Kurang Pengetahuan, Calon Hakim Ad Hoc HAM di MA Diragukan
Hakim ad hoc HAM seharusnya memiliki pemahaman mendalam
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyoroti calon hakim agung dan hakim ad hoc Hak Asasi Manusia (HAM) dalam lingkup Mahkamah Agung (MA). KontraS meragukan kualitas para calon hakim ad hoc HAM tersebut.
"Berdasarkan pemantauan dan background check terhadap para calon hakim yang kami lakukan sejak tanggal 30 Januari, kami meragukan kualitas dan pemahaman para calon hakim ad hoc HAM yang akan berdampak secara signifikan pada keberadaan proses persidangan yang akan berjalan. Keraguan tersebut terbukti pada wawancara terbuka tanggal 2 Februari 2023 yang kami hadiri," ujar Koordinator Fatia Maulidiyanti, dilansir Sabtu (4/2/2023).
Baca Juga: Sidang Majelis Kehormatan Hakim Berhentikan Dua Hakim Indisipliner
Baca Juga: Alasan Komnas HAM Buat Tim Ad Hoc Selidiki Pelanggaran HAM Berat Munir
1. Ada calon yang minim pengetahuan soal HAM
Dari lima orang yang menjadi calon hakim ad hoc HAM tersebut, nantinya ada tiga yang terpilih untuk mengadili proses kasasi dari pelanggaran HAM berat Paniai yang terdakwanya telah divonis bebas pada Desember 2022.
KontraS pun melihat beberapa calon hakim tersebut sangat minim pengetahuan tentang pengadilan HAM. Mereka juga dinilai belum memahami perbedaan mendasar antara pelanggaran HAM yang dirumuskan dalam UU 39 Tahun 1999 (UU HAM) dengan pelanggaran HAM berat yang dirumuskan dalam UU Pengadilan HAM.
Selain itu, adapula calon yang tak bisa menjelaskan dengan baik unsur utama kejahatan terhadap kemanusiaan, yaitu 'meluas' dan 'sistematis'. Kemudian, ada juga calon hakim yang kebingungan ketika menjawab pertanyaan mengenai mekanisme kompensasi dan restitusi kepada korban pelanggaran HAM berat dengan alasan belum membaca payung hukum.
"Calon yang lain bahkan tidak bisa membedakan mekanisme yudisial dan nonyudisial dalam penyelasaian pelanggaran HAM berat serta tidak memahami pertanggungjawaban komando yang diatur dalam Pasal 42 UU Pengadilan HAM dengan berkata, 'saya belum mengetahui mengenai tanggung jawab komando.' Minimnya pengetahuan tersebut tentu saja berbahaya bagi pengadilan HAM mengingat para calon jika terpilih akan diberi tugas mengadili kasus pelanggaran HAM Berat Paniai pada tingkat kasasi," ujar Fatia.
Baca Juga: Sidang Vonis Sambo 13 Februari, Mahfud Percaya Hakim Bakal Adil
Baca Juga: Bawaslu Awasi Rekrutmen Petugas Ad Hoc Pemilu di Sulsel
Baca Juga: KontraS: PT GNI Bermasalah, Perusahaan dan Negara Harus Tanggung Jawab