PPKM Dicabut, Epidemilog: Kemungkinan Hyper Endemik
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Ahli Epidemilogi Griffith University Australia, Dicky Budiman, memprediksi kasus COVID-19 di Indonesia kemungkinan bisa naik lagi, meski baru-baru ini pemerintah telah mencabut Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang selama ini sudah ditetapkan dalam upaya penanganan COVID-19 di Tanah Air.
"Bahwa kemungkinan COVID-19 akan naik lagi, ya ada, karena alih-alih sebagian dunia, sebagian negara pemimpin negara masyarakat berharap ini cepat endemik ya ternyata kecenderungannya sih, selain masih sebagian belum terkendali arahnya kok hyper endemi," kata Dicky melalui pesan suara kepada IDN Times, Jumat (6/1/2022).
Baca Juga: Begini Nasib Aplikasi PeduliLindungi Usai PPKM Dicabut
1. Faktor biogis virus yang akan tentukan seberapa cepat bermutasi
Kondisi yang terjadi pada saat ini, kata Dicky, di dunia memang nampak seperti cenderung ke arah hyper endemik dan bisa berdampak pada Indonesia.
Terutama dalam mengendalikan wabah, tidak hanya bergantung pada keberhasilan penanganan seperti vaksin, 3T (testing, tracing, treatment), serta 5M (mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan dan mengurangi mobilitas).
"Ada faktor dari faktor biogis virus itu sendiri yang akan juga menentukan seberapa cepat dia bermutasi, seperti apa karakternya," kata Dicky.
2. XBB.1.5 berevolusi ke arah penyakit dengan bawa permasalahan jangka panjang
Seperti saat ini, varian COVID-19 baru yaitu XBB.1.5 yang berevolusi ke arah penyakit dengan membawa permasalahan jangka panjang, penyakit sistemik, kerusakan organ dan infeksi kronik. Bukan hanya itu, juga dapat menurunkan imunitas.
Editor’s picks
"Jadi sekali lagi, tantangannya menjadi lebih kompleks. Jadi bukan hanya masalah, kalau dulu kematian, keparahan, sekarang ada kematian, keparahan tetapi sudah jauh menurun, tapi dengan pola hyper endemik saat ini setidaknya kecenderungannya akan terjadi kasus-kasus infeksi yang tinggi, tidak dibisa diprediksi tapi tinggi," kata Dicky.
3. Hyper endemik di mana kasus tetap ada namun tinggi
Dicky menjelaskan hyper endemik adalah kondisi atau wabah COVID-19 yang terus ada di berbagai tempat, sama seperti endemik yang memang virus itu tetap ada di satu tempat, namun yang membedakan kasus atau infeksinya tinggi.
"Jumlah dari penyakit ini di komunitas meningkat di atas yang diprediksi, kalau endemik itu kan hanya ada tapi dia tidak banyak sebetulnya, masih dalam jumlah yang bisa ditoleransi, ini ledakkannya tinggi sekali dan ini yang saat ini dihadapi di dunia, termasuk di Indonesia," ujarnya.
Baca Juga: Wapres Minta Masyarakat Tetap Pakai Masker Meski PPKM Dicabut
4. Disiplin perilaku individu seperti pakai masker harus tetap dilakukan
Dalam menghadapi fenomena ini, Dicky menyarankan, kedisiplinan perilaku individu seperti menggunakan masker hingga mencuci tangan masih perlu dilakukan dan tak bisa dibawa ke ranah politis atau ekonomi semata.
"Jadi sampaikan saja, perlu pakai masker, jangan membuat bingung karena masyarakat kita ini, pendidikan masyarakat kita ini mayoritas SMP. Jadi kalau dikatakan gak pakai masker ya gak pakai masker, jadi jelaskan aja ini penting untuk pakai masker," ujar Dicky.
"Makanya selalu yang menjadi permasalahan pemerintah ini adalah strategi permasalahan komunikasi resiko, padahal sudah benar Pak Presiden di awal sudah bilang sudah bener bahwa masker tetapi dipakai ya itu yang dijadikan rujukan," imbuhnya.