TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Wacana Ambang Batas Perlemen Naik, Pengamat: Biar Politik Gak Gaduh

Partai politik kecil harus mendekati konstituen

Rapat Paripurna DPR RI (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Jakarta, IDN Times - Pengamat Politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komaruddin mendukung wacana penambahan parliamentary threshold atau ambang batas parlemen, yang saat ini di angka 4 persen.

Hal tersebut, kata Ujang, penting dilakukan sebagai upaya penyederhanaan partai politik di parlemen dan stabilitas politik di tanah air.

Baca Juga: MK Tolak Batas Usia 21 Tahun, Mimpi Tsamara-Faldo Maju Pilkada Pupus

1. Ambang batas parlemen yang ideal 5 persen

Rapat Paripurna DPR RI (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Menurut Ujang, angka ambang batas parlemen yang ideal sekitar 5 persen. Karena partai politik di parlemen sekarang ini ada sembilan.

“Sekarang kan masih ada sembilan partai di parlemen, artinya butuh penyederhanaan partai,” kata dia saat dihubungi IDN Times, Minggu (26/1).

2. Banyak partai lebih cenderung gaduh

Ilustrasi (ANTARA FOTO/Ampelsa)

Menurut Ujang, pasca-reformasi banyak lahir partai baru yang justru semakin membuat gaduh politik. Bahkan, elite partai lebih cenderung memanfaatkan partai sebagai ajang bagi-bagi jabatan.

“Jadi (kalau partai sedikit) konsolidasi demokrasinya berjalan dengan mudah dan sederhana. Dari dulu semenjak reformasi banyak partai politik kan cenderung gaduh, rame dan memikirkan partainya masing-masing saja,” tutur dia.

3. Indonesia harus mencontoh Amerika yang hanya menonjolkan dua partai besar

Presiden Amerika Serikat Donald Trump berjabat tangan dengan pendiri World Economic Forum Klaus Schwab saat ia tiba untuk memberikan pidato dalam pertemuan tahunan World Economic Forum (WEF) ke-50 di Davos, Swiss, pada 21 Januari 2020. (ANTARA FOTO/REUTERS/Denis Balibouse)

Ujang mengatakan, Indonesia seharus nya bisa mencontoh Amerika Serikat sebagai negara demokrasi yang lebih kuat dengan hanya menonjolkan dua partai besar, yaitu Partai Demokrat dan Republik.

“Jadi politik nya (Amerika) walau pun agak gonjang-ganjing, tapi relatif stabil. Oleh karena itu, di Indonesia walaupun konstruksi masyarakatnya heterogen, banyak agama, suku, dan lain-lain yang memungkinkan munculnya banyak partai, tapi kan perlu disederhanakan,” kata dia.

Baca Juga: Rakernas 2020 Usai, PDIP Rekomendasikan Revisi UU Pemilu Hingga Rempah

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya