TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mengenal Love Scamming, Tipu dan Peras Perempuan dengan Modus Cinta

Kemen PPPA minta perempuan hati-hati berkenalan dengan orang

Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan KemenPPPA, Eni Widiyanti dan Direktur Eksekutif ICT Watch, Indriyatno Banyumurti dalam acara Media Talk “Cegah Perempuan Terjerat Modus Love Scamming” (Dok. KemenPPPA)

Jakarta, IDN Times - Kasus love scamming atau penipuan berkedok asmara banyak memakan korban, utamanya perempuan.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengimbau para perempuan untuk lebih meningkatkan kewaspadaan.

Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan Kemen PPPA, Eni Widiyanti, menjelaskan, love scamming adalah modus penipuan berkedok cinta.

"Di Indonesia sendiri banyak sekali kasus love scamming sudah menimbulkan banyak korban hingga menyebabkan kerugian materil maupun immateril, terutama lebih banyak korbannya adalah perempuan. Oleh karenanya, kita harus lebih meningkatkan kewaspadaan agar jangan sampai menjadi korban penipuan ini," kata dia dalam acara Media Talk 'Cegah Perempuan Terjerat Modus Love Scamming', dilansir Sabtu (9/9/2023).

Baca Juga: Polri Gandeng Polisi China Tangkap Pelaku Love Scamming di Batam

Baca Juga: Kemen PPPA Dorong Kapolri Usut Kasus Pelecehan Seksual Miss Universe

1. Pelaku berkomunikasi dari media sosial

Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan KemenPPPA, Eni Widiyanti, dalam acara Media Talk “Cegah Perempuan Terjerat Modus Love Scamming”, dilansir Sabtu (9/9/2023).

Eni menjelaskan, pelaku biasanya hanya akan menggunakan media sosial atau aplikasi percakapan dalam berkomunikasi. Mereka selalu beralasan untuk tidak mau melakukan video call, telepon, apalagi bertemu di dunia nyata.

Para pelaku juga menggunakan identitas online palsu, terlalu cepat mengatakan cinta hingga mengajak ke jenjang lebih serius atau menikah. Mereka selalu memiliki alasan membutuhkan uang karena darurat.

Eni mengatakan, beberapa hal yang bisa dilakukan perempuan adalah jangan mudah percaya pada orang yang belum dikenal dan mudah percaya pada rayuan.

Pelaku juga akan lebih detail mencari profil dan latar belakang seseorang sebelum menjalin hubungan lebih dekat. Dengan begitu, bagi siapa pun agar tidak menyebarkan informasi pribadi apalagi hingga mengirimkan uang kepada orang yang baru dikenal.

"Perhatikan tanda-tanda penipuan, seperti permintaan uang atau informasi pribadi yang tidak seharusnya dibagikan, jangan mengirim uang kepada seseorang yang belum pernah ditemui secara langsung, berhati-hati mengunggah foto, video, dan kata-kata di medsos," kata dia.

"Minta bertemu langsung sebelum terlalu terlibat secara emosional, curigai pesan yang tidak diminta dari orang asing di media sosial atau aplikasi kencan. Lebih teliti mencari profil dan latar belakang orang sebelum terlibat dalam komunikasi atau pertemuan apapun, kemudian percayai insting kita dan mintalah nasihat teman atau anggota keluarga terpercaya jika mencurigai suatu hal,” lanjut Eni.

Baca Juga: Selama 2023, Ada 949 Laporan Kasus Kekerasan Perempuan ke Kemen PPPA

2. Masuk kategori kekerasan berbasis gender online

Ilustrasi Sidang (IDN Times/Arief Rahmat)

Eni mengatakan, penipuan berkedok cinta ini dapat dikategorikan dalam Kejahatan Berbasis Gender Online (KBGO) karena biasanya pelaku menjalankan aksinya melalui media sosial atau aplikasi percakapan online.

Berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), pelaku KBGO bisa diancam masuk penjara paling lama 4 tahun dan dikenakan denda Rp200 juta.

Apabila kekerasan seksual berbasis elektronik dilakukan dengan maksud untuk memeras atau mengancam, memaksa atau menyesatkan dan/atau memperdaya seseorang supaya melakukan, membiarkan dilakukan atau tidak melakukan sesuatu, maka ada ancaman pidananya.

Pelaku bisa dipenjara paling lama 6 tahun dan atau denda paling banyak Rp300 juta.

3. Pelaku gunakan trik kepercayaan dengan libatkan perasaan

ilustrasi pasangan (IDN Times/Mardya Shakti)

Sementara, Direktur Eksekutif ICT Watch, Indriyatno Banyumurti, mengatakan, pelaku love scamming atau penipuan berkedok asmara memakai trik kepercayaan yang melibatkan perasaan.

Pelaku pura-pura bersikap romantis dan mencintai korban, mendapatkan kasih sayang mereka, dan menggunakan niat baik itu untuk menupu.

“Pelaku menjalankan aksinya dengan menggunakan foto good looking dengan profesi mentereng di media sosial atau aplikasi kencan, diawali dengan mengirim pesan di inbox atau e-mail sambil menyapa ramah bahkan membawa- bawa nama Tuhan," kata dia.

"Pura-pura menanyakan apa kegiatan kita untuk menyelidiki apakah korban memiliki uang, mencuri hati korban dengan rayuan, cepat mengatakan cinta dan mengajak ke jenjang yang lebih serius, seperti pernikahan, dan mencari alasan meminta uang karena kondisi darurat,” ucap Indriyatno.

Baca Juga: Kemen PPPA Sayangkan TPPO Gang Royal Berulang, Korban Dijadikan PSK

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya