TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kekerasan oleh Polisi Banyak Diadukan ke Komnas HAM Selama 2020

Kepolisian jadi instansi aduan terbanyak mencapai 741 kasus

Foto hanya ilustrasi. (IDN Times/Fitang Budhi Adhitia)

Jakarta, IDN Times - Praktik penyiksaan dan perlakuan sewenang-wenang serta merendahkan martabat manusia (ill treatment) masih terus terjadi dan berulang di Indonesia. Banyaknya kasus tindak kekerasan oleh aparat memerlukan kebijakan riil dalam mendukung ratifikasi Optional Protocol to the Convention Against Torture (OPCAT).

Berdasarkan data Komnas HAM RI periode Januari sampai Desember 2020 tercatat sebanyak 2.524 kasus aduan.

"Kepolisian menjadi pihak yang paling banyak diadukan hingga mencapai 741 kasus. Sebanyak 150 kasus di antaranya tergolong tindak kekerasan dan/atau tergolong penyiksaan oleh aparat," ujar Wakil Ketua Bidang Eksternal Komnas HAM RI Amiruddin dalam siaran tertulis, Selasa (9/3/2021).

Baca Juga: Peta Kekerasan Polisi Selama Demo Tolak Omnibus Law versi Amnesty

1. Penyiksaan masih terjadi pada proses penangkapan

Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM Amiruddin (kiri) bersama Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara (kanan) memberikan keterangan pers perkembangan penyelidikan dan hasil temuan Komnas HAM RI atas peristiwa kematian enam laskar FPI di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (28/12/2020) (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Amir mengungkapkan penyiksaan terjadi di tempat-tempat penahanan, tempat-tempat yang tidak bisa diakses secara terbuka atau tempat-tempat menyerupai penahanan di mana kebebasan seseorang tercabut.

“Saya ingin tegaskan bahwa penyiksaan dan perbuatan tidak manusiawi lainnya masih terjadi pada proses penangkapan, pemeriksaan dan penahanan,” ujar Amir.

2. UU Nomor 5 Tahun 1998 belum jadi rujukan pencegahan penyiksaan

Aksi teatrikal KontraS Sumut memperingati Hari Anti Penyiksaan Internasional yang jatuh pada Jumat (26/6). KontraS menyoroti, masih banyak penyiksaan yang diduga dilakukan aparat penegak hukum di Indonesia. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Padahal Indonesia telah meratifikasi the United Nations Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (UNCAT) melalui UU Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia.

"Namun, hampir 23 tahun UU ini lahir belum menjadi rujukan dalam pencegahan tindakan penyiksaan dan perlakuan sewenang-wenang serta merendahkan martabat manusia (ill treatment) di Indonesia," ujarnya.

 

3. Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan

Seorang massa memegang poster kritik di tengah aksi aksi Hari Anti Penyiksaan Internasional , Jumat (26/6). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Pengakuan dan jaminan hak untuk bebas dari penyiksaan juga telah diatur dalam instrumen-instrumen hak asasi manusia nasional maupun internasional. Pasal 28G ayat 2 UUD 1945 menyatakan bahwa “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain”.

Mengacu pada hal tersebut, Amir menekankan bahwa tindakan penyiksaan, perlakuan sewenang-wenang serta merendahkan martabat manusia bertentangan dengan konstitusi.

Baca Juga: Komnas HAM Sebut Penembakan 4 Laskar FPI Langgar HAM, Ini Kata Polri

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya