TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Tak Hanya Acara Rizieq, Ini 5 Kerumunan Heboh selama Pandemik COVID-19

Kerumunan di McD Sarinah acara paling gak penting

Demo tolak Omnibus Law di kawasan Harmoni pada Kamis (8/10/2020). (IDN Times/Ilyas Mujib)

Jakarta, IDN Times - Kasus positif COVID-19 di Indonesia terus bertambah setiap hari. Pemerintah juga tak henti-hentinya mengingatkan masyarakat untuk terus menjaga protokol kesehatan untuk memutus mata rantai penularan virus tersebut.

Kendati demikian, masih ada saja sekelompok pihak yang dengan sengaja menyebabkan kerumunan massa, yang jelas melanggar protokol kesehatan. Misalnya saja pentolan Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab, yang menghelat dua acara besar yakni Maulid Nabi Muhammad SAW di Bogor dan resepsi pernikahan anak Rizieq, Syarifah Najwa Shihab pada Sabtu, 14 November 2020. Keduanya menjadi sorotan publik.

Sebelumnya, massa pendukung Rizieq juga memadati jalanan dan area Bandara Soekarno Hatta pada hari kepulangan pria yang dianggap sebagai imam besar oleh pendukungnya itu, ke Tanah Air.

Namun, kasus kerumunan massa bukan hanya terkait Rizieq. Masih ada sederetan kasus kerumunan massa di tengah pandemik yang masih berlangsung ini. Berikut ini catatan tentang lima kerumunan heboh selama masa pandemik.

Baca Juga: Polri: Kasus Kerumunan Acara Rizieq Shihab Beda dengan Pilkada Solo

1. Penutupan gerai McD Sarinah dihadiri ratusan orang

twitter.com/ya_texmsh

Penutupan gerai McDonald's di pusat perbelanjaan Sarinah menjadi sorotan publik usai dihadiri ratusan orang pada 10 Mei lalu. Alasan mereka hadir dalam seremonial itu pun sepele. Mereka datang hanya karena punya kenangan tersendiri terhadap gerai McD pertama di Indonesia yang mulai dibuka pada 23 Februari 1991 itu.

Akibat kerumunan yang terjadi, McD Sarinah dikenakan denda Rp10 juta oleh Pemprov DKI Jakarta dan mendapat teguran dari pihak kepolisian.

2. Demo UU Cipta Kerja di Istana Negara

Demo menuntut UU Cipta Kerja (Omnibus Law) di kawasan Harmoni, Jakarta Pusat memanas pada Kamis (8/10/2020) memanas (Dok. IDN Times/Istimewa)

Gelombang aksi unjuk rasa besar-besaran terjadi di sekitar kawasan Istana Negara, Jakarta, usai DPR mengesahkan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) pada Senin, 5 Oktober 2020.

Massa dari kalangan buruh, mahasiswa, pelajar, hingga koalisi masyarakat sipil ramai-ramai menolak disahkannya UU tersebut, yang dinilai menguntungkan pengusaha dan merugikan buruh.

Berminggu-minggu aksi unjuk rasa digelar, namun tidak menemukan jalan tengah antara pemerintah, DPR, dan masyarakat. Bahkan epidemolog khawatir, gelombang protes yang terus berlangsung bakal menimbulkan klaster baru penularan COVID-19 di Indonesia.

Baca Juga: Mendagri Ancam Copot Kepala Daerah, Ridwan Kamil: Ini Terkait Rizieq

3. Deklarasi KAMI di Tugu Proklamasi, Jakarta

Deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Selasa (18/8/2020) di Taman Proklamasi (Youtube.com/realitaTV)

Ribuan massa Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) datang ke Tugu Proklamasi, Jakarta, pada Selasa, 18 Agustus 2020. Gerakan ini dibentuk klaim atas keprihatinan sejumlah tokoh yang menilai bahwa Indonesia sedang dalam kondisi tidak baik.

Koalisi ini pertama kali dibentuk mantan Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin yang diikuti mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Titiek Soeharto, Bachtiar Chamsyah, Rochmat Wahab, Rocky Gerung, Refly Harun, Hafid Abbas, Chusnul Mariyah, Amien Rais, dan sejumlah tokoh lainnya.

Pembubaran juga sempat dilakukan pihak kepolisian karena massa yang digawangi sejumlah tokoh agama, tokoh masyarakat, ekonom, dan budayawan ini tidak menerapkan protokol kesehatan COVID-19. Selain menimbulkan kerumunan, banyak orang yang datang tidak menggunakan masker dan menjaga jarak.

4. Calon kepala daerah saat mendaftar ke KPU

Ilustrasi bendera partai politik (ANTARA FOTO/Ampelsa)

Pemerintah, DPR, dan penyelenggara Pemilu tetap kekeuh menggelar Pilkada Serentak 2020 di 270 daerah pemilihan pada 9 Desember mendatang.

Sontak keputusan tersebut menimbulkan polemik di publik. Masyarakat menilai diselenggarakannya pesta demokrasi rakyat di daerah itu, bakal memunculkan potensi klaster baru penularan COVID-19. Apalagi aktivitas pendukung calon kepala daerah biasanya akan mengundang keramaian.

Hal tersebut rupanya benar terjadi. Kerumunan massa terjadi bahkan saat pasangan calon (paslon) kepala daerah masih di tahap awal, yakni pendaftaran di KPU masing-masing daerah. Mereka membawa ratusan massa yang tidak bisa menjaga protokol kesehatan.

Bahkan Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin mencatat ada 243 pelanggaran protokol kesehatan saat pendaftaran bakal pasangan calon. Parpol dan bapaslon membawa sejumlah pendukung dan melakukan pengerahan massa. Jarak antar pendukung bapaslon tidak sesuai protokol kesehatan, terutama menjelang proses pendaftaran.

“Penyelenggara dan pihak keamanan harus lebih menegakkan dengan lebih tegas protokol kesehatan dan pencegahan Covid19 pada pelaksanaan tahapan berikutnya Pemilihan 2020, terutama kegiatan di luar ruangan,” kata Afif melalui keterangan tertulisnya, Senin (7/9/2020).

Tak cukup di situ, pada tahapan kampanye juga banyak paslon yang menggelar pertemuan tatap muka. Padahal, KPU dan Bawaslu sudah tegas membuat aturan bahwa kampanye harus dilakukan secara daring untuk meminimalisasi penularan virus.

Baca Juga: Ketua PA 212: Negara Tidak Adil, Kerumunan Lain Banyak Tak Ditindak

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya