Mahasiswi UPH Cabut Laporan Kekerasan, Komnas Perempuan Rujuk ke LBH
AS alami kekerasan dari mantan kekasihnya
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, menanggapi kasus kekerasan dalam pacaran yang dialami AS, mahasiswi Universitas Pelita Harapan (UPH) yang sempat membuat laporan tapi akhirnya mencabutnya.
Menurut Ami, pilihan korban untuk menunda atau tidak melanjutkan laporan kekerasan adalah hal yang bisa dipahami.
"Komnas Perempuan memahami korban kekerasan menunda atau tidak melanjutkan laporan atas kekerasan yang dialaminya. Hal ini dikarenakan apa yang dialami korban adalah salah satu bentuk Kekerasan Dalam Pacaran (KDP). Secara substantif Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terhadap istri dan KDP adalah sama-sama bentuk kekerasan terhadap perempuan dalam relasi personal di mana pelaku dan korban berada dalam hubungan intim atau asmara," kata dia kepada IDN Times, Senin (20/2/2023).
Baca Juga: UPH Investigasi Kasus Kekerasan Mahasiswi oleh Mantan Kekasihnya
Baca Juga: Komnas Perempuan Sempat Terima Laporan Mahasiswi UPH yang Dianiaya
1. Belum ada payung hukum spesifik soal KDP
Perbedaan KDRT dan KDP, kata dia, berbeda pada status hukum pelaku dan korban. Jika dalam KDRT status pelaku adalah suami dan istri, maka UU PKDRT dapat menjadi payung hukum untuk korban, sedangkan KDP belum ada aturan hukum spesifik merujuk pada KUHP.
"Dalam KDP dan KDRT berlaku siklus kekerasan seperti yang dialami oleh korban," kata dia.
Namun kini, korban perlu konsultasi atau bantuan hukum dan konseling psikologis sehingga akan dirujuk oleh Komnas Perempuan ke LBH keadilan Tangerang Selatan.
Baca Juga: FSGI: Ada 10 Kasus Kekerasan Seksual Anak di Sekolah Sejak Awal 2023
Baca Juga: UPH Investigasi Kasus Kekerasan Mahasiswi oleh Mantan Kekasihnya