PBNU Kecam Pimpinan Jemaah Aolia Ngaku Telepon Allah: Permainkan Agama

Pengakuan Mbah Benu tak boleh jadi dasar tuntutan agama

Jakarta, IDN Times - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengecam keras pernyataan pimpinan jemaah Masjid Aolia, Gunungkidul, KH Raden Ibnu Hajar Sholeh Pranolo alias Mbah Benu, yang mengaku menelepon Allah SWT untuk menentukan 1 Syawal 1445 Hijriah pada Jumat, 5 April 2024.

Ketua PBNU Bidang Keagamaan, Ahmad Fahrur Rozi atau Gus Fahrur, mengatakan fenomena yang terjadi di Gunung Kidul tersebut sangat memprihatinkan dan tidak boleh terulang lagi. 

"Ini sungguh memprihatinkan, harus dicegah dan tidak boleh terulang kembali," ujar Gus Fahrur kepada IDN Times saat dihubungi, Senin (8/4/2024).

Baca Juga: Jemaah Aolia Gunungkidul Hari Ini Gelar Salat Idul Fitri

1. Pengakuan Mbah Benu tak boleh jadi dasar tuntutan agama

PBNU Kecam Pimpinan Jemaah Aolia Ngaku Telepon Allah: Permainkan Agamailustrasi belajar agama bersama dengan keluarga (istockphoto.com/Jacob Wackerhausen)

Gus Fahrur berharap semua umat Islam, khususnya tokoh agama harus beribadah sesuai ajaran Islam yang benar, menggunakan ilmu dan akal sehatnya. Ia juga memperingatkan tokoh agama tidak mempermainkan ajaran Islam dan berdalih telah berbicara langsung dengan Allah SWT. 

Dia menjelaskan, agama merupakan tuntunan dan ajaran yang berlaku untuk masyarakat umum. Maka tidak bisa seseorang secara asal-asalan mengaku sudah berkomunikasi langsung dengan Allah SWT.

"Pengakuan semacam itu tidak sah dan tidak boleh dijadikan dasar tuntunan agama," ujar dia.

Gus Fahrur menegaskan, dasarnya ibadah dalam Islam harus sesuai tuntunan syari’at yang dipahami dengan ilmu-ilmu standar ajaran agama Islam yang sudah jelas dalil-dalilnya dan garis-garisnya.

"Semua harus ilmiah, rasional, dan dapat diuji keabsahannya oleh masyarakat umum," ujar dia.

2. PBNU imbau masyarakat menuntut agama sesuai kaidah yang benar

PBNU Kecam Pimpinan Jemaah Aolia Ngaku Telepon Allah: Permainkan AgamaMenkominfo Budi Arie Setiadi bertemu dengan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) K.H. Yahya Cholil Staquf di Kantor Pusat PBNU Jakarta Pusat, Kamis (18/01/2024). (dok. Kemekominfo)

Gus Fahrur mengimbau jemaah Masjid Aolia Gunungkidul dan masyarakat muslim lainnya mengambil tuntunan agama Islam dari ulama yang benar, dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya sesuai metode syari’at Islam.

Menurut dia, tidak semestinya masyarakat gampang percaya terhadap siapa pun yang mengaku mempunyai hubungan khusus dengan Allah SWT, tapi bertindak tanpa ilmu yang berkesesuaian dengan ketentuan-ketentuan syari’at Islam, karena Islam adalah agama yang dijalankan berdasarkan ilmu syari’at. 

Karena itu, Gus Fahrur mengingatkan masyarakat jangan terkecoh oleh keanehan atau kesaktian individu. Menurut dia, dengan kesaktian itu bukan berarti memiliki hubungan keistimewaan dengan Allah SWT.

"Karena tukang sulap dan tukang sihir juga bisa melakukannya," ujar dia.

Baca Juga: Wantim MUI: Kepercayaan Jemaah Aolia Menyimpang dari Syariat Islam

3. MUI nilai ajaran jemaah Aolia termasuk menyimpang

PBNU Kecam Pimpinan Jemaah Aolia Ngaku Telepon Allah: Permainkan AgamaIlustrasi gedung MUI Pusat di Jakarta (IDN Times/Fitang Budhi Adhitia)

Sementara, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Zainut Tauhid Sa'adi, juga buka suara soal jemaah Aolia yang melaksanakan salat Idul Fitri pada Jumat, 5 April 2024. Zainut mengajak masyarakat memilih guru agama yang baik.

"Fenomena yang terjadi akhir-akhir ini menunjukkan bahwa banyak umat Islam yang salah dalam memilih guru agama, sehingga mereka mengikuti ajaran agama yang tidak ada tuntunannya dalam syariat," ujar dia.

Zainut mengatakan ajaran jemaah Aolia bisa disebut menyimpang. Sebab, Aolia mengenyampingkan sejumlah pendapat ulama dalam menjalankan perintah agama.

"Misalnya jemaah Aolia di Gunungkidul, DI Yogjakarta yang telah menggelar salat Idul Fitri, Jumat (5 April 2024) dan mengawali puasa, Kamis (7 Maret 2024), hal tersebut menunjukkan kekeliruan yang sangat nyata. Meskipun ajaran jemaah Aolia tidak dikatagorikan sebagai aliran sesat, tetapi ajaran tersebut menyelisihi pendapat ulama mayoritas (mainstream) yang memiliki otoritas keilmuan dan keulamaan," ucap dia.

"Sehingga ajaran tersebut bisa disebut menyimpang. Ketetapan pemimpin Jemaah Aolia dalam menentukan awal Ramadan dan awal Syawal tidak menggunakan dalil atau dasar hukum yang bisa dipertanggung jawabkan. Keyakinan jemaah Aolia tersebut tidak ada landasan syariat dan fikihnya sama sekali," sambung Zainut.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya