TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Rencana Jahat dari Lapangan Golf Atur Korupsi Menara BTS Kominfo

Skema bisnis proyek BTS Kominfo direncanakan sejak 2019

Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate usai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Rabu (17/5/2023). (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Jakarta, IDN Times - Bukan perkara mudah menetapkan eks Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G Plate, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyediaan menara base transceiver station (BTS) 4G Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tahun 2020-2022.

Dalam perkara ini, Johnny sudah tiga kali diperiksa Kejagung dalam kapasitasnya sebagai saksi. Ia diperiksa pada 14 Februari, 15 Maret dan 17 Mei 2023.

Direktur Penyidikan Kejagung, Kuntadi kepada IDN Times juga mengaku telah melakukan evaluasi gelar perkara berkali-kali untuk menentukan nasib Sekjen Partai NasDem itu.

Alhasil, Johnny baru bisa ditetapkan sebagai tersangka pada pemeriksaan ketiga pada 17 Mei.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana mengatakan, setiap gelar perkara yang dilakukan, pihaknya juga melakukan evaluasi tiap Jumat.

“Gelar perkara itu tiap minggu kita lakukan evaluasi, hampir tiap Jumat kita lakukan evaluasi teman-teman penyidik,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana kepada IDN Times di Kejagung pada Rabu, 17 Mei 2023.

Penyidikan kasus BTS Kominfo ini pun dipastikan terus berlanjut lantaran masih banyak pihak-pihak terperiksa karena diduga terlibat dalam kasus ini. Lalu siapa saja yang diduga berperan penting dan belum tersangka?

Baca Juga: Kejagung Periksa 2 Ajudan Johnny Plate di Kasus Korupsi BAKTI Kominfo

1. Skema bisnis konsorsium direncanakan sejak 2019 oleh tiga sekawan pemain golf

Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan (dok. Humas Kejagung)

Beberapa nama sempat disebut dalam berita acara pemeriksaan (BAP) Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI), Anang Achmad Latif.

Dari BAP Latif yang dilihat IDN Times, salah satu nama yang memiliki peran penting dan masih berstatus sebagai saksi adalah Dirut PT Sansaine Exindo, Jemy Sutjiawan alias JS.

Jemy merupakan saksi pertama yang diperiksa oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) pada 12 November 2022. Jemy juga sempat dicekal ke luar negeri untuk kepentingan penyidikan bersama 22 saksi lainnya.

Dalam BAP, Latif mengaku sudah mendiskusikan skema bisnis dan pembiayaan proyek BTS Kominfo sejak 2019 bersama Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan dan Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Tbk (MORA) atau Moratelindo, Galumbang Menak.

Ketiganya mendiskusikan proyek dengan anggaran jumbo sambil bermain golf di Pondok Indah, Suvarna Halim, PIK, BSD dan sebagainya.

Irwan merupakan teman satu angkatan Latif di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 1990. Latif memilih berdiskusi dengan Irwan juga karena ia memiliki pengalaman bekerja di Ericson dan Nokia pada 2000 hingga 2010.

Sementara itu, Latif mengenal Galumbang sebagai pengusaha sejak 2000. Ditambah, Galumbang pernah bekerja sama dengan BAKTI Kominfo pada 2016 di proyek Palapa Ring paket Barat dan Timur.

Dari diskusi itu, Galumbang dan Irwan menyarankan Latif agar proyek digarap kontraktor dan operasional yang sama. Alasannya, agar jika terjadi masalah maka perbaikannya bakal mudah.

Keduanya juga menyarankan Latif agar skema bisnis dimotori oleh konsorsium. Dengan alasan, proyek BTS tidak bisa dilaksanakan hanya dengan satu pihak. Sebab, proyek ini dinilai harus mempertemukan pihak pengembang teknologi, pihak operasional dan pihak pemilik lisensi.

Baca Juga: Mahfud MD: Anggaran Pembangunan BTS Kominfo Cukup Rp 3-4 Triliun 

2. Imbalan Rp5 miliar dari Jemy Sutjiawan dan Irwan Hermawan

Jimmy Sutjiawan (academia.edu/Pengusaha Sukses Jemy Sutjiawan)

Alhasil, dari diskusi itu proyek BTS pun diputuskan untuk dijalankan sengan skema bisnis konsorsium. Dimana, proyek dibagi ke lima paket yang dikerjakan oleh tiga konsorsium.

Paket satu dan dua digarap oleh konsorsium Fiberhome, Telkominfra dan MTD. Di konsorsium inilah, Latif berhubungan dengan Jemy Sutjiawan. Jemy dan Huang Liang merupakan pihak yang menghubungi Latif terkait konsorsium paket satu dan dua.

Paket tiga dikerjakan oleh konsorsium Lintasarta, Huawei dan SEI. Pihak yang menghubungi terkait paket tiga ini adalah Alfi Asnan dan Mukti Ali.

Sementara, paket empat dan lima dipegang oleh konsorsium IBS dan ZTE. Adapun yang menghubungi Latif adalah Makmur Jaury dan Steven.

“Proyek berjalan dan saya menerima sejumlah uang dari Irwan Hermawan dan Jemy Sutjiawan,” kata Latif dalam BAP.

Pada awal Januari 2022, Jemy mengunjungi Latif di kantor BAKTI Kominfo di lantai 45. Jemy menemui Latif di ruang kerja dan meletakkan satu kotak kecil di atas meja.

Keduanya tidak membahas kotak tersebut, dan terlarut dalam obrolan di luar pekerjaan. Beberapa saat kemudian, Jemy meninggalkan ruangan Latif.

“Kemudian saya membuka kotak tersebut yang ternyata berisikan uang 200.000 dolar Singapura equivalent Rp2 miliar,” kata Latif. Ia sebut pemberian uang itu atas proyek BTS paket satu dan dua yang digarap Jemy dan kawan-kawan.

Sementara itu dari Irwan, Latif menerima diduga imbalan sebesar Rp3 miliar. Namun, Latif berkilah uang tersebut merupakan pinjaman Irwan kepada Latif.

Uang dari Jemy dan Irwan itu pun digunakan Latif untuk membeli sebuah rumah di Padalarang, Jawa Barat senilai Rp6,7 miliar.

Kesaksian Latif dalam BAP didukung dengan ‘Peta Aktor Korupsi BTS BAKTI Kominfo’ yang diterima IDN Times. Nama Jemy berada di posisi tengah dengan peran penting yang berhubungan langsung dengan tersangka eks Menkominfo, Johnny G Plate dan Anang Achmad Latif (AAL).

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana enggan menjawab terkait peta aktor korupsi BTS Kominfo ini saat dikonfirmasi IDN Times.

Ketut juga belum bisa menjawab tentang informasi soal Jemy sebagai justice collaborator dalam kasus korupsi BTS Kominfo.

“Saya belum dapat info, nanti saya cek,” kata Ketut, Rabu (24/5/2023).

Ia hanya memastikan, Kejagung masih melakukan pengembangan kasus dengan memeriksa saksi-saksi lain. Termasuk memeriksa Jemy kembali.

Kejagung juga masih membuka peluang untuk menetapkan tersangka lain.

“Perkara masih sedang berjalan, tunggu saja perkembangannya,” imbuhnya.

3. Rp500 juta per bulan untuk dana operasional tim pendukung Menteri

Tersangka korupsi BTS Bakti Kominfo, Galumbang Menak ditahan Kejaksaan Agung. (dok. Kejagung)

Untuk memuluskan proyek BTS, Johnny G Plate juga meminta imbalan ke Latif. Dalam BAP, Latif mengaku diminta Rp500 juta per bulan untuk dana operasional tim pendukung Menteri.

Hal itu ia ceritakan terjadi pada sekitar Januari dan Februari 2021 di lantai tujuh Kominfo, tepatnya di ruang Menteri Johnny.

“Apakah Happy (Kepala Bagian Tata Usaha Kominfo sekaligus sekretaris pribadi Johnny, Happy Endah Palupy) sudah menyampaikan sesuatu?” tanya Johnny.

"Soal apa?" jawab Latif.

"Soal dana operasional tim pendukung menteri, sekitar Rp500 juta setiap bulan, untuk anak-anak kantor. Nanti Happy akan ngomong sama kamu," kata Johnny.

Percakapan pun usai, Latif lekas meninggalkan ruang menteri dan langsung menemui Happy.

"Pak Menteri sudah menyampaikan soal dana operasional, tapi kasih saya waktu ya," kata Latif.

Lima hari kemudian, Latif kembali ditanya Happy mengenai setoran Rp500 juta.

“Belum ketemu solusinya,” jawab Latif.

Merasa terusik, Latif bertandang ke kantor Moratelindo. Di sanalah ia bertemu dan meminta bantuan kepada Irwan.

Setelah mendapat kesanggupan Irwan, beberapa hari kemudian, Latif kembali bertemu Happy.

"Bila nanti ada dana operasional, kepada siapa diserahkan?" tanya Latif kepada Happy.

Happy lalu memberikan nomor ponsel seseorang bernama Yunita, yang kemudian diserahkan Latif ke Irwan.

"Ini kontak penerima kalau sudah ada solusi dana operasional tim pendukung pak menteri yang kemarin saya sampaikan," kata Latif.

Setelah memberikan nomor kontak Yunita kepada Irwan, ia tak pernah lagi mengonfirmasi apakah setoran Rp500 juta per bulan itu lancar.

Pada Februari 2021, ketika Latif ke ruangan Johnny untuk membahas pekerjaan, sang menteri sempat bertanya perihal realisasi setoran dana operasional itu.

"Harusnya sudah pak menteri," Latif terperangah lantaran timbul lagi pertanyaan soal Rp500 juta.

"Ini penting buat anak-anak kerja," timpal Johnny.

Setelah pertemuan itu, Latif mengaku tak pernah lagi ditanya Johnny atau Happy terkait Rp500 juta.

4. Dugaan keterlibatan perusahaan suami Puan

Ketua DPP PDI Perjuangan, yang juga Ketua DPR RI Puan Maharani (kanan) berjabat tangan dengan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto (kiri) usai memberikan sambutan pada acara Bimbingan Teknis (Bimtek) Anggota DPRD PDI Perjuangan Tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Indonesia di Jakarta, Senin (9/1/2023). Kegiatan Bimtek tersebut dilakukan dalam rangka menyambut HUT ke-50 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Tidak hanya meminta bagian, Johnny juga pernah memerintahkan Latif untuk menghubungi seseorang bernama Yusrizki Muliawan untuk membicarakan proyek BTS Kominfo pada Februari 2021.

Latif diperintahkan untuk membicarakan peluang bisnis yang bisa dikerjasamakan dalam proyek BTS 4G. Namun ia mengklaim meminta Irwan Hermawan menindaklanjuti perintah Menteri Johnny tersebut.

Latif hanya menyatakan sempat bertemu dengan Yusrizki belakangan dan mendapat informasi bahwa kenalannya itu sedang menjajaki bisnis dengan tiga konsorsium pemenang proyek BTS 4G.

“Namun terhadap hasil penjajakan bisnis tersebut selanjutnya saya tidak mengetahui perkembangannya,” kata Anang dalam BAP.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, Yusrizi merupakan Direktur Basis Investments Indonesia, PT Basis Utama Prima yang merupakan perusahaan milik Happy Hapsoro.

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) pun membantah dugaan keterlibatan suami Puan Maharani, Hapsoro Sukmonohadi alias Happy Hapsoro, dalam kasus korupsi BTS Kominfo.

“Hal tersebut (keterlibatan suami Puan) sama sekali tidak benar. Korupsi adalah korupsi dan itu dimulai dengan siapa pemegang mandat, pemegang kewenangan atas pengguna anggaran, yaitu adalah Kominfo,” kata Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto di DPP PPP di Menteng, Jakarta Pusat, Senin (29/5/2023).

Baca Juga: PDIP Bantah Keterlibatan Suami Puan di Kasus BTS Kominfo

5. Johnny G Plate tidak memberikan kajian soal proyek BTS Kominfo

Infografis kasus dugaan korupsi BTS Kominfo (IDN Times/Aditya)

Bukan hanya soal ‘potong kue’ dari proyek BTS Kominfo. Latif juga mengungkap bahwa Johnny tidak pernah memberikan kajian terkait proyek BTS Kominfo.

Hal itu terungkap ketika tim PMO BAKTI menggelar pemeriksaan lapangan di NTT dan Sulawesi Utara dimana ditemukan adanya keluhan masyarakat setelah terpasang tower BTS, sinyal malah hilang.

Latif menjelaskan, hal itu terjadi karena kapasitas yang tersedia di satelit dan anggaran hanya mencukupi untuk dua sampai delapan Mbps setiap BTS. Ia pun menyebut Johnny mengetahui soal keterbatasan itu.

Penyidik pun menanyakan soal kajian proyek BTS Kominfo. Namun, Latif mengatakan Menkominfo saat itu Johnny tak pernah memberikan kajian soal proyek Rp10 triliun itu.

“Tidak pernah (diberi kajian BTS oleh Johnny),” kata Latif.

“Terhadap 4.200 BTS yang diajukan ke Presiden tidak dibuatkan kajian terlebih dahulu,” imbuhnya.

Baca Juga: Aliran Korupsi BTS Diduga Masuk 3 Parpol, Mahfud: Hukum yang Tentukan

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya