TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pekan Depan, BP2MI akan Laporkan 375 Kasus ABK ke Mabes Polri

Banyak aduan human trafficking terkait para ABK asal RI

Ari, salah satu ABK WNI yang bekerja di kapal ikan Tiongkok Long Xing 629. (Istimewa)

Jakarta, IDN Times - Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengatakan, pihaknya telah menerima 375 aduan ABK yang menerima perlakuan human trafficking.

Dari aduan tersebut, Benny akan melaporkan kasus tersebut ke Mabes Polri pada pekan depan.

“Minggu depan saya akan memimpin langsung, melaporkan 375 kasus pengaduan ABK ini ke Mabes Polri,” kata Benny di acara diskusi Perlindungan Pekerja Migran di Tengah Pandemik Sabtu (9/5).

Baca Juga: Menteri KKP Pastikan Cari Lapangan Kerja untuk 14 ABK Long Xing 629 

1. Negara harus hadir dalam pelanggaran HAM yang dialami ABK WNI

Ilustrasi (IDN Times/Sukma Shakti)

Dari jalur hukum ini, Benny berharap jadi momentum negara hadir dalam peristiwa pelanggaran HAM di perairan Samudera Pasifik.

“Negara harus hadir dan penataan kewenangan, penataan rekrutmen. Kemudian kepulangan ABK itu. Ini menjadi fokus menjadi konsen kita,” ujarnya.

2. BP2MI masih menunggu PP terkait ABK

Ketua DPP Partai Hanura Benny Ramdhani. (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Lebih kanjut, Benny menjelaskan terkait peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi di kapal milik Tiongkok yang berlayar di laut Samudera Pasifik, BP2MI masih menunggu Peraturan Pemerintah agar berwenang untuk melindungi ABK ini.

“Di UU sebelumnya, UU 39 Tahun 2004 itu memang tidak menjadi wewenang BNP2TKI saat itu. Kemudian, sekarang di UU 18 2017 terkait ABK ini masuk. Tapi yang menjadi problem di peraturan pemerintah, kita belum mempunyai kekuatan terkait PP yang hingga hari ini masih dalam tahap harmonisasi dan itu yang kita dorong agar PP bisa cepat dikeluarkan,” ujar Benny.

3. 18 ABK mendapat perlakuan human trafficking

ABK Kapal Tiongkok ditelepon Menlu Retno Marsudi (Tangkap Layar Video Dubes RI di Korsel, Umar Hadi)

Sebelumnya, ramai diberitakan kasus pelarungan tiga ABK WNI dari Kapal Long Xing milik perusahaan Tiongkok di Samudera Pasifik. Tiga korban tersebut diklaim memiliki riwayar penyakit yang menular sehingga diambil tindakan standar pelayaran.

Kejadian tersebut terjadi pada Desember 2019, bermula ketika dua ABK asal Indonesia jatuh sakit. Karena sakitnya semakin serius, para kru mendesak kapten kapal untuk melabuhkan kapal agar kedua ABK tersebut mendapatkan penanganan medis yang memadai. Akan tetapi kapten kapal menolak dengan alasan tidak mendapatkan otorisasi dari perusahaan.

Tanggal 22 Desember 2019 pagi, seorang ABK dengan inisial (S) meninggal dunia. Kapten kapal lantas melarung jenasah (S) ke laut pada sore di hari yang sama. Kemudian pada tanggal 27 Desember 2019, seorang ABK lain yang sakit dipindahkan ke kapal lain, Long Xing 802 yang sedang perjalanan menuju pelabuhan terdekat di Samoa. Setelah 8 jam berada di di Long Xing 802, ABK yang berinisial (Al) meninggal dunia, dan juga dilarung ke laut.

Karena kejadian ini, kru Long Xing 802 panik dan minta dipulangkan. Long Xing 802 berlayar kembali ke Busan. Pada tanggal 27 Maret 2020, para ABK tersebut dipindahkan ke kapal lain yang bernama Tian Yu 8 yang sedang perjalanan ke Busan. Pemindahan ini untuk menghindari kemungkinan penolakan berlabuhnya kapal Long Xing karena adanya insiden kematian.

Pada 29 Maret 2020 ketika Tian Yu 8 mendekati perairan Jepang, seorang ABK yang berinisial (Ar) meninggal dunia dan juga dilarung ke laut. Kapal tiba di Busan pada 24 April 2020. Melalui tugboat, semua ABK dibawa ke imigrasi, setelah itu dikarantina di sebuah hotel dikarenakan adanya pandemik COVID-19.

Ada satu ABK lagi atas nama (Ef) yang meninggal dunia saat perjalanan ke rumah sakit pada tanggal 27 April 2020, sehingga total ABK yang gugur dalam tugas ada 4 WNI, sedangkan yang dikarantina di Busan saat ini ada 14 orang.

Baca Juga: DPR Desak Pemerintah Investigasi Pelarungan Tiga ABK di Kapal Tiongkok

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya