Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Visi 2100 dan Peran Perempuan dalam Masa Depan Dunia, Sudah Siap?

Sesi plenary: Setting The Scene: Vision of 2100 dalam acara Girls Summit 2024 pada Sabtu (7/9/2024) di The Tribrata, Jakarta Selatan. (IDN Times/Delvi Ayuning)
Intinya sih...
  • Anak muda, khususnya perempuan, berperan penting dalam pembangunan berkelanjutan dan masa depan yang lebih adil
  • Girls Summit 2024 membantu mempersiapkan generasi muda menghadapi tantangan di masa depan dengan memberikan kontribusi penting untuk penyusunan peta jalan menuju tahun 2100
  • Masyarakat khususnya anak muda harus mengambil langkah drastis dan sangat kuat untuk mencapai tujuan SDGs pada tahun 2030 serta menyongsong visi 2100

Jakarta, IDN Times - Anak muda, khususnya perempuan, memiliki peran penting dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan serta menciptakan masa depan yang lebih adil dan sejahtera. Mereka juga sangat berperan dalam membentuk kehidupan dunia yang lebih baik di masa depan.  

Sejalan dengan hal tersebut, Yayasan Plan Internasional Indonesia (Plan Indonesia) bersama UN Foundation berkomitmen untuk memastikan suara anak perempuan dan perempuan muda dapat didengar serta memungkinkan mereka berkontribusi dan berperan aktif dalam inisiatif tersebut.

Melalui Girls Summit 2024, sebuah acara kolaborasi antara Plan Indonesia dan UN Foundation yang digelar pada Sabtu (7/9/2024) di The Tribrata, Jakarta Selatan, keduanya membantu mempersiapkan generasi muda menghadapi tantangan di masa depan dengan memberikan kontribusi penting untuk penyusunan peta jalan menuju tahun 2100.

Lantas, apa itu Visi 2100? Dan bagaimana peran perempuan dalam menyongsong masa depan dunia? Yuk, temukan jawabannya dalam acara Girls Summit 2024 pada sesi plenary “Setting The Scene: Vision of 2100” berikut ini.

1.Apa itu Visi 2100?

Sesi plenary: Setting The Scene: Vision of 2100 dalam acara Girls Summit 2024 pada Sabtu (7/9/2024) di The Tribrata, Jakarta Selatan. (IDN Times/Delvi Ayuning)

Ketika kita mendengar tahun 2100, mungkin sebagian besar dari kita akan terdiam sejenak, membayangkan seperti apa dunia pada masa itu. Memang, tahun 2100 masih terasa jauh dan kemungkinan besar generasi kita saat ini tidak akan mengalaminya. Akan tetapi, bagaimana dengan generasi yang akan datang?

Dalam sesi ini, kita akan diajak untuk membayangkan masa depan dan memikirkan bagaimana kondisi dunia pada tahun 2100. Visi ini mengandung tantangan sekaligus inspirasif tentang bagaimana kaum muda dapat berperan aktif dalam dunia yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Menurut Dwi Yuliawati Faiz, Head of Programmers UN Women, Visi 2100 dilandasi oleh keresahan dan kekhawatiran dirinya terhadap tidak tercapainya tujuan SDGs pada tahun 2030. SDGs sendiri merupakan singkatan dari Sustainable Development Goals, yaitu program pembangunan berkelanjutan yang disusun oleh negara-negara anggota PBB pada tahun 2015 dan diharapkan dapat tercapai pada tahun 2030.

“Ada 17 dimensi atau tujuan dalam SDGs. Nah, sekarang yang seharusnya bisa dicapai di tahun 2030, ternyata kita masih ketinggalan jauh. Jadi, ada banyak SDGs goals atau target yang tidak tercapai. Melihat indikasi seperti ini, kita dan masyarakat global sudah harap-harap cemas, nih. Ini bakal tercapai gak sih? Misalnya, pada dimensi ke-5 dari 17 dimensi SDGs, yaitu Kesetaraan Gender. Tadi mimpinya adalah bahwa 50 persen perempuan akan setara dengan laki-laki di ruang publik. Juga bahwa terdapat kesetaraan di mana setiap orang bisa mengakses air minum yang bersih misalnya, mengakses digital teknologi, berinovasi, dan lain-lain. Akan tetapi, apakah itu tercapai? Nah, mengingat bahwa SDGs ini kebetulan sepertinya tidak tercapai, hal itu membuat kita harus memiliki beberapa milestone lagi karena kita tahu bahwa 2030 adalah critical stage sebelum kita mencapai the next millennial untuk 2050 dan kemudian untuk generasi berikutnya,” tutur Dwi.

Dwi menambahkan, masyarakat khususnya anak muda, harus mengambil langkah drastis dan sangat kuat karena jika tidak, maka tujuan tersebut tidak akan tercapai. Visi ini melihat target dalam jangka panjang, melampaui generasi saat ini. Apabila SDGs tidak tercapai, tentu dampaknya akan besar, sehingga masyarakat harus memandang jauh ke depan. Tidak hanya berpikir sampai di tahun 2030, tetapi juga memikirkan apa yang akan terjadi setelahnya.

“Karena perempuan adalah setengah dari umat manusia. Tujuan yang lain tidak akan tercapai kalau tujuan ke-5 pada SDGs tidak tercapai. Jadi, itu penting untuk mendukung tujuan-tujuan yang lain. Jadi, yuk kita cek kembali. Kita lihat bagaimana ini semua. Ini bukan hanya tujuan pemerintah atau tujuan private sector, tetapi ini adalah tujuan semua masyarakat untuk bisa berkontribusi,” imbuh Dini Widiastuti, Executive Director Plan Indonesia.

2.Visi 2100 bukan sekadar sesuatu yang kita bayangkan, tetapi juga kita tentukan demi tercapainya kesejahteraan dunia di masa depan

Sesi plenary: Setting The Scene: Vision of 2100 dalam acara Girls Summit 2024 pada Sabtu (7/9/2024) di The Tribrata, Jakarta Selatan. (IDN Times/Delvi Ayuning)

Pada sesi ini, Yoris selaku Global Young Influencer, menekankan bahwa untuk mewujudkan visi 2100, masyarakat khususnya kaum muda, harus menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah climate change (perubahan iklim). Ia menceritakan bagaimana perubahan iklim memberikan dampak yang luar biasa terhadap lingkungan tempat tinggalnya, yaitu di Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT).  

“Jadi, pada tahun 2021, kami mengalami bencana yang diakibatkan oleh dampak perubahan iklim, yakni Siklon Tropis Seroja. Terjadi peningkatan suhu yang sangat ekstrem di wilayah Samudera Hindia sehingga terjadi pergerakan awan secara siklonik dari wilayah tersebut ke pulau-pulau di wilayah NTT. Hal itu, mengakibatkan hujan yang berkepanjangan selama satu minggu, sehingga terjadi bencana banjir dan tanah longsor,” terang sosok yang bernama asli Gregorius itu.

Menurut Yoris, ketika berbicara berdasarkan climate justice atau keadilan iklim, terdapat tiga hal utama. Pertama, kelompok marginal atau orang-orang yang sebetulnya tidak memberikan dampak atau kontribusi terhadap perubahan iklim, tapi justru adalah pihak yang paling terdampak dari perubahan iklim. Kedua, terkait intergenerational justice di mana generasi muda masa depan sudah diwarisi oleh berbagai permasalahan iklim dari generasi sebelumnya. Ketiga, negara-negara berkembang sangat membutuhkan dukungan dari negara maju agar dapat ikut berkontribusi dalam mengatasi dampak negatif dari perubahan iklim.

“Pada intinya, saya bergabung bersama Global Influencer Group dari Plan Indonesia itu karena kita bisa mendiskusikan kira-kira apa sih masukan dari kaum muda untuk Pact of the Future ini. Ada juga poin-poin kesepakatan dari para pemangku kepentingan global. Poin ini nanti akan ditindaklanjuti untuk apa? Jadi, kita semua yang ada di sini, perlu berpartisipasi secara aktif dan bermakna,” ujar Yoris.

“2100 adalah sesuatu yang saat ini belum kita bayangkan akan seperti apa. Tetapi sebetulnya, masa depan itu bukan hanya untuk kita bayangkan, melainkan juga kita tentukan mulai hari ini,” imbuh sosok yang memang climate youth activist, filmmaker, dan legal researcher itu.

3.Berpikir kritis, pola pikir terbuka, dan literasi digital jadi 3 aspek yang wajib dimiliki anak muda Indonesia untuk menghadapi tantangan 2100

Sesi plenary: Setting The Scene: Vision of 2100 dalam acara Girls Summit 2024 pada Sabtu (7/9/2024) di The Tribrata, Jakarta Selatan. (IDN Times/Delvi Ayuning)

Putri Alam selaku Director, Government Affairs and Public Policy Google Indonesia mengungkapkan, untuk menghadapi tantangan 2100, anak-anak muda Indonesia harus memiliki tiga aspek penting. Pertama, berpikir kritis (critical thinking) di mana aspek ini akan membantu anak-anak muda dalam memanfaatkan perkembangan teknologi yang sudah ada secara bijaksana.

Kedua, pola pikir yang terbuka (open mindside) di mana meningkatkan keterampilan sangat diperlukan mengingat teknologi baru akan bermunculan dan pekerjaan-pekerjaan lama dapat berpotensi digantikan oleh teknologi. Jadi, anak-anak muda harus mempunyai pola pikir yang terbuka, menemukan keterampilan baru, serta meningkatkan kemampuan yang sudah dimiliki agar dapat terus bersaing di tengah kemajuan teknologi.

Ketiga, literasi digital. Dengan berkembangnya teknologi baru, generasi muda perlu memanfaatkannya dengan tepat. Mereka harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam menggunakan teknologi secara efektif.

4.Anak-anak muda terutama perempuan muda tidak perlu takut untuk bermimpi

Sesi plenary: Setting The Scene: Vision of 2100 dalam acara Girls Summit 2024 pada Sabtu (7/9/2024) di The Tribrata, Jakarta Selatan. (IDN Times/Delvi Ayuning)

Seperti yang telah disebutkan, salah satu tantangan utama dalam menciptakan masa depan yang lebih adil dan sejahtera adalah mewujudkan kesetaraan gender. Namun, untuk mencapai hal itu tidaklah mudah. Walau begitu, keberanian dan tekad yang kuat jadi kunci untuk meraih kesetaraan. Hal ini diungkapkan oleh Putri Gayatri, alumni Girls Takeover 2021. Girls Takeover sendiri merupakan kegiatan yang memberi kesempatan kepada perempuan dan generasi muda untuk menjadi pemimpin BUMN dalam sehari.

“Isu perempuan tuh terpantik saat aku menginjak usia remaja, masih duduk di bangku SMP. Saat itu, tidak sedikit guru bertanya mengenai cita-cita. Terus, aku melihat banyak teman-temanku yang laki-laki memiliki cita-cita tinggi. Ada yang ingin jadi pengusaha sukses, presiden, dan direktur di sebuah perusahaan. Tapi, ketika aku mendengar teman-teman perempuanku, jawaban mereka adalah ingin jadi perawat, guru, atau pekerjaan-pekerjaan yang umum dilakukan oleh perempuan karen mungkin itulah profesi yang ada di depan mata kita saat itu,” ungkap Putri.

Norma masyarakat dan konstruksi sosial di lingkungan Putri yang mengharuskan perempuan menikah setelah mengalami menstruasi dan lulus sekolah, kemudian memotivasinya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi serta menjelajahi dunia luar. Berkat beasiswa Bidikmisi (sekarang KIP-Kuliah), Putri berhasil melanjutkan pendidikannya di sebuah perguruan tinggi di Bogor. Ia juga memanfaatkan kesempatan itu dengan menjelajahi berbagai komunitas dan bergabung dalam program Girls Takeover dari Plan Indonesia. Pengalaman berharga yang ia peroleh itu, masih memberikan dampak positif bagi dirinya hingga saat ini.

“Selain konstruksi sosialnya yang sering kali gak berpihak kepada perempuan, terkadang kitanya juga gak percaya diri, ya? Padahal, mungkin kapasitas kita lebih tinggi dari apa yang kita ragukan. Jadi, tetap nyalakan mimpinya ya teman-teman. Kalau mimpinya gak bikin teman-teman takut, berarti mimpinya belum cukup besar,” pungkas Putri seraya tersenyum.

Girls Summit 2024 adalah rangkaian pertemuan yang akan berkontribusi pada Pact of the Future dan akan diselesaikan pada Summit of the Future di New York pada September 2024. Melalui acara ini, terutama dalam sesi plenary "Setting The Scene: Vision of 2100," diharapkan seluruh lapisan masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan, bekerja sama untuk mewujudkan kesetaraan gender dan melibatkan kaum muda, khususnya perempuan muda, dalam menciptakan pemimpin yang mampu membawa perubahan positif di masa depan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febriyanti Revitasari
EditorFebriyanti Revitasari
Follow Us