Sejarah Sepatu Hoka yang Punya Ciri Khas Sol Tebal

- Sejarah sepatu Hoka, awalnya dikenal sebagai sepatu trail
- Hoka Mafate menjadi model pertama dengan sol tengah tebal dan corak yang lebih banyak
- Deckers Brands mengakuisisi Hoka senilai USD 1,1 juta pada September 2012
Bagi pencinta lari tentu sangat menarik menyimak sejarah sepatu Hoka. Sepatu ini cukup populer di kalangan pelari, baik dari yang sekedar hobi maupun atlet profesional. Ciri khas Sepatu Hoka adalah desain sol tengah tebal yang memberi kenyamanan maksimal kepada penggunanya.
Tak sedikit orang yang mengira sepatu ini adalah sepatu lokal Indonesia. Padahal, sepatu Hoka adalah sepatu impor sekelas Nike, Adidas, Reebok, dan sejenisnya. Seperti apakah sejarah sepatu ini?
1. Sejarah sepatu Hoka, awalnya dikenal sebagai sepatu trail

Sebelum menggunakan nama Hoka, brand ini dulunya dikenal sebagai Hoka One One atau dibaca Hoka O nay O nay. Kata ini berasal dari Bahasa Maori yang memiliki makna terbang di atas bumi. Dua pelari trail (lari gunung) asal Prancis, Nicolas Mermoud dan Jean Luc Diard, mendirikan Hoka One One pada 2009 di Annecy, Prancis..
Selain sebagai pelari, mereka merupakan pegawai dari Salomon, perusahaan alat olahraga di kota tersebut. Ide awal Nicolas Mermoud dan Jean Luc Diard merancang sepatu Hoka adalah bagaimana membuat sepatu yang sangat nyaman dan mampu mengurangi rasa lelah dan sakit saat digunakan di medan yang berat seperti saat lari di pegunungan. Mereka kemudian merancang bagian sol tengah yang jauh lebih tebal dari sepatu biasanya dengan bantalan ekstra. Sol tebal ini kini menjadi ciri khas dari sepatu Hoka yang mampu memberikan rasa nyaman bagi penggunanya.
Saat itu, desain ini bagi sebagian orang terasa aneh, karena terbiasa dengan sepatu-sepatu yang memiliki bagian sol yang lebih tipis. Setelah beberapa pelari menggunakan, mereka mulai merasakan kenyamanan maksimal. Sol tebal dan bantalan ekstra ini dirasa mampu untuk menyerap benturan dengan lebih baik, menjaga stabilitas, serta memberikan pengalaman lari yang jauh lebih baik dan nyaman.
2. Hoka Mafate menjadi model pertama

Pada 2009 dan 2010, tren sepatu lari saat itu adalah model minimalis dengan sol tengah yang tipis. Hoka justru mengambil arah tren sebaliknya dengan sol tengah tebal dan corak atau motif yang lebih banyak dari sepatu lainnya. Filosofi ini mereka sebut dengan istilah maximalism yang mana memberikan kenyamanan penuh tanpa mengurangi kecepatan.
Sejarah sepatu Hoka tentu tidak bisa dipisahkan dari model sepatu pertama mereka yaitu Hoka Mafate. Model ini pertama kali diperkenalkan pada 2010. Sepatu Mafate memiliki sol tengah yang tebal dengan desain rocker yang menjadi ciri khas Hoka. Sepatu ini memiliki perpaduan antara bantalan yang empuk dengan responsivitas yang tinggi sehingga membuat pelari bisa lari lebih cepat. Tak hanya itu, desain ini membuatnya mampu mengurangi rasa sakit saat digunakan berlari jarak jauh.
Setelah mampu menarik perhatian pecinta lari, perlahan-lahan sepatu Hoka mulai digunakan tidak hanya untuk lintasan lari gunung (trail) saja. Hoka hadir dengan model yang bisa digunakan untuk lintasan datar khususnya untuk lomba lari di lintasan jalan raya. Mereka tidak mengubah desain, tetap dengan ciri khas sol tebalnya.
Pada 2013, model sepatu Hoka Clifton meraih sukses besar dengan berbagai penghargaan. Hal ini membuktikan bahwa filosofi maximalism bukan hanya sekedar tren, melainkan revolusi di dunia sepatu lari. Desainnya yang unik membuat penggunanya terlihat stylish dan kenyamanan tetap terjaga.
3. Deckers Brands mengakuisisi Hoka

Kemunculan Hoka di bisnis sepatu lari rupanya menarik perhatian Deckers Brands, sebuah grup perusahaan apparel olahraga yang berbasis di California, Amerika Serikat. Deckers Brands membawahi beberapa merek seperti UGG, Teva, Koolaburra, dan AHNU. Perusahaan ini secara resmi mengakuisisi Hoka pada September 2012 senilai USD 1,1 juta atau sekitar Rp18 miliar (kurs saat ini).
Aktor di balik akuisisi ini adalah Jim Van Dine, CEO Hoka kala itu. Sebelum proses akuisisi, penjualan Hoka masih beraada di bawah USD3 juta atau sekitar Rp49 miliar. Ia meyakinkan CEO Deckers, Angel Martinez, agar membeli saham dari Hoka. Jim Van Dine yakin penjualan Hoka akan meningkat melihat respon dari para pelari saat itu. Angel Martinez kemudian menyetujui pembelian saham tersebut.
Akuisisi ini menjadi babak baru bagi bisnis Hoka. Sepatu Hoka mulai dikenal lebih luas lagi di seluruh dunia. Kini, Hoka memiliki berbagai model sepatu seperti Hoka Tor Summit, Hoka Speedgoat, Hoka Kaha 2 & 3, Hoka Bondi B3LS, dan lain-lainnya dengan berbagai keperluan. Sepatu ini tak hanya untuk orang dewasa, namun juga ada untuk anak-anak dan remaja,
Bagaimana sejarah sepatu Hoka di Indonesia? Sepatu ini pertama kali masuk ke Indonesia pada 2017. Sedangkan, untuk official store pertamanya di Indonesia mulai beroperasi pada Oktober 2022 di Pondok Indah Mall 3, Jakarta Selatan. Sepatu Hoka di Indonesa kini telah mampu bersanding dengan merek-merek terkenal dunia yang lebih dahulu populer.