“Saya ingin menghadirkan perasaan tenang, bukan hanya lewat visual, tapi juga lewat pengalaman yang dirasakan dari setiap lapisan kain,” ujar Sapto Djojokartiko, menegaskan bahwa setiap helaian busana dalam koleksi ini bukan sekadar estetika, tetapi refleksi diri di tengah dunia yang bising, pada pagelaran koleksi Spring/Summer 2026 jenama miliknya, Selasa (14/10/2025).
Menjahit Kelelahan Dunia ala Sapto Djojokartiko di Spring/Summer 2026

- Keindahan lahir dari kelelahan, menjadi bentuk eskapisme yang bukan pelarian, melainkan perenungan.
- Arsip rancangan lamanya dihidupkan kembali dengan motif lokal dan tafsir ulang presisi.
- Setiap detail hasil kerja tangan penuh kesabaran, menciptakan kompleksitas visual yang jujur dan tidak bisa disalin mesin.
Jakarta, IDN Times - Di dunia yang penuh riuh, Sapto Djojokartiko memilih diam-diam yang lembut, namun sarat makna. Melalui koleksi Spring/Summer 2026, sang maestro mode ini menghadirkan busana sebagai ruang napas dan renungan, tempat di mana keindahan menjadi pelipur dari keletihan zaman. Di tengah konflik global, hiruk pikuk opini, dan krisis eksistensi yang tak berkesudahan, koleksi ini seolah menjadi doa yang dijahit dengan ketelitian dan cinta.
1. Keindahan yang lahir dari kelelahan

Sapto memulai koleksi ini dari sebuah titik, yakni kelelahan. Namun, dari lelah itu lahir semangat untuk mencipta ulang kehidupan, sebuah bentuk eskapisme yang bukan pelarian, melainkan perenungan. Ia melihat bagaimana tekanan seringkali melahirkan ekspresi baru, sebagaimana Roaring Twenties muncul setelah Perang Dunia I atau bagaimana swing dan jazz menjadi pelarian di tengah Depresi Besar.
Dari refleksi sejarah itu, Sapto membangun narasi tentang manusia yang tak pernah berhenti bermimpi, bahkan di saat paling gelap. Lapisan kain, tekstur, dan warna menjadi simbol perjalanan batin, menghadirkan harapan dalam bentuk busana yang lembut sekaligus kokoh, melayang namun membumi.
2. Arsip yang dihidupkan kembali

Koleksi ini menjadi dialog antara masa lalu dan masa kini. Sapto membuka kembali arsip rancangan lamanya, namun bukan untuk mengulang, melainkan menafsir ulang dengan presisi dan kedalaman baru.
Motif kotak yang dulu sederhana kini hadir dalam bentuk bordir tiga dimensi yang menyerupai anyaman tangan, seolah menghidupkan tekstur yang berdenyut di bawah cahaya. Motif buah mengkudu, simbol penyembuhan dalam tradisi Nusantara, bertemu dengan bordir kuda bertema ombak, menandakan kekuatan dan keseimbangan.
“Saya ingin membawa elemen lokal ke ranah yang lebih kontemporer, tapi tetap menjaga ruhnya,” ungkap Sapto, menegaskan kesetiaannya pada akar tradisi yang selalu menjadi denyut karyanya.
3. Jejak tangan, jiwa yang tak bisa disalin mesin

Setiap detail dalam koleksi ini adalah hasil kerja tangan yang penuh kesabaran. Sulaman, kepangan, dan bordir halus diolah secara manual oleh para perajin terampil menciptakan kompleksitas visual yang mustahil disalin oleh mesin. Di sinilah letak kejujuran karya Sapto, perihal waktu, dedikasi, dan ketekunan.
Gaun-gaun dari organza transparan dan sifon melayang menjadi seperti bayangan perasaan yang berlapis. Setiap potongan mengandung narasi, dari jaket jam pasir yang menegaskan bentuk tubuh tanpa kehilangan kelembutan, hingga celana berpotongan regular dengan tailoring yang menawan. Ini adalah bentuk seni yang berpikir, bukan hanya tampil.
4. Warna sebagai bahasa emosional

Palet warna dalam koleksi ini berdenyut layaknya perjalanan emosi manusia, dari redup menuju terang. Ada krem pasir dan cokelat lava yang mengingatkan pada bumi dan kehangatan, berpadu dengan letupan warna capri blue, bonbon pink, hingga oranye sriracha yang menciptakan optimisme subtil.
Sapto menyebut palet ini sebagai “refleksi dari cahaya yang menembus kabut”. Ia tidak berusaha mencolok, tapi membiarkan warna berbicara dalam bisikan. Setiap rona adalah bentuk harapan, seolah mengajak penonton untuk melihat dunia dengan kacamata yang lebih lembut, lebih penuh cinta.
5. Panggung yang jujur dan narasi yang menggema

Panggung rancangan FFFAAARRR tampil dalam kesederhanaan arsitektural yang menakjubkan. Ducting udara yang disulap menjadi kursi dan bar, serta metal monokrom yang berpadu dengan karpet lembut. Ruang itu terasa seperti dunia yang belum selesai, memberi ruang bagi interpretasi dan imajinasi.
Kolaborasi dengan aktor Rukman Rosadi dan duo elektronik Mantra Vutura menciptakan atmosfer yang hidup. Suara, cahaya, dan tekstur berpadu seperti puisi visual yang menggetarkan. Setiap langkah model menjadi gema dari pesan Sapto, bahwa keindahan sejati sering lahir dari keterbatasan dan keheningan.
Melalui koleksi Spring/Summer 2026, Sapto Djojokartiko tak hanya merancang busana, tetapi ia menulis ulang kisah manusia tentang bertahan dan bermimpi. Koleksi ini adalah meditasi visual yang mengajarkan bahwa mode tak melulu soal tampilan luar, melainkan bahasa emosional yang mampu menenangkan hati.
Dalam dunia yang melelahkan, karya Sapto hadir sebagai pengingat halus, bahkan dari keletihan yang paling dalam, kita bisa menemukan kembali ketenangan. Di setiap helai kain yang dijahit dengan tangan dan hati, terselip pesan sederhana bahwa keindahan sejati bukan untuk dipamerkan, tapi untuk dirasakan.