TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pemerintah Diminta Jalankan Kesepakatan Trilateral Hadapi Abu Sayyaf

WNI kembali jadi korban penculikan oleh kelompok Abu Sayyaf

Presiden Joko Widodo berada di geladak heli KRI Usman Harun 359 saat kunjungan kerja di Faslabuh Lanal Ranai, Selat Lampa, Natuna, Kepulauan Riau, pada 8 Januari 2020. Dalam kesempatan tersebut, Presiden Jokowi meninjau kesiapan KRI tambahan yang akan bergabung untuk melakukan operasi pengendalian wilayah laut, khususnya di Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) laut Natuna Utara. ANTARA FOTO/HO/Dispen Koarmada

Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi I DPR Charles Honoris mengutuk keras aksi penculikan terhadap Warga Negara Indonesia yang kembali dilakukan oleh kelompok Abu Sayyaf.

Pemerintah, kata Charles, harus melakukan segala cara untuk membebaskan WNI yang disandera oleh kelompok tersebut.

Baca Juga: 2 WNI Berhasil Melarikan Diri dari Abu Sayyaf, Kenapa Farhan Tidak?

1. Kesepakatan trilateral pernah dilakukan, namun tidak dijalankan dengan baik

Kapal Coast Guard China-5202 membayangi KRI Usman Harun-359 saat melaksanakan patroli mendekati kapal nelayan pukat China yang melakukan penangkapan ikan di ZEE Indonesia, utara Pulau Natuna. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Ia menjelaskan, pada 2016 lalu pemerintah Indonesia, Malaysia dan Filipina sudah menandatangani Kesepakatan Trilateral terkait pengamanan wilayah perairan di kawasan.

“Kesepakatan tersebut mencakup kerjasama dalam melakukan patroli bersama dan pertukaran informasi (intelligence sharing) dalam rangka mengamankan perairan dari berbagai aksi kejahatan. Sayangnya kesepakatan tersebut tidak dijalankan sehingga tingkat kerawanan di perairan tersebut masih tinggi,” kata Charles melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (23/1).

2. Kerja sama antarnegara terbukti secara efektif memberantas kejahatan di selat Malaka

Anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan Charles Honoris (istimewa)

Melihat pengalaman di Selat Malaka, lanjut Charles, kerja sama antarnegara terbukti secara efektif memberantas kejahatan di perairan. Dahulu Selat Malaka dikenal dengan perairan yang sangat rawan akan kejahatan perompakan, pembajakan dan pencurian.

“Kerja sama antara Indonesia, Malaysia, Thailand dan Singapura dalam melakukan patroli bersama melalui Operasi eye in the sky (patroli udara) sudah menurunkan angka kejahatan di Selat Malaka secara drastis,” tuturnya.

3. Pemerintah harus mendesak Malaysia dan Filipina jalankan kerja sama pengamanan laut

KRI Teuku Umar-385 mengikuti upacara Operasi Siaga Tempur Laut Natuna 2020 di Pelabuhan Pangkalan TNI AL Ranai, Natuna, Kepulauan Riau. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Oleh karena itu, politikus PDI Perjuangan ini berharap agar pemerintah mau mendesak Malaysia dan Filipina untuk bersama-sama menjalankan kerja sama pengamanan yang sudah pernah disepakati.

“Kerja sama juga dapat meliputi penempatan sea marshal atau personel bersenjata pada kapal-kapal yang melewati jalur-jalur rawan,” ujarnya.

Penggunaan teknologi seperti alat-alat deteksi dan penginderaan jarak jauh yang dimiliki oleh angkatan bersenjata tiga negara juga dapat secara efektif mencegah berbagai aksi kejahatan di laut termasuk penculikan.

“TNI misalnya sudah memiliki Pusat Informasi Maritim yang juga dibekali peralatan untuk membaca secara detail pergerakan kapal di wilayah perairan,” katanya menegaskan.

Baca Juga: Indonesia Akui Ada WNI yang Diculik Lagi oleh Kelompok Abu Sayyaf

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya