Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Bahaya Toxic Masculinity yang Jarang Disadari, Pahami Bro!

ilustrasi lelaki
ilustrasi lelaki (pexels.com/ Omar Lopez)
Intinya sih...
  • Pria menahan emosi dan enggan mencari bantuan profesional, memicu depresi dan kecemasan.
  • Ekspresi kasih sayang ditahan, komunikasi minim, kedekatan emosional sulit tercapai.
  • Norma maskulinitas menyanjung sifat agresif, memicu kekerasan di rumah tangga maupun lingkungan sosial.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Secara sederhana, toxic masculinity adalah tekanan budaya yang memaksa pria untuk selalu kuat dan harus dominan. Meski terlihat sebagai sesuatu yang wajar, tetapi pola pikir ini bisa menimbulkan dampak serius, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Bahkan tidak jarang berisiko pada kesehatan mental dan mindset pria itu sendiri.

Selain berdampak bagi pria, toxic masculinity nyatanya juga bisa merusak hubungan sosial. Ketika interaksi terbentuk, mindset tentang maskulinitas ini memberikan pengaruh pada lingkungan. Untuk memahami dampak tersebut, simak lima bahaya toxic masculinity berikut, dan jangan mengabaikannya, ya.

1. Membahayakan kesehatan mental

ilustrasi lelaki tertawa
ilustrasi lelaki tertawa (pexels.com/ Andrea Piacquadio)

Pria yang terjebak dalam toxic masculinity seringkali menahan emosi mereka. Mereka tidak berani mengungkapkan rasa sedih, takut, atau bahkan stres karena takut dianggap lemah. Akibatnya, rombongan perasaan tersebut menumpuk dan bisa memicu depresi bahkan kecemasan.

Kondisi ini bikin banyak pria enggan mencari bantuan profesional. Padahal, kesehatan mental sama pentingnya dengan fisik. Tekanan untuk selalu terlihat kuat justru menjauhkan mereka dari jalan keluar yang sehat.

2. Menyebabkan hubungan sosial jadi dingin

ilustrasi lelaki tersenyum
ilustrasi lelaki tersenyum (pexels.com/ Elle Hughes)

Toxic masculinity mendorong pria untuk menekan ekspresi kasih sayang atau empati. Mereka merasa harus menjaga jarak supaya tetap terlihat tegas dan tangguh. Hal ini membuat hubungan dengan pasangan, teman, atau keluarga jadi terasa kaku.

Akibatnya, komunikasi jadi minim dan kedekatan emosional sulit tercapai. Dalam jangka panjang, pola ini bisa menciptakan kesepian bahkan dalam hubungan yang seharusnya hangat. Padahal, keintiman emosional justru yang bikin hubungan bertahan lama.

3. Memicu kekerasan dan agresi

Ilustrasi pria foto backlight
Ilustrasi pria foto backlight (freepik.com/cookie_studio)

Norma maskulinitas sering menyanjung sifat agresif. Pria diajarkan untuk menyelesaikan masalah dengan kekuatan fisik atau dominasi. Sayangnya, pola ini bisa memicu kekerasan, baik di rumah tangga maupun di lingkungan sosial.

Alih-alih menyelesaikan konflik dengan komunikasi, kebanyakan pria lebih memilih cara kasar. Hal ini bukan cuma berbahaya bagi orang lain, tapi juga memperburuk citra pria itu sendiri. Lama-lama, lingkaran kekerasan ini bisa merusak hubungan bahkan interaksi sosial.

4. Menghalangi perhatian pada diri sendiri

ilustrasi lelaki traveling
ilustrasi lelaki traveling (pexels.com/ Daniel Xavier)

Banyak pria menganggap merawat diri sebagai sesuatu yang kurang maskulin. Akibatnya, mereka sering mengabaikan kesehatan fisik, mental, bahkan penampilan. Hal-hal sederhana seperti pergi ke dokter atau menunjukkan rasa sakit dianggap tidak penting.

Padahal, self-care justru kunci untuk hidup sehat dan produktif. Toxic masculinity membuat pria menunda pengobatan karena ada hal-hal yang jauh lebih penting untuk dipikirkan. Akhirnya, mereka jatuh dalam kondisi kesehatan yang semakin parah. Dan kadang hal itu terlambat untuk disadari.

5. Membuat pria rentan terisolasi

ilustrasi lelaki murung
ilustrasi lelaki murung (pexels.com/ Andrea Piacquadio)

Ketika pria merasa tidak boleh menunjukkan kelemahan, mereka jadi enggan terbuka. Seiring bertambahnya usia, kebiasaan ini membuat mereka semakin kesepian. Banyak penelitian menunjukkan bahwa pria paruh baya adalah salah satu kelompok paling rentan mengalami isolasi sosial. Kesepian ini berdampak serius pada kesehatan, setara dengan bahaya merokok atau obesitas. Ironisnya, semua itu berawal dari tekanan untuk selalu terlihat kuat. Padahal, yang paling manusiawi adalah bisa berbagi perasaan dengan orang lain.

Toxic masculinity bukan hanya tentang cara pria menampilkan diri, tapi juga bagaimana masyarakat memandang maskulinitas. Selama budaya ini masih terus dipertahankan, dampaknya akan terus terasa, baik itu bagi pria maupun orang-orang di sekitarnya. Saatnya kita sama-sama mendukung maskulinitas yang sehat, yaitu sikap yang kuat tapi tetap penuh empati.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nabila Inaya
EditorNabila Inaya
Follow Us

Latest in Men

See More

7 Inspirasi OOTD Pakai Kacamata ala Aktor Nine Naphat, Classy Casual!

16 Sep 2025, 09:15 WIBMen