TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

PPKM Dicabut, Epidemilog: Kemungkinan Hyper Endemik

Apa itu hyper endemik?

Ilustrasi pandemik COVID-19 (15/9/2020) (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi)

Jakarta, IDN Times - Ahli Epidemilogi Griffith University Australia, Dicky Budiman, memprediksi kasus COVID-19 di Indonesia kemungkinan bisa naik lagi, meski baru-baru ini pemerintah telah mencabut Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang selama ini sudah ditetapkan dalam upaya penanganan COVID-19 di Tanah Air.

"Bahwa kemungkinan COVID-19 akan naik lagi, ya ada, karena alih-alih sebagian dunia, sebagian negara pemimpin negara masyarakat berharap ini cepat endemik ya ternyata kecenderungannya sih, selain masih sebagian belum terkendali arahnya kok hyper endemi," kata Dicky melalui pesan suara kepada IDN Times, Jumat (6/1/2022).

Baca Juga: Begini Nasib Aplikasi PeduliLindungi Usai PPKM Dicabut

1. Faktor biogis virus yang akan tentukan seberapa cepat bermutasi

Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman. (dok. Pribad/Dicky Budiman)

Kondisi yang terjadi pada saat ini, kata Dicky, di dunia memang nampak seperti cenderung ke arah hyper endemik dan bisa berdampak pada Indonesia.

Terutama dalam mengendalikan wabah, tidak hanya bergantung pada keberhasilan penanganan seperti vaksin, 3T (testing, tracing, treatment), serta 5M (mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan dan mengurangi mobilitas).

"Ada faktor dari faktor biogis virus itu sendiri yang akan juga menentukan seberapa cepat dia bermutasi, seperti apa karakternya," kata Dicky.

2. XBB.1.5 berevolusi ke arah penyakit dengan bawa permasalahan jangka panjang

Seorang pasien COVID-19 meletakkan kedua tangan di kepalanya. (ANTARA FOTO/REUTERS/Baz Ratner)

Seperti saat ini, varian COVID-19 baru yaitu XBB.1.5 yang berevolusi ke arah penyakit dengan membawa permasalahan jangka panjang, penyakit sistemik, kerusakan organ dan infeksi kronik. Bukan hanya itu, juga dapat menurunkan imunitas.

"Jadi sekali lagi, tantangannya menjadi lebih kompleks. Jadi bukan hanya masalah, kalau dulu kematian, keparahan, sekarang ada kematian, keparahan tetapi sudah jauh menurun, tapi dengan pola hyper endemik saat ini setidaknya kecenderungannya akan terjadi kasus-kasus infeksi yang tinggi, tidak dibisa diprediksi tapi tinggi," kata Dicky.

Baca Juga: Wapres Minta Masyarakat Tetap Pakai Masker Meski PPKM Dicabut

3. Hyper endemik di mana kasus tetap ada namun tinggi

Petugas mengantar pasien ke ruang IGD (Instalasi Gawat Darurat) tambahan di RSUD Bekasi, Jawa Barat, Rabu (23/6/2021). ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah

Dicky menjelaskan hyper endemik adalah kondisi atau wabah COVID-19 yang terus ada di berbagai tempat, sama seperti endemik yang memang virus itu tetap ada di satu tempat, namun yang membedakan kasus atau infeksinya tinggi.

"Jumlah dari penyakit ini di komunitas meningkat di atas yang diprediksi, kalau endemik itu kan hanya ada tapi dia tidak banyak sebetulnya, masih dalam jumlah yang bisa ditoleransi, ini ledakkannya tinggi sekali dan ini yang saat ini dihadapi di dunia, termasuk di Indonesia," ujarnya.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya