Polusi Udara di Jakarta Saat Akhir Pekan Ternyata Parah Juga
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyebut, kualitas udara di Ibu Kota lebih baik pada akhir pekan. Berdasarkan perusahaan teknologi kualitas udara Swiss, IQAir, menyatakan kualitas udara Jakarta juga buruk di akhir pekan.
IQAir mengungkapkan kualitas udara Jakarta tidak sehat pada Sabtu (12/8/2023), yakni menyentuh angka 188 AQI US.
Kemudian pada Minggu (13/8/2023), tidak sehat dengan angka 133 AQI US. Polutan utama kualitas udara Jakarta masih di PM 2,5.
1. Heru sebut kualitas udara DKI Jakarta lebih baik akhir pekan
Pejabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengungkapkan udara buruk di Jakarta memiliki jadwal seperti para pekerja. Kualitas udara akan membaik saat akhir pekan, ketika para pekerja kantoran di Jakarta libur.
Heru menambahkan, kualitas udara di Jakarta akan kembali buruk pada awal pekan, saat masyarakat kembali beraktivitas.
"Iya mungkin (udara membaik saat libur) dan kembali lagi saat hari Senin," kata Heru, Sabtu (12/8/2023).
Baca Juga: Polusi Udara Jakarta, KLHK Soroti Gaya Hidup di Perkotaan
2. Kota dengan kualitas udara terburuk nomor empat hari ini
Pada Senin (14/8/2023) pukul 10.00 WIB, DKI Jakarta menjadi kota dengan kualitas udara terburuk keempat di dunia dengan menyentuh angka 152. Konsentrasi PM2.5 di Jakarta saat ini adalah 11.4 kali nilai panduan kualitas udara tahunan WHO.
Dalam rekomendasinya, masyarakat diminta menggunakan masker di luar, menutup jendela, menyalakan penyaring udara, bahkan menghindari aktivitas outdoor.
Baca Juga: Polusi Udara DKI Makin Ngeri, Menhub Ajak Beralih ke Motor Listrik
3. Polusi udara Jakarta ganggu kesehatan
Lembar fakta Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) yang diterima IDN Times menjelaskan bagaimana pencemaran udara bisa mempengaruhi kesehatan masyarakat.
Studi yang dilakukan pada 2019, menunjukkan tingginya prevalensi kondisi pernapasan penduduk Jakarta. Di antaranya adalah 1,4 juta kasus asma, 200 ribu kasus bronkitis, 172.000 kasus Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), dan 2,7 juta infeksi saluran pernapasan akut serta 1,3 juta jantung coroner.
Bukan hanya itu, masyarakat juga harus membayar biaya kesehatan Rp51,2 triliun per tahun. Studi juga menemukan bahwa 15,4 persen kematian di Jakarta disebabkan oleh pencemaran udara dari sektor transportasi.