Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi hukum (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Ilustrasi hukum (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Intinya sih...

  • RUU KUHAP direvisi untuk menyesuaikan dengan KUHP baru yang berlaku pada Januari 2026.

  • Ketua Komisi III DPR RI, Habiburrokhman, menekankan perlunya respons terhadap tuntutan transparansi, akuntabilitas, dan perlindungan hak asasi manusia dalam RUU KUHAP.

  • RUU KUHAP mencakup penyesuaian hukum acara pidana, penguatan hak-hak tersangka, perbaikan pengaturan kewenangan penyelidik dan penuntut umum, serta modernisasi hukum acara pidana.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - DPR dan pemerintah telah membahas Revisi Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Perubahan hukum acara pidana ini dilakukan dalam rangka menyesuaikan dengan KUHP baru yang mulai berlaku pada Januari 2026.

Ketua Komisi III DPR RI, Habiburrokhman mengatakan, tantangan yang dihadapi sistem peradilan pidana saat ini meliputi tuntutan terhadap transparansi, akuntabilitas serta perlindungan hak-hak tersangka, korban, saksi, disabilitas, perempuan dan anak.

Di samping itu, berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi turut mempengaruhi cara penegakkan hukum di Indonesia. Karena itu, setiap pasal dalam RUU KUHAP harus merespons kebutuhan tersebut dengan bijaksana dengan tetap mengedepankan prinsip keadilan dan perlindungan hak asasi manusia (HAM).

"RUU KUHAP harus memastiakn setiap individu yang terlibat baik sebagai tersangka maupun korban tetap mendapatkan perlakuan yang adil dan setara," kata Habiburrokhman dalam rapat kerja RUU KUHAP bersama pemerintah di Gedung DPR RI, Kamis (13/11/2025).

Adapun, RUU KUHAP diputuskan sebagai RUU usul inisiatiif DPR RI dalam sidang paripurna pada tanggal 18 Februari 2025. Komisi III DPR RI ditugaskan membahas RUU ini.

DPR RI menyampaikan surat kepada Presiden Republik Indonesia melalui surat nomor B.2651/RG/0101/02/2025 tanggal 18 Februari perihal RUU KUHAP. Kemudian, DPR RI menerima surat dari Presiden Republik Indonesia terkait RUU KUHAP. Dalam rancangan UU ini beberapa hal yang menjadi substansi RUU KUHAP antara lain:

1. Penyesuaian hukum acara pidana, dan dengan memperhatikan perkembangan hukum nasional dan internasional;

2. Penyesuaian pengaturan hukum acara pidana dengan nilai nilai KUHP baru yang menekankan orientasi restoratif, rehabilitatif, restitutif guna mewujudkan pemulihan keadilan substansi dan hubungan sosial antara pelaku, korban, dan masyarakat;

3. Penegasan prinsip diferensi fungsional dalam sistem penilaian pidana yaitu pembagian peran yang proposional antara penyidik, penuntut umum, hakim, advokat dan pemimpin kemasyarakatan untuk menjadi profesionalitas dan akuntabilitas;

4. Perbaikan pengaturan mengenai kewenangan penyelidik, penyidik dan penuntut umum serta penguatan koordinasi antar lembaga guna meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas sistem peradilan pidana;

5. Penguatan hak-hak tersangka, terdakwa korban, saksi termasuk hak atas bantuan hukum pendampingan advokat, hak atas peradilan yang adil dan tidak memihak serta perlindungan terhadap ancaman intimidasi atau kekerasan dalam setiap tahap penegakan hukum;

6. Penguatan peran advokat sebagai bagian integral dalam sistem peradilan pidana mencakup kewajiban pendampingan advokat terhadap tersangka dan atau terdakwa dalam setiap tahap pemeriksaan. Penegasan kewajiban negara untuk memberikan bantuan hukum cuma-cuma bagi pihak tertentu dan perlindungan terhadap advokat dalam menjalankan tugas dan profesinya;

7. Pengaturan mekanisme keadilan restoratif atau restoratif justice sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana luar pengadilan yang dapat dilakukan sejak tahap penyelidikan hingga pemeriksaan di pengadilan;

8. Perlindungan khusus terhadap kelompok rentan termasuk penyandang disabilitas, perempuan, anak dan lanjut usia diperkuat dengan kewajiban aparat untuk melakukan asesmen keutuhan khusus serta menyediakaan sarana dan prasaran pemeriksaan yang ramah dan accessible;

9. Penguataan perlindungan penyandang disabilitas dalam setiap tahap pemeriksaan;

10. Perbaikan pengaturan tentang upaya paksa untuk menjamin penerapan prinsip perlindungan HAM dan due process of law, termasuk pembatasan waktu syarat penetapan dan mekanisme kontrol yudisial melalui izin pengadilan atas tindakan aparat penegak hukum;

11. Pengenalan mekanisme hukum baru dalam hukum acara pidana antara lain pengakuan bersalah bagi terdakwa yang kooperatif dengan imbalan keringanan hukuman dan perjanjian penundaan penuntutan bagi pelaku tindak pidana korporasi;

12. Pengaturan prinsip pertanggungjawaban atas tindak pidana korporasi;

13. Pengaturan kompetensi, restitusi, rehabilitasi secara lebih tegas sebagai hak hukum korban dan pihak yang dirugikan oleh kesalahan prosedur atau kekeliruan penegakan hukum;

14. Modernisasi hukum acara pidana untuk mewujudkan proses peradilan yang cepat sederhana, transparan dan akuntabel.

Editorial Team