Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kisah Habaib Al Mukarramah Suarakan Isu Climate, Aksi Nyata untuk Bumi

Nurul Habaib Al Mukarramah (Lulu) saat menerima IDN Times YCW 2025 (dok. IDN Times)
Nurul Habaib Al Mukarramah (Lulu) saat menerima IDN Times YCW 2025 (dok. IDN Times)
Intinya sih...
  • Perubahan iklim rentan terhadap dampak krisis iklim, seperti kenaikan suhu dan bencana alam yang semakin sering terjadi.
  • Lulu adalah salah satu suara aktif yang menyuarakan isu lingkungan dan perubahan iklim serta mengambil langkah konkret dalam perjuangannya.
  • Lulu menjadi ambassador of Global Youth Climate Network dan membangun platform Climate Catalysts Indonesia untuk mendukung edukasi, kampanye, dan aksi nyata generasi muda dalam isu lingkungan.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Perubahan iklim menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dunia saat ini, termasuk Indonesia. Negara kepulauan ini rentan terhadap dampak krisis iklim, seperti kenaikan suhu, cuaca ekstrem, dan bencana alam yang semakin sering terjadi. Selain itu, perubahan iklim juga berdampak pada ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat, terutama di daerah pesisir yang terancam tenggelam akibat naiknya permukaan air laut.

Di tengah tantangan tersebut, Nurul Habaib Al Mukarramah atau akrab disapa Lulu, hadir sebagai salah satu suara yang aktif menyuarakan isu lingkungan serta climate. Ia melihat langsung bagaimana perubahan iklim mempengaruhi kehidupan sehari-hari dan bertekad untuk mengedukasi masyarakat serta mendorong aksi nyata dalam menjaga bumi.

Tidak hanya berbicara, Lulu juga mengambil langkah konkret dalam perjuangannya. Ia aktif dalam berbagai kampanye lingkungan, mengedukasi masyarakat, serta menggagas program-program keberlanjutan. Beberapa waktu lalu, Lulu pun mendapatkan penghargaan IDN Times Youth Climate Awards.

IDN Times pun berkesempatan melakukan wawancara khusus bersama Lulu pada Minggu (26/1/2025) secara daring. Ia menceritakan perjalanannya selama aktif bersuara di bidang climate serta beberapa tantangan yang dihadapinya.

1. Ketertarikannya pada isu lingkungan bertumbuh sejalan dengan proses Lulu belajar dan meneliti

Nurul Habaib Al Mukarramah (Lulu) (dok. pribadi)
Nurul Habaib Al Mukarramah (Lulu) (dok. pribadi)

Sebagai informasi, Lulu memiliki latar belakang pendidikan di hukum internasional di bangku kuliah. Awalnya, ketertarikannya pada isu lingkungan belum sebesar saat ini. Dalam satu waktu, ada sesi pembelajaran yang membahas tentang kebakaran hutan dan lahan, yang membuka wawasannya bahwa permasalahan lingkungan juga memiliki aspek hukum internasional yang penting.

Kesempatan lebih besar datang ketika dosennya mengajak meneliti aturan hukum terkait pencemaran sampah plastik di wilayah kepulauan Indonesia. Dari penelitian ini, ia semakin memahami dampak besar sampah plastik terhadap ekosistem laut dan keberlangsungan hidup manusia. Kesadaran akan urgensi permasalahan ini, mendorongnya untuk tidak hanya sekadar memahami, tetapi juga berbicara dan beraksi.

"Semakin saya riset, semakin saya sadar bahwa ini parah dan bisa memperparah keberlangsungan hidup manusia. Makanya saya pikir, kalau misalnya saya tahu dan saya diam saja ya, it's not fair. Di situ adalah titik awal saya tertarik untuk belajar soal isu lingkungan dan saya mulai mengeksplor dunia tentang lingkungan yang menurut saya itu banyak sekali areanya," tuturnya.

Proses belajarnya terus berkembang hingga akhirnya ia semakin fokus pada isu perubahan iklim. Pengalaman di sekolah lingkungan hidup yang diadakan oleh sebuah NGO serta di University of Glasgow, semakin membuka matanya terhadap ketidakadilan iklim yang banyak dirasakan oleh kelompok rentan, terutama di tingkat lokal. Lulu menyadari bahwa keputusan iklim global yang dinegosiasikan oleh para pemimpin dunia, memiliki dampak besar terhadap kebijakan nasional dan lokal. Kesadaran ini membawanya untuk terlibat lebih jauh, termasuk dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB (UNFCCC COP-26) di Glasgow.

2. Ia juga tergabung dalam ambassador of Global Youth Climate Network

Nurul Habaib Al Mukarramah (Lulu) (dok. pribadi)
Nurul Habaib Al Mukarramah (Lulu) (dok. pribadi)

Perjalanan Lulu berkiprah di bidang climate pun, berlabuh pada beberapa titik. Salah satunya ketika ia jadi ambassador of Global Youth Climate Network. Climate Ambassadorship yang diselenggarakan oleh Global Youth Climate Network, merupakan program prestisius yang bertujuan untuk melibatkan anak muda dalam aksi perubahan iklim di tingkat global dan lokal.

Program ini diinisiasi oleh World Bank Group Youth to Youth Community dan bersifat sangat selektif dalam memilih peserta. Pada tahun 2023, Lulu berhasil menjadi satu-satunya perwakilan dari Indonesia di antara 150 Global Ambassadors yang terpilih dari lebih dari 2.000 pelamar.

Melalui program ini, Lulu semakin memahami pentingnya kolaborasi lintas disiplin dalam menghadapi krisis iklim. Ia bertemu dengan berbagai aktivis yang memiliki latar belakang beragam, mulai dari hukum, ekonomi, hingga teknik, yang semuanya memiliki pendekatan berbeda dalam menyelesaikan permasalahan iklim.

"Dan pada akhirnya, kemarin kami collaborate. Misalnya, untuk melaksanakan kampanye Earth Day, buat satu serial podcast. Nnamanya Voice on Climate dan itu tuh betul-betul saya mencoba untuk memberikan atau menyebarluaskan informasi atau pengetahuan tentang iklim dan lingkungan dari sudut pandang anak muda yang latar belakangnya itu beragam gitu," lanjut Lulu.

Melalui program ini pula, Lulu dapat membangun jaringan dengan sesama aktivis iklim, yang akhirnya mempertemukan mereka dalam konferensi internasional seperti COP-28 di Dubai. Program ambasadorship ini membuka peluang bagi Lulu untuk semakin memperkuat peran dalam advokasi iklim dengan jaringan yang lebih luas dan dukungan yang lebih solid.

3. Lulu juga membangun platform bernama Climate Catalysts Indonesia

Nurul Habaib Al Mukarramah (Lulu) (dok. pribadi)
Nurul Habaib Al Mukarramah (Lulu) (dok. pribadi)

Selain itu, Lulu membangun platform yang dinamakan dengan Climate Catalysts Indonesia. Climate Catalyst lahir dari keresahan terhadap rendahnya keterlibatan anak muda dalam isu perubahan iklim. Menurutnya, masih banyak anak muda yang menganggap isu iklim ini terlalu kompleks dan jauh dari kehidupan sehari-hari. Lulu bersama dua rekannya membangun inisiatif ini dengan tujuan menjembatani kesenjangan pemahaman dan mendorong partisipasi aktif generasi muda dalam isu lingkungan.

"Sebenarnya anak-anak muda itu punya suara yang besar. Punya skills yang mumpuni untuk dipergunakan dan dimanfaatkan agar kita bisa membawa masalah perubahan iklim yang ada di sisi lokal ini, ke para pemimpin global. Itulah yang menjadi landasan kenapa kami mencetuskan Climate Catalyst ini," jelas alumnus Universitas Hasanudin itu.

Berangkat dari prinsip ini, Climate Catalyst berfokus pada tiga pilar utama, yakni Climate Learning, Climate Campaign, dan Climate Action. Pilar pertama bertujuan untuk memberikan edukasi dasar tentang iklim, yang kemudian jadi landasan dalam merancang strategi kampanye. Setelah pengetahuan dan strategi terbentuk, barulah aksi nyata bisa dilakukan untuk menciptakan dampak yang lebih luas.

Untuk mewujudkan visi tersebut, Climate Catalyst menjalankan berbagai program yang mendukung edukasi dan kampanye kolaboratif antargenerasi. Melalui pilar Climate Learning, mereka menyediakan berbagai sumber edukasi agar anak muda dapat memahami bahwa perubahan iklim adalah isu yang dekat dengan kehidupan mereka.

Kemudian, dengan pilar Climate Campaign, mereka merancang berbagai kampanye kreatif yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran publik. Akhirnya, melalui Climate Action, mereka mendorong aksi konkret demi masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.

4. 'Menerjemahkan' isu lingkungan pada masyarakat selalu memiliki tantangan tersendiri bagi Lulu

Nurul Habaib Al Mukarramah (Lulu) (dok. pribadi)
Nurul Habaib Al Mukarramah (Lulu) (dok. pribadi)

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi Lulu dalam advokasi isu iklim dan lingkungan adalah bagaimana menyederhanakan istilah teknis agar mudah dipahami masyarakat luas. Banyak laporan atau unggahan terkait iklim menggunakan bahasa yang terlalu rumit sehingga tidak semua orang dapat mengerti atau merasa terdorong untuk terlibat.

Selain itu, tantangan lainnya adalah mendorong kesadaran dan keterlibatan masyarakat. Tidak semua orang memiliki ketertarikan atau keinginan untuk berkontribusi dalam gerakan iklim. Karenanya, pendekatan yang paling efektif adalah memengaruhi pola pikir mereka.

"Giat-giat yang dilakukan itu selalu fokus ke changing mindset. Saya pikir bahwa kita harus bisa melakukan aksi yang membuat orang-orang paham bahwa masalah iklim itu berdampak ke meja makan kita, berdampak ke hidup kita, berdampak ke keseharian kita. Dengan cara itu, masyarakat di lapisan umur mana pun bakal sadar sendiri dan merasa, 'Oh, ini pressing issue.'," tutur Lulu.

5. Mengapa isu climate urgent untuk tetap dibahas dan disuarakan?

Nurul Habaib Al Mukarramah (Lulu) (dok. pribadi)
Nurul Habaib Al Mukarramah (Lulu) (dok. pribadi)

Indonesia sebagai negara kepulauan, menghadapi ancaman serius akibat krisis iklim, terutama karena kenaikan permukaan air laut. Data dari IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) menunjukkan bahwa dalam beberapa tahun mendatang, negara-negara kepulauan seperti Indonesia berisiko tenggelam jika tidak ada upaya mitigasi yang serius.

Contohnya, studi dari United Nations Habitat pada tahun 2010, sudah memperingatkan bahwa permukaan air laut di Makassar diperkirakan akan naik 56 cm akibat perubahan iklim. Namun, hingga kini, respons terhadap ancaman ini masih minim, bahkan Indonesia belum memiliki pemetaan yang jelas mengenai kerentanan bencana akibat perubahan iklim. Tanpa data yang akurat, sulit bagi pemerintah untuk merancang kebijakan berbasis bukti yang efektif dalam mengatasi dampak perubahan iklim.

"Masalah iklim itu bisa berdampak kepada mereka tidak hanya dari sisi lingkungan, tetapi kehidupan ekonomi dan juga kehidupan sosial mereka. Sayangnya, masalah-masalah ini tidak banyak diketahui oleh orang-orang, sehingga kebijakan kita atau respons atas isu itu kadangkala tidak sensitif terhadap apa yang terjadi di lapangan," ucap dia.

Hal ini mencerminkan adanya ketidakadilan iklim, di mana mereka yang tinggal di kota mungkin hanya membahas isu ini dari gedung-gedung tinggi, sementara masyarakat pesisir harus menghadapi dampaknya secara langsung. Ketidakadilan ini semakin diperparah dengan kurangnya regulasi yang secara khusus menegakkan keadilan iklim. Oleh karena itu, tantangan besar yang dihadapi Indonesia bukan hanya mitigasi perubahan iklim, tetapi juga memperbaiki tata kelola kebijakan agar lebih inklusif dan berorientasi pada keadilan bagi seluruh masyarakat.

6. Small steps yang bisa kita lakukan untuk mulai menyuarakan isu iklim

Nurul Habaib Al Mukarramah (Lulu) (dok. pribadi)
Nurul Habaib Al Mukarramah (Lulu) (dok. pribadi)

Lulu membagikan beberapa tips bagi kita yang mulai akan menyuarakan isu iklim. Menurutnya, the first step is always challenging. Hal yang sangat penting untuk dimulai adalah memperkuat pengetahuan dasar tentang iklim dan lingkungan. Kita bisa menyesuaikannya dengan gaya belajar masing-masing. Kita bisa memilih berbagai media seperti podcast, video, atau kegiatan fisik yang dapat memperdalam pemahaman kita.

Selain itu, niat yang kuat menjadi pendorong utama untuk mengubah perhatian kita jadi aksi nyata, yang bisa membawa dampak positif bagi iklim dan lingkungan. Misalnya, dari tindakan kecil sehari-hari seperti membawa tumbler.

"Ketika kita sudah punya fondasi yang kuat, kita bisa mulai perubahan itu dari diri kita sendiri. Karena seringnya, actions influence others. Misalnya, konsisten bawa tumbler ke mana-mana. Itu kan sebenarnya subtle ways atau cara-cara yang tidak secara langsung bisa menyebarkan informasi bahwa ini adalah salah satu langkah biar lingkungan kita lebih baik dan iklim kita juga bisa lebih baik dibanding kemarin-kemarin," saran perempuan yang pernah menjadi relawan di berbagai kegiatan lingkungan itu.

Sampai sekarang, Lulu aktif menyuarakan dan menggaungkan isu iklim kepada khalayak. Karena Lulu pun percaya, semua perubahan besar itu dimulai dari langkah kecil.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nisa Zarawaki
Febriyanti Revitasari
Nisa Zarawaki
EditorNisa Zarawaki
Follow Us