TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Joki Cilik Pacuan Kuda Tewas, KemenPPPA Minta Praktiknya Dihentikan

Korban alami pendarahan otak karena jatuh dari kuda

Lomba pacuan kuda tradisional menggunakan joki cilik di Pulau Sumbawa. (Dok. Istimewa)

Jakarta, IDN Times - Seorang joki kuda cilik di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTT), meninggal dunia usai jatuh saat berlatih di arena pacuan kuda. Joki cilik itu masih duduk di bangku kelas 5 sekolah dasar (SD) dan mengalami pendarahan otak.

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Nahar mengatakan, kasus serupa sudah beberapa kali terjadi. Selain korban meninggal dunia, praktik joki cilik juga menelan korban luka parah serta cacat.

“Kami turut prihatin atas kejadian insiden joki cilik yang terus berulang. Beberapa kali kami sudah melakukan pertemuan dan diskusi dengan organisasi perangkat daerah, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama. Kami sepenuhnya paham bahwa ini tradisi yang coba dipertahankan oleh masyarakat.  Pada kasus ini, kami menyoroti pelibatan anak sebagai joki kuda yang dapat mengancam jiwa anak, apalagi jika tradisi tersebut diduga memenuhi unsur eksploitasi pekerja anak dan eksploitasi ekonomi," kata Nahar dalam keterangan yang diterima IDN Times, Selasa (16/8/2023).

Baca Juga: Joki Cilik di Bima Jatuh Terlempar dari Atas Kuda hingga Tewas

1. Joki cilik pacuan kuda berisiko sebabkan kematian

Nahar sebagai Deputi Bidang Perlindungan Anak Kemen PPPA (dok. Kemen PPPA)

Nahar mengungkapkan, KemenPPPA berharap praktik penggunaan joki cilik pada pacuan kuda bisa dihentikan. Karena ini terlalu berisiko hingga menyebabkan kematian.

Bukan hanya itu, pekerjaan ini terbilang tak aman dan membahayakan keselamatan, serta kesehatan anak. Menjadi joki cilik juga bisa mengganggu tumbuh kembang anak. 

"Unsur perlindungan bagi nyawa anak harus diutamakan,” katanya.

2. Praktik joki cilik rentan eksploitasi ekonomi

Lomba pacuan kuda dengan joki cilik di Sumbawa (Dok. Pemprov NTB)

Pada 2019 dan Maret 2023 sudah pernah ada kasus serupa. Korban alami luka dan cacat. Joki cilik adalah anak-anak berusia 6-18 tahun, ini juga sudah jadi tradisi di Bima karena berat badan anak dianggap lebih ringan dari joki dewasa. Kuda jadi lebih muda berlari kencang.

Praktik joki cilik, kata Nahar, mudah mencederai anak dari sisi pemenuhan hak dan perlindungan anak. Mereka juga berpotensi terlibat dalam pusaran eksploitasi ekonomi.

“Jika anak terjebak dalam situasi eksploitasi ekonomi maka ia akan cenderung untuk kesulitan meneruskan pendidikan. Hal ini berdampak pada minimnya aksesibilitas, yang dalam jangka panjang dapat melanggengkan kemiskinan. Sedangkan, dari konteks sosial, sangat mungkin jenis lingkungan pergaulan yang ditemui oleh anak adalah lingkungan yang tidak ramah anak. Di samping itu, eksploitasi ekonomi pada anak tidak sejalan dengan arahan presiden yaitu penurunan pekerja anak,” kata Nahar.

Baca Juga: Tiga Nyawa Joki Cilik Malayang Demi Tontonan Pacuan Kuda di Bima

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya