PKS Tolak Revisi UU Pilkada: Bakal Mengurangi Marwah Undang-Undang

DPR setuju RUU Pilkada jadi RUU inisiatif parlemen

Jakarta, IDN Times - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR menjadi satu-satunya fraksi yang menolak revisi Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (Pilkada). 

Ketua Fraksi PKS Jazilu Juwaini mengatakan, partainya tidak ingin membuat aturan itu hanya terkesan main-main. Menurutnya, masih ada waktu untuk melantik para kepala daerah terpilih meski pilkada dilakukan pada November.

Untuk itu PKS, kata dia, berkomitmen menolak revisi UU Pilkada karena tidak ingin kesakralan undang-undang itu tergerus hanya karena ada kepentingan sekelompok.

"Ada keinginan sekelompok berubah. Itu akan mengurangi wibawa sakralitas undang-undang itu. Kalau perubahan-perubahan itu tanpa alasan yang urgen dan signifikan," kata dia saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (21/11/2023).

Baca Juga: RUU Pilkada Disetujui Jadi RUU Inisiatif DPR

1. Pimpinan Baleg tolak revisi UU Pilkada

PKS Tolak Revisi UU Pilkada: Bakal Mengurangi Marwah Undang-UndangKetua DPP NasDem, Willy Aditya (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Sementara itu, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Willy Aditya menilai, perubahan jadwal pelaksanaan pilkada 2024 terkesan dibuat terburu-buru sehingga terlihat sangat dipaksakan. Belum lagi kata dia, pembahasannya dilakukan sewaktu masa reses.

Dia mengatakan, sampai saat ini ada tiga fraksi yang menolak perubahan jadwal pelaksanaan Pilkada 2024, yaitu PKB, PKS, dan NasDem.

"Dibalik ada tiga partai yang memberikan penolakan, yaitu NasDem, PKB, dan PKS ketika itu dibahas nanti ya, bukan hanya sangat terkesan. Memang dibahasnya itu masa reses, sangat dipaksakan gitu," ucapnya.

Willy menolak wacana perubahan jadwal pelaksanaan Pilkada 2024 yang akan datang, karena tidak ingin terjadi kekacauan terhadap pelaksanaan tatanan ketatanegaraan.

"Bayangkan kalau itu di bulan September, proses pemilu masih berjalan kan tiga hal penting di dalam pemilu itu adalah peserta pemilu sendiri, penyelenggara pemilu, dan kandidat," kata dia.

2. DPR setuju RUU Pilkada jadi RUU inisiatifnya

PKS Tolak Revisi UU Pilkada: Bakal Mengurangi Marwah Undang-UndangKetua DPR RI Puan Maharani (IDN Times/Amir Faisol)

Rapat Paripurna DPR RI ke-9 pembukaan masa persidangan II tahun sidang 2023-2024 secara resmi mengesahkan RUU Pilkada menjadi calon beleid inisiatif DPR RI.

Adapun rapat hari ini dipimpin langsung oleh Ketua DPR RI Puan Maharani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/11/2023).

"Apakah RUU Usul Inisiatif Baleg DPR RI tentang perubahan keempat atas UU No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota alias RUU Pilkada, dapat disetujui menjadi RUU Usul DPR RI? Setuju?" tanya Puan, dengan dijawab kompak setuju oleh peserta rapat.

Pada rapat itu, Puan menyebut dari sembilan fraksi yang ada di DPR, hanya PKS yang menolak. Sementara Demokrat dan PKB menyetujui dengan memberikan catatan.

"Bahwa ada tiga fraksi yang menyatakan, satu menolak fraksi PKS. Kemudian dari Demokrat menyatakan ada catatan, dan dari PKB pun menyatakan ada catatan,” kata dia.

3. Mendagri respons jadwal pilkada dimajukan ke September

PKS Tolak Revisi UU Pilkada: Bakal Mengurangi Marwah Undang-UndangMenteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian mengingatkan para aparatur sipil negara (ASN) se-Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) untuk menjaga netralitas Pemilu dan Pilkada Serentak 2024. (Dok. Kemendagri)

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian buka suara terkait munculnya wacana Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 dimajukan, dari yang semula digelar November menjadi September 2024.

Tito mengatakan, usulan Pilkada 2024 dimajukan rasional dilakukan. Asalkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga negara yang menyelenggarakan pemilu siap menjalankan.

"Kami lihat itu cukup rasional sepanjang KPU siap untuk mengerjakan, mereka merasa mampu, why not di bulan September dan kemudian akhir Desember (sengketa hasil Pilkada) selesai," kata dia.

Tito menjelaskan, wacana Pilkada 2024 dimajukan merupakan usulan dari berbagai pihak, yakni partai politik, pengamat, hingga pemerintah.

Berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, pemungutan suara pilkada serentak digelar di seluruh daerah. Prinsip keserentakan itu juga dimaknai, pilkada, pilpres, dan pileg digelar secara bersamaan. Sehingga terjadi kesamaan masa jabatan.

Sebab, apabila Pilkada 2024 digelar pada November 2024, pelantikan para kepala daerah bisa mundur hingga Februari 2025. Hitungan itu, dengan asumsi terjadi sengketa hasil pilkada yang mayoritas berjalan bisa hingga tiga bulannya.

Jika Pilkada 2024 digelar September 2024, maka sengketa hasil pilkada bisa rampung pada Desember 2024. Sehingga kepala daerah terpilih sudah bisa menjabat secara serentak pada awal Januari 2025.

"Ide ini, permasalahan ini muncul dari diskusi teman-teman, mulai dari parpol kemudian dari teman-teman pengamat, pemerintahan, di antaranya ada satu problem. Filosofi dari UU Nomor 10 tahun 2016 pilkada serentak 552 daerah, 38 provinsi, 98 kota, 416 kabupaten itu serentak semua, pertama kali dalam sejarah bangsa Indonesia, serentak dilaksanakan dengan maksud di tahun yang sama dengan pemilihan presiden dan wakil presiden dan legislatif agar terjadi kesamaan masa jabatan," ucap dia.

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya