TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Luhut Klaim Mediasi Gagal, Pihak Haris Azhar: Arogansi Pejabat!

Haris dan Fatia siap menghadapi Luhut di pengadilan

ANTARA FOTO/Reno Esnir

Jakarta, IDN Times - Tim Advokasi Bersihkan Indonesia mengkritik pernyataan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang mengklaim mediasi dengan Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidianti telah gagal.

Anggota Tim Advokasi Bersihkan Indonesia, Rivanlee Anandar juga menyesalkan rencana gugatan yang tetap dilayangkan. Rencana tersebut disampaikan dengan dalih Haris dan Fatia tidak menghadiri mediasi.

“Kami menilai langkah tersebut merupakan bentuk arogansi pejabat publik yang tidak membuka ruang diskusi ataupun menghormati mekanisme kepolisian terkait keadilan restoratif. Narasi tersebut juga justru mengesankan pihak Luhut berkuasa mengatur proses mediasi,” kata Rivanlee lewat keterangan tertulisnya, Selasa (16/11/2021).

Baca Juga: Haris Azhar Absen Mediasi, Luhut Binsar: Ketemu di Pengadilan Saja

1. Jadwal mediasi tidak ditentukan oleh Haris dan Fatia

Direktur Eksekutif Lokataru, Haris Azhar ketika berbicara di program siniar dengan Fatia Maulidiyanti (Tangkapan layar YouTube Haris Azhar)

Rivanlee menjelaskan, Haris dan Fatia menerima tiga kali undangan untuk melakukan mediasi, Haris dan Fatia sudah dua kali siap datang untuk menghadiri mediasi, masing-masing pada 21 Oktober 2021 dan 1 November 2021.

Bahkan pada 21 Oktober 2021, pihak terlapor yakni Fatia dan Haris bersama Tim Advokasi Bersihkan Indonesia telah datang langsung ke Polda Metro Jaya, namun mediasi tidak dilakukan karena Luhut sedang berada di luar negeri.

Hal ini sudah diterima oleh pihak terlapor atas ketidakhadiran pihak pelapor, dan jadwal mediasi pertama pada 21 Oktober 2021 sudah terjadi kesepakatan antara pihak terlapor dengan pihak penyidik untuk membentuk sebuah kesepakatan jadwal terlebih dahulu antara kedua belah pihak sebelum menentukan jadwal mediasi agar mediasi dapat berjalan dengan semestinya.

“Akan tetapi, alih-alih pihak penyidik meminta kesepakatan dan kesediaan dari pihak terlapor untuk melakukan mediasi pada 15 November 2021, pihak terlapor justru langsung menerima undangan dari penyidik dengan jadwal yang hanya disesuaikan dengan pihak pelapor,” ujar Rivanlee.

2. Pihak Haris dan Fatia telah meminta penundaan mediasi

Gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Rivanlee juga mempertanyakan, pernyataan penyidik bahwa penundaan mediasi tanpa laporan atau pemberitahuan kepada penyidik. Padahal, lewat SK/05/TA-BI/XI/2021 13 November 2021, pihaknya sudah menyampaikan surat jawaban yang pada intinya meminta penundaan mediasi.

“Karena Fatia Maulidiyanti berhalangan untuk hadir pada 15 November 2021. Selain melalui surat jawaban yang kami sampaikan, sebelumya Fatia juga telah melakukan komunikasi melalui telepon dengan Kompol Welman Feri yang menyatakan bahwa dirinya berhalangan hadir karena sedang berada di luar provinsi,” ujar Rivanlee.

Baca Juga: Luhut Minta Penjarakan Mafia Pelabuhan, Polri Susun Aturan Teknis

3. Haris dan Fatia siap menghadapi Luhut di pengadilan

Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memenuhi panggilan Polda Metro Jaya untuk mediasi dengan Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidianti. (IDN Times/ Irfan Fathurohman)

Rivanlee menjelaskan, pada dasarnya mediasi penal dapat dilakukan jika para pihak terlibat dalam perundingan saling menyadari terhadap hasil yang diperoleh dalam mediasi. Sehingga prinsip yang terpenting dalam mediasi penal adalah kehadiran para pihak agar memberikan akses dan kesempatan yang sama dan seluas mungkin kepada para pihak yang bersengketa untuk memperoleh keadilan.

“Akan tetapi, dalam hal ini pihak Luhut telah menyimpulkan terlebih dahulu bahwa mediasi tidak berhasil dilakukan karena ketidakhadiran pihak terlapor, sehingga pihaknya akan menempuh upaya hukum selanjutnya,” ujarnya.

Dalam keterangannya, Luhut juga menyatakan bahwa kasus ini lebih baik diteruskan ke mekanisme Pengadilan.

“Kami melihat bahwa hal ini dapat berimplikasi positif, sebab bukti-bukti yang kami miliki dapat menjadi dokumen pembuktian resmi di Pengadilan. Lewat mekanisme peradilan yang terbuka untuk umum, publik dapat mengetahui situasi riil yang terjadi di Papua,” sambungnya.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya