TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Deretan Tokoh dan Lembaga Ini Minta Pilkada 2020 Ditunda, Kenapa?

Menunda Pilkada 2020 bukan berarti demokrasi gagal

Simulasi Pilkada Serentak 2020 (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal)

Jakarta, IDN Times - Suara protes agar Pilkada Serentak 2020 segera ditunda pelaksanaannya terus bergema di Tanah Air. Hampir seluruh lapisan masyarakat, mulai dari tokoh, pejabat tinggi, organisasi masyarakat, organisasi keagamaan, hingga kelompok masyarakat sipil pemerhati pemilu, meminta agar Pilkada 2020 yang akan berlangsung Desember nanti ditunda.

Protes ini disuarakan tak lain demi menyelamatkan penyelenggara, peserta, dan pemilih yang seluruhnya merupakan rakyat Indonesia, dari bahaya wabah COVID-19. Sebab, Pilkada 2020 digelar saat pandemik COVID-19 masih melanda, bahkan angka penularan di Indonesia saat ini sedang tinggi-tingginya.

Kendati demikian, pemerintah sampai hari ini, Senin (21/9/2020), tetap bersikukuh untuk menyelenggarakan pesta demokrasi rakyat di daerah tersebut, dengan dalih agar roda pemerintahan di 270 daerah bisa tetap berjalan sebagaimana mestinya.

Bahkan, Presiden Joko “Jokowi” Widodo secara tegas menyatakan, Pilkada Serentak 2020 akan tetap digelar pada 9 Desember 2020 dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat, disertai penegakan hukum dan sanksi yang tegas agar terhindar dari klaster pilkada.

Lantas, siapa saja orang-orang atau kelompok masyarakat yang beda suara dengan pemerintah, meminta agar Pilkada 2020 ditunda hingga pandemik COVID-19 mereda? Berikut hasil penelusuran IDN Times

Baca Juga: Ketua MPR Minta Pilkada 2020 Ditunda Jika Kasus COVID-19 Terus Naik

1. Jusuf Kalla: Tunda Pilkada 2020 hingga Juni 2021, setelah vaksin tersedia untuk warga

Pedoman Pelaksanaan Hari Raya Idul Adha pada Masa Pandemik COVID-19 (Youtube.com/BNPB Indonesia)

Politikus senior, Muhammad Jusuf Kalla, mendesak agar Pilkada Serentak 2020 ditunda. Sesuai undang-undang yang telah disahkan DPR, pilkada akan diselenggarakan pada 9 Desember 2020. Jadwal ini ditetapkan setelah sebelumnya jadwal pilkada mundur dari 23 September 2020, karena alasan kedaruratan pandemik COVID-19.

Dalam halaman opini Koran Kompas yang terbit Senin (21/9/2020), Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2004-2009 dan 2014-2019 ini meminta agar Pilkada 2020 ditunda hingga 2021.

“Kita bisa menyelenggarakan pada Juni 2021,” kata JK.

Alasannya, saat itu diperkirakan vaksin COVID-19 sudah tersedia untuk diakses warga. Hal ini penting karena, kata Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) itu, angka orang yang tertular virus corona di Indonesia dan global saat ini terus naik. Di Indonesia, data per 20 September 2020 menunjukkan ada 245 ribuan kasus, 177 ribuan sembuh dan 9.553 meninggal dunia.

JK memastikan, penundaan Pilkada 2020 tidak akan memicu terjadinya kekosongan pemerintahan terlalu lama. Sebab, umumnya daerah yang menyelenggarakan pilkada memiliki kepala daerah yang masa jabatannya habis tahun depan.

“Tidak perlu gelisah akan terjadi kekosongan pemerintahan terlalu lama. Toh bisa mengangkat pelaksana tugas, dan selama ini mekanisme itu selalu berjalan baik,” kata JK.

Dia mencontohkan, ada 71 negara yang menunda melaksanakan pemilu baik di tingkat nasional maupun lokal, untuk pemilu eksekutif maupun legislatif, selama pandemik corona. 

2. Ketum PBNU: Tunda Pilkada 2020 hingga tahap darurat kesehatan terlewati

Ketua PBNU Kiai Said Aqil Siradj saat ditemui di Mapolda Jatim, Jumat (6/3). IDN Times/Fitria Madia

Tidak hanya Jusuf Kalla, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj juga bersuara. Dia meminta Komisi Pemilihan Umum, Pemerintah, dan DPR RI untuk menunda tahapan Pilkada 2020.

Said menjelaskan, lazimnya perhelatan politik, momentum pesta demokrasi selalu identik dengan mobilisasi massa.

Kendati ada pengetatan regulasi terkait pengerahan massa, telah terbukti dalam pendaftaran pasangan calon terjadi konsentrasi massa yang rawan memicu terjadinya  klaster penularan.

“Meminta kepada Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk menunda pelaksanaan tahapan Pilkada serentak tahun 2020 hingga tahap darurat kesehatan terlewati,” kata Said melalui keterangan tertulisnya, Minggu (20/9/2020).

Said menjelaskan, penundaan tahapan pilkada juga dalam upaya mendukung pengetatan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), tanpa mengabaikan ikhtiar menjaga kelangsungan kehidupan ekonomi masyarakat.

“Nahdlatul Ulama berpendapat bahwa melindungi kelangsungan hidup (hifdz al-nafs) dengan protokol kesehatan sama pentingnya dengan menjaga kelangsungan ekonomi (hifdz al-mâl) masyarakat. Namun karena penularan COVID-19 telah mencapai tingkat darurat, maka prioritas utama kebijakan negara dan pemerintah selayaknya diorientasikan untuk mengentaskan krisis kesehatan,” ujarnya.

3. PP Muhammadiyah minta Pilkada 2020 ditunda demi keselamatan bangsa dan mencegah munculnya klaster baru

Ilustrasi Logo Muhammadiyah (Website/muhammadiyah.or.id)

Senada dengan PBNU, Pengurus Pusat Muhammadiyah juga ikut mengusulkan agar pesta demokrasi rakyat di daerah itu ditunda sementara waktu, mengingat pandemik COVID-19 di Indonesia yang semakin hari terus mengkawatirkan.

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti beralasan, hingga kini pemerintah masih belum menunjukkan hasil maksimal dalam upaya penanganan masalah tersebut. Muhammadiyah meminta pemerintah agar terlebih dahulu fokus untuk menangani pandemik, ketimbang menyelenggarakan pilkada yang akan berbahaya untuk banyak pihak.

"Selain karena kompleksitas masalah, kerja dan kinerja pemerintah perlu ditingkatkan dan diperbaiki, terutama terkait dengan koordinasi antar instansi dan komunikasi publik. Lemahnya koordinasi dan komunikasi menimbulkan kegaduhan politik yang trivial dan kontraproduktif,” kata Mu’ti saat menggelar konferensi pers secara daring, Senin (21/9/2020).

Terkait dengan Pilkada 2020, PP Muhammadiyah mengimbau KPU untuk segera membahas secara khusus dengan Kementerian Dalam Negeri, DPR, dan instansi terkait agar pelaksanaan Pilkada 2020 dapat ditinjau kembali jadwal pelaksanaannya, maupun aturan kampanye yang melibatkan kerumunan massa.

"Bahkan di tengah pandemik COVID-19 dan demi keselamatan bangsa serta menjamin pelaksanaan yang berkualitas, KPU hendaknya mempertimbangkan dengan seksama agar Pemilukada 2020 ditunda pelaksanaannya sampai keadaan memungkinkan. Keselamatan masyarakat jauh lebih utama dibandingkan dengan pelaksanaan Pemilukada yang berpotensi menjadi klaster penularan COVID-19,” tuturnya.

4. Komnas HAM minta Pilkada ditunda karena penyebaran COVID-19 belum dapat dikendalikan

Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM, Amiruddin Al Rahab (IDN Times/Margith Juita Damanik)

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU), Pemerintah, dan DPR RI untuk menunda pelaksanaan tahapan Pilkada sampai pandemik COVID-19 berakhir, atau setidaknya mampu dikendalikan berdasarkan data epidemologi yang dipercaya.

“Seluruh proses yang telah berjalan tetap dinyatakan sah dan berlaku untuk memberikan jaminan kepastian hukum bagi para peserta pilkada,” kata anggota Tim Pemantau Pilkada 2020 Komnas HAM RI Amiruddin lewat keterangan tertulisnya, Jumat (11/9/2020).

Pilkada 2020 akan diikuti oleh 270 daerah yang terdiri dari pemilihan untuk tingkat provinsi sebanyak sembilan wilayah, 224 pemilihan tingkat kabupaten, dan 37 kota di Indonesia. Tahapan awal pilkada telah dilaksanakan dan saat ini memasuki tahap pendaftaran pasangan calon.

Selanjutnya, Pilkada 2020 akan memasuki tahapan yang paling krusial yaitu penetapan calon yang diikuti deklarasi Pilkada Damai, masa kampanye, pemungutan dan penghitungan suara, dan penetapan calon terpilih. Tahapan-tahapan tersebut dipercaya akan melibatkan massa yang banyak.

“Sedangkan pada sisi lain, kondisi penyebaran COVID-19 belum dapat dikendalikan dan mengalami tren yang terus meningkat terutama di hampir semua wilayah penyelenggara pilkada,” ujarnya.

5. Perludem sebut penundaan pilkada bukan suatu bentuk kegagalan berdemokrasi

Ilustrasi (IDN Times/Mardya Shakti)

Tak hanya datang dari tokoh, ormas, serta lembaga negara, dorongan agar Pilkada 2020 ditunda juga disuarakan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Agustyati, mendesak agar KPU, DPR, dan pemerintah segera menunda hajat politik tersebut.

Ia juga meminta kepada Satgas Penangan COVID-19 untuk memetakan daerah mana saja yang siap dan aman untuk pelaksanaan pilkada, agar tidak terjadi klaster baru penularan COVID-19.

"Melaksanakan tahapan pelaksanaan Pilkada 2020 telah secara nyata mengancam keselamatan jiwa banyak orang. Oleh sebab itu, menunda pelaksanaan pilkada, sampai adanya indikator yang terukur dan akurat COVID-19 dapat dikendalikan,” kata perempuan yang kerap disapa Nisa itu dalam sebuah diskusi daring, Sabtu (19/9/2020).

Ia menyebut, penundaan pilkada sangat dimungkinkan secara hukum. Bahkan, seluruh tahapan yang telah dilakukan, bisa tetap dilanjutkan jika keadaan telah membaik.

"Menunda tahapan pilkada bukan berarti kita gagal berdemokrasi, melainkan menunjukkan sikap cepat tanggap membaca situasi dan mengedepankan kesehatan publik,” ujarnya.

Baca Juga: Istana: Jokowi Tegaskan Pilkada Tak Bisa Tunggu Pandemik Berakhir

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya