TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Terdampak Pandemik, 20 Ribu Warteg di Jabodetabek Bakal Tutup

Omzet warteg turun hingga 90 persen

(Dok. Istimewa)

Jakarta, IDN Times - Ketua Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara), Mukroni, mengaku pandemik virus corona sangat memukul pengusaha warung tegal (warteg). Bahkan, ia menyebut ada 20 ribu warteg di kawasan Jabodetabek yang bakal tutup tahun ini.

Dia juga mengatakan, saat ini sudah banyak pengusaha warteg yang tutup. Mereka kembali ke daerah asal karena tak mampu lagi berjualan.

"Separuh dari jumlah warteg yang ada di Jabodetabek, separuh, 50 persen," kata Mujroni saat dihubungi IDN Times, Sabtu (23/1/2021).

Baca Juga: Gak Cuma Indonesia, Ternyata Korea Juga Punya Warteg Lho

1. Pendapatan turun hingga 90 persen

Penjual gorengan di Jalan Pemuda, Tanjung Redeb, Kabupaten Berau belum alami kelangkaan pasokan tahu dan tempe (IDN Times/Yuda Almerio)

Mukroni menjelaskan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) juga memberikan dampak signifikan. Bahkan, penghasilan pengusaha warteg turun drastis hingga 90 persen.

Penyebabnya adalah banyak pekerja tak lagi makan di warteg karena bekerja dari rumah. Padahal, para pekerja merupakan konsumen utama dari warteg di Jabodetabek.

"Ada PSBB dan WFH (work from home) jadi pelanggan-pelanggan yang tadinya ke warteg artinya masih di rumah, itu kan menurunkan omzet pendapatan, hampir 90 persen pendapatan (turun)," kata dia.

2. Tak bisa bayar biaya sewa tempat usaha

IDN Times/Daruwaskita

Berkurangnya pelanggan itu pun menyebabkan pendapatan pengusaha warteg berkurang. Akibatnya, Mukroni menyebut, ada banyak pengusaha warteg yang tak bisa membayar biaya sewa tempat usaha. 

"Sekarang ini kontrakannya banyak yang habis di tahun 2021, sementara modal investasi atau modal yang berat itu banyak yang di kontrakan atau disewa (tempat), apalagi di Jakarta yang lumayan besar (biaya) kontrakannya per tahun," ujarnya.

3. Layanan online tak berpengaruh signifikan

(Dok. Istimewa)

Sebagai upaya bertahan, sejumlah pengusaha warteg sudah menjajakan makanannya melalui aplikasi yang ada. Akan tetapi, hal tersebut juga tak sepenuhnya membantu mengembalikan penghasilan seperti sebelum pandemik COVID-19.

"Tidak terlalu signifikan ketimbang offline ketika masyarakat punya daya beli," ujar Mukroni.

Selain itu, ia menyebut para pengusaha warteg juga menemui masalah beragam saat berjulan online. Mulai dari sumber daya manusia (SDM) yang mengurus transaksi online yang kurang dan biaya kemitraan dengan aplikasi yang dinilai mahal.

Baca Juga: Cara Baru Berbagai Negara di Dunia Tangani Pandemik COVID-19  

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya