TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Diintimidasi di Munajat 212, Jurnalis CNN Indonesia TV Lapor ke Polisi

Sejumlah pewarta menjadi korban persekusi oknum Munajat 212

Jurnalis CNN Indonesia TV Lapor Ke Polda Metro Jaya (IDN Times/Axel Jo Harianja)

Jakarta, IDN Times - Jurnalis CNN Indonesia TV, Endra Rizaldi melaporkan peristiwa dugaan intimidasi yang dialaminya ketika meliput acara Malam Munajat 212 di Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat pada Kamis (21/2) malam. Endra kala itu dipaksa menghapus rekaman video hasil liputannya oleh sejumlah oknum peserta Munajat.

Dengan didampingi oleh Kepala Peliputan CNN Indonesia TV Revolusi Riza, dia mengatakan laporan itu dibuat berdasarkan dugaan penghalangan kerja jurnalistik. Dalam hal ini, pihak yang dilaporkan adalah massa yang memakai atribut ormas Front Pembela Islam (FPI).

"Pasalnya penghalang-halangan kerja jurnalistik, melanggar Pasal 4 UU Pers No 40 Tahun 1999 (tentang Pers). Walaupun kemudian ada juncto kekerasan di KUHP tapi yang kita kedepankan UU Pers-nya yang kita laporkan," kata Riza di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (27/2).

Baca Juga: Jusuf Kalla Minta Pelaku Intimidasi Saat Munajat 212 Diproses Hukum

1. Jurnalis CNN Indonesia TV miliki bukti

Jurnalis CNN Indonesia TV Lapor Ke Polda Metro Jaya (IDN Times/Axel Jo Harianja)

Dalam laporan bernomor LP/1219/II/2019/PMJ/Dit.Reskrimum ini, Riza mengungkapkan, ada dua keterangan saksi yang mereka andalkan. Selain itu, Endra juga membawa bukti berupa kamera dan rekaman.

"Kemarin kan kasus hari Jumat ( jurnalis detikcom) dilaporkan. Itu rumit karena enggak ada bukti videonya, jadi polisi identifikasinya jadi susah. Kalau ini kami bawa bukti rekaman ketika dia diminta menghapus itu," ujar Riza.

Sebelumnya, jurnalis detikcom, Satria Kusuma juga melaporkan tindakan intimidasi saat meliput kegiatan serupa ke Polres Metro Jakarta Pusat, pada Jumat (22/2). Laporan tersebut terdaftar dalam nomor laporan 358/K/II/2019/ RESTRO JAKPUS tanggal 22 Februari 2019.Namun laporan tersebut telah dilimpahkan ke Polda Metro Jaya.

Terkait hal itu, Riza menjelaskan, laporan kali ini akan memperkuat laporan serupa yang dibuat jurnalis detikcom yang turut mendapat kekerasan di acara Munajat 212 itu. Riza berharap, kepolisian dapat mengungkap pelaku intimidasi dan kekerasan tersebut.

2. Kronologi aksi intimidasi di Malam Munajat 212

Massa yang mengikuti Munajat 212 di area Monas Jakarta Pusat. (IDN Times/Santi Dewi)

Di tempat yang sama, Endra juga menceritakan bagaimana intimidasi yang ia alami ketika meliput acara malam Munajat 212 . Kala itu, Endra mendengar ada kericuhan yang diduga disebabkan oleh pencopet.

"Kita samperin, sudah mulai ramai kerumunan dari pihak panitia. Kita nggak tahu yang copet itu kayak gimana karena mereka semua kan pakai baju putih-putih. Saya record sekitar 5-8 detik," kata Endra kepada wartawan di Polda Metro Jaya.

Berselang kemudian, datang seseorang yang mengaku sebagai panitia keamanan dan menyuruhnya untuk mematikan kamera.

"Matiin kamera, jangan ada media, jangan ada wartawan," jelas Endra menceritakan kejadian itu.

Sontak, Endra segera mematikan kamera beserta lampunya. Sejumlah orang kemudian mendorong badannya untuk menjauhi lokasi di belakang panggung acara khususnya di jalur (very important person) VIP.

"Ya sudah, saya pikir mending menjauh sama Joni yang jagain dari belakang dari tangan-tangan yang berusaha ngedorong saya. Kira-kira 50 meter kami berjalan dari titik awal saya menjauh," katanya.

Endra melanjutkan, dirinya juga diinterogasi oleh sejumlah orang dan memaksanya untuk menghapus video hasil rekamannya.

"Ya saya jawab saya dari CNN. (Kemudian ditanya), 'Tadi ngambil gambar apa?'. Saya bilang saya nggak ngambil gambar banyak. 'Coba lihat.' Oke, saya kasih lihat, terus nggak lama (dibilang), 'Hapus gambar ini'," sambungnya.

Kemudian, beberapa orang lainnya ikut membuat situasi semakin panas. Sebagian dari mereka juga ada yang menuding Endra dibayar untuk menjelek-jelekkan kejadian yang terjadi saat itu.

"Awalnya satu orang yang ngomong, nggak lama datang teman-teman mereka bilang 'hapus saja gambar ini, kenapa sih kalian dari media senang banget bikin berita yang jelek-jelek? Bikin berita yang bagus-bagus, dong. Kalian dibayar berapa sih buat gambar ini?' Saya nggak ladenin pertanyaan itu," jelas Endra.

Endra kemudian menuturkan, dirinya hanya ingin mengambil gambar dari peristiwa pencopetan tersebut. Akan tetapi, mereka tidak percaya dan mencoba memeriksa kamera Endra.

"Saya bilang, tadi ada peristiwa copet, saya refleks ambil gambar itu tanpa niat apa pun. Setelah itu saya hapus, tapi mereka masih kurang percaya, akhirnya mereka lihat klip lain yang isinya doorstop Ibu Neno Warisman. Saya play di kamera saya, setelah saya play sampai habis, mereka baru percaya tidak ada gambar kegiatan mereka lagi. Baru kami dikasih jalan dengan ucapan tambahan 'habis ini keluar, ya'," tuturnya.

3. AJI mendukung laporan tersebut

IDN Times/Rosa Folia

Revolusi Riza yang juga merupakan Sekjen Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mendukung adanya pelaporan tersebut. Menurutnya, masih banyak kasus kekerasan terhadap jurnalis.

"AJI tentunya mendukung pelaporan ini karena, bagaimanapun, dari catatan AJI itu kan kita masih punya persoalan besar tentang kebebasan pers. Jadi masih banyak kasus kasus kekerasan yang sering terjadi di Indonesia," ujar Riza.

Revo menjelaskan, AJI juga telah mencatat kasus kekerasan terhadap jurnalis pada tahun 2018, yang rata-rata ada sekitar 60 kasus kekerasan setiap tahunnya.

"Jadi artinya per bulan ada 5 jurnalis menjadi korban kekerasan. Dari angka sebanyak itu, sangat jarang yang bisa sampai masuk ke ranah hukum. Kalau misalnya ada penegakan hukumnya, kami sangat mendukung," jelas dia.

Baca Juga: Dugaan Persekusi Wartawan di Munajat 212, Polisi Periksa Dua Saksi

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya