Komnas Perempuan Catat 289 Ribu Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan

CATAHU 2023 berikan rekomendasi kepada DPR RI dan Presiden

Jakarta, IDN Times – Dalam rangka menyambut Hari Perempuan Internasional 2024, Komisi Nasional Perempuan (Komnas) meluncurkan Catatan Tahunan (CATAHU) terkait kekerasan terhadap perempuan selama tahun 2023.

Data ini dikompilasi dari data yang dilaporkan kepada Komnas Perempuan serta data kasus yang dilaporkan dan ditangani oleh lembaga layanan yang dikelola oleh masyarakat sipil dan pemerintah (daerah dan pusat), Badan Peradilan Agama (Badilag), rumah sakit,  pengadilan, kepolisian dan lembaga lainnya.

Sebagaimana yang ditulis di keterangan resi dari Komnas Perempuan pada Jumat (8/3/2024), CATAHU 2023 mencatat jumlah kekerasan terhadap perempuan sepanjang 2023 sebanyak 289.111 kasus. Jika dibandingkan dengan tahun 2022, angka tersebut mengalami penurunan sekitar 55.920 orang, atau 12 persen. 

CATAHU sendiri sering digunakan oleh lembaga-lembaga nasional maupun internasional untuk menghasilkan kebijakan dan program atau kegiatan terkait isu terhadap perempuan. 

Berikut IDN Times sajikan informasi lengkapnya. 

1. Kasus yang tidak dilaporkan masih banyak

Komnas Perempuan Catat 289 Ribu Kasus Kekerasan Terhadap PerempuanHari Perempuan Internasional (commons.wikimedia.org)

Menurut Komnas Perempuan, data kasus kekerasan terhadap perempuan merupakan kasus yang dilaporkan oleh korban, pendamping, maupun keluarga. Sementara itu, kasus kekerasan terhadap perempuan yang tidak dilaporkan bisa jadi lebih besar. 

Selain itu, CATAHU 2023 juga mencatat karakteristik korban dan pelaku masih menunjukkan tren yang sama, yaitu korban lebih muda dan lebih rendah pendidikannya daripada pelaku. 

Ada pula kenaikan jumlah pelaku sebesar 9 persen dalam tiga tahun terakhir, melampaui CATAHU 2021 yang sebesar 5 persen. Hal ini meneguhkan akar masalah kekerasan terhadap perempuan bersumber dari ketimpangan relasi kuasa antara pelaku dan korban. Sumber kuasa pelaku semakin kuat ketika pelaku memiliki kekuasaan politik,  pengetahuan, jabatan struktural, dan tokoh keagamaan.

Baca Juga: Komnas Perempuan: Kekerasan di Ranah Personal Dominasi CATAHU 2023

2. Kasus di ranah publik mengalami peningkatan sebesar 44 persen

Komnas Perempuan Catat 289 Ribu Kasus Kekerasan Terhadap PerempuanIlustrasi perempuan (dok. United Nations)

CATAHU 2023 mencatat,  kekerasan terhadap perempuan di ranah publik dan negara mengalami peningkatan, yaitu pada ranah publik meningkat 44 persen dan di ranah negara 176 persen.

Di ranah negara, kasus yang dilaporkan meliputi perempuan berkonflik dengan hukum, kekerasan yang dilakukan oleh anggota Kepolisian Rep atau TNI, kekerasan terhadap perempuan pembela HAM, dan sebagainya. 

Selain itu, kasus-kasus pelecehan seksual non-fisik dan fisik semakin banyak dilaporkan dibandingkan perkosaan. Ini menunjukkan bahwa pelecehan seksual merupakan salah satu bentuk kekerasan seksual yang semakin dikenali. 

Namun demikian, peningkatan pemahaman korban terhadap bentuk dan jenis pelecehan seksual tidak serta merta diikuti dengan pemahaman Aparat Penegak Hukum (APH) terhadap bentuk dan jenis kekerasan seksual secara komprehensif. 

Baca Juga: Komnas Perempuan Catat Pengaduan Kasus Kekerasan Turun pada 2023

3. Kekerasan berbasis elektronik menduduki posisi tertinggi

Komnas Perempuan Catat 289 Ribu Kasus Kekerasan Terhadap PerempuanPertemuan Komnas Perempuan dan Bareskrim Polri (Dok. Humas Polri)

Menjelang dua tahun Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (KSBE) tercatat menduduki posisi tertinggi jenis kekerasan terhadap perempuan. Setelah itu, diikuti dengan pelecehan seksual fisik, kekerasan seksual lain, dan perkosaan di ranah personal. 

Hal ini berbeda dari tahun 2022, di mana KSBE menduduki posisi ketiga. Sejak COVID-19, Kekerasan Seksual yang difasilitasi oleh teknologi paling tinggi dilaporkan terjadi pada anak muda yang dilakukan oleh pacar dan mantan pacar. 

Tren ini juga menunjukkan kemendesakan infrastruktur penanganan kekerasan siber dalam berbagai bentuknya, memperkuat perlindungan hukum dan perangkatnya yang lebih melindungi korban, juga mengisi kekosongan gap jaminan antara UU TPKS, UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dan UU Perlindungan Data Pribadi.

4. Rekomendasi CATAHU 2023 kepada DPR RI

Komnas Perempuan Catat 289 Ribu Kasus Kekerasan Terhadap PerempuanKomnas Perempuan meluncurkan Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2024 tentang Data Kasus Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan Tahun 2023 di Jakarta, Kamis (7/3/2024). (IDN Times/Lia Hutasoit)

Sebagai upaya untuk menangani kasus-kasus ini, CATAHU 2023 memberikan sejumlah rekomendasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Berikut adalah daftar rekomendasinya. 

  1. Segera menetapkan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) untuk membahas RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) agar RUU ini tidak kembali ke titik nol tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan. 
  2. Untuk menyelesaikan tahap penyusunan dan pemantapan RUU Masyarakat Hukum Adat untuk selanjutnya ditetapkan sebagai usul inisiatif  DPR RI. 
    Segera meratifikasi Konvensi Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa?
  3. Membangun partisipasi substantif dalam proses-proses pembentukan peraturan perundang-undangan dengan memenuhi akses informasi, RDP yang bersifat multi stakeholder dan lintas disiplin keilmuan.
  4. Memastikan kepemimpinan perempuan di semua lembaga/jabatan publik yang dipilih oleh DPR RI.
  5. Membangun mekanisme pencegahan dan penanganan kekerasan tindak pidana kekerasan seksual di lingkungan kerja DPR RI.

5. Rekomendasi CATAHU 2023 kepada Presiden

Komnas Perempuan Catat 289 Ribu Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan(IDN Times/Maulana)

Selain DPR RI, CATAHU 2023 juga memberikan sejumlah rekomendasi kepada Presiden. Total rekomendasinya ada lima, yaitu: 

  1. Menandatangani dan mengesahkan 6 peraturan pelaksana UU Tindak Pidana Kekerasan  Seksual  sebelum 9 Mei 2024 sebagaimana batas waktu yang dimandatkan.
  2. Memastikan Proyek Strategis Nasional (PSN) dilaksanakan dengan tetap menghormati dan memenuhi hak asasi manusia, termasuk perlindungan terhadap kelompok rentan.
  3. Mendorong setiap K/L untuk menerbitkan kebijakan internal untuk pencegahan dan penanganan kekerasan seksual sebagai bagian dari upaya membangun ruang aman dari kekerasan seksual.
  4. Memastikan pengarusutamaan gender (akses, partisipasi, kontrol, manfaat) perempuan dilakukan dalam setiap kebijakan dan program/kegiatan Kementerian/Lembaga dari pusat sampai daerah.
  5. Meningkatkan alokasi dana APBN untuk layanan dan pemulihan korban seperti operasional lembaga layanan, konseling psikologis, visum, bantuan hukum, tindakan medis lanjutan, dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia berperspektif korban.

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya