TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

LaporCovid: Penting Buka Data Kematian Isoman Agar Masyarakat Waspada

Tercatat 2.706 pasien COVID-19 meninggal saat isoman

Suasana Makam Jenazah Pasien COVID-19 di TPU Rorotan pada Senin (26/7/2020). (IDN Times/Uni Lubis)

Jakarta, IDN Times - Kasus kematian pasien COVID-19 saat isolasi mandiri (isoman) kian meningkat. Hingga saat ini, tercatat 2.706 kasus masuk ke data LaporCovid-19. Inisiator LaporCovid-19 Ahmad Arif menjelaskan, data terkait penanganan pandemik COVID-19 penting, salah satunya untuk menentukan kebijakan penanganannya.

"Ketika ada data kematian isoman yang meningkat di suatu daerah, itu sebenarnya indikator nyata bahwa fasilitas kesehatannya kolaps, sudah tidak memadai lagi, sudah tidak bisa menampung pasien," kata Arif di program Ngobrol Seru by IDN Times yang bertajuk 'Jakarta Darurat Kematian Pasien Isoman', Rabu (28/7/2021).

Baca Juga: LaporCovid-19: Kematian Pasien Isoman Banyak pada Klaster Keluarga

1. Apa yang harus dilakukan pemerintah dan masyarakat?

BPBD Kota Bekasi evakuasi jenazah COVID-19 yang sedang melakukan isoman di rumah. (dok. BPBD Kota Bekasi)

Menurut Arif, indikator itu harusnya bisa menciptakan kebijakan dari hulu ke hilir, yakni menekan laju penularan agar kasus aktif COVID tidak melebihi kapasitas fasilitas kesehatan yang ada.

Kemudian dari sisi hilir, pemerintah mau tak mau membuat prosedur triase yakni penanganan sesuai tingkat kegawatdaruratan pasien di fasilitas kesehatan, serta meningkatkan tempat isolasi terpusat.

"Nah kalau dari sisi masyarakatnya ini juga penting untuk membangun, memperbaiki persepsi risiko," ujar Arif.

2. Jika kasus kematian tak dibuka transparan, masyarakat berpikir kondisi baik-baik saja

Ilustrasi pemakaman salah satu pasien COVID-19 (IDN Times/Aldila Muharma&Fiqih Damarjati)

Arif menjelaskan, jika angka kematian akibat COVID-19 ini tidak ditampilkan secara transparan, maka masyarakat akan mengira bahwa kondisi baik-baik saja. Karena yang meninggal sedikit dan hanya yang ada di rumah sakit, padahal kasus meninggal saat isoman juga banyak.

"Ini bisa membiaskan persepsi risiko masyarakat, masyarakat merasa seolah-olah aman padahal sebenarnya tidak. Prinsip komunikasi risiko itu kan harusnya transparansi data dan informasi, tujuannya apa? Untuk meningkatkan kewaspadaan dan kemampuan masyarakat dalam mitigasi risiko," kata dia.

3. Komunikasi risiko sejauh ini hanya dibuat untuk tenangkan masyarakat

Sejumlah warga berbelanja di Pusat Grosir Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Minggu (2/5/2021) (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Menurutnya, selama ini komunikasi risiko yang diberikan seolah-olah hanya menenangkan masyarakat, karena banyak kasus kematian yang ditutupi dan tak dilaporkan, sedangkan hanya angka kesembuhan yang diglorifikasi. 

Arif melanjutkan, angka kesembuhan bukan variabel di dalam pandemik karena tingkat kematian dan keparahannya termasuk rendah.

"Tetapi bahaya COVID-19 adalah tingkat menular yang tinggi, ketika itu dibiarkan akan membanjiri fasilitas kesehatan dan melumpuhkan rumah sakit," ujarnya.

Baca Juga: Bertaruh Nyawa Jemput Jenazah COVID yang Meninggal saat Isoman

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya