupa bahwa perempuan juga mampu belajar melindungi diri mereka dan mengurangi potensi bahaya. Demikian pula perempuan bakal lebih aman kalau pria diajari untuk tidak secara sengaja membahayakannya.

Solusi meningkatkan keamanan perempuan bukan dengan melarangnya melakukan ini itu. Perempuan boleh saja bertualang di alam bebas. Asalkan kesukaannya dibarengi dengan berbagai pengetahuan terkait medan, skill bertahan hidup, serta cara mencari bantuan jika diperlukan.

Perempuan juga gak usah dilarang berolahraga berat. Dengan catatan ada pendampingan ahli terutama di awal-awal untuk mengurangi risiko cedera. Ini sama saja dengan pria yang baru pertama menjajal olahraga berat tidak dianjurkan melakukannya sendirian.

Banyaknya larangan untuk perempuan akan menjadi beban sekaligus hambatan bagi kemajuan mereka. Baik pria maupun perempuan semestinya sama-sama didukung agar bersemangat dalam mengembangkan diri. Pikiran yang terbuka serta suportif terhadap perempuan perlu dimiliki oleh semua orang. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Marliana Kuswanti
EditorMarliana Kuswanti
Follow Us