TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

[WANSUS] Menteri PPPA Bicara soal Budaya Patriarki hingga Stereotipe

Budaya patriatki yang mengakar jadi PR Indonesia

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati saat wawancara khusus dengan IDN Times (IDN Times/ Alya Dwi Achyarini)

Jakarta, IDN Times - Program pemerintah dalam pemberdayaan perempuan telah dilaksanakan sejak tahun 1978 yang pada kala itu disebut dengan Menteri Muda Urusan Peranan Wanita atau Menmud UPW. 

Menteri bidang perempuan yang pertama adalah Lasijah Soetanto. Hingga kini, kementerian perempuan terus berupaya meratakan kedudukan, hak, kewajiban, tanggung jawab, peranan dan kesempatan yang sama dengan laki-laki bagi perempuan, yang berperan dalam berbagai bidang kehidupan dan segenap kegiatan pembangunan.

Hari Kartini diperingati tanggal 21 April setiap tahunnya sebagai apresiasi bentuk perjuangan tokoh perempuan bernama Raden Ajeng Kartini.

Di tengah majunya zaman, perempuan juga perlu terus maju mengikuti gempuran persaingan. Kesetaraan gender masih jadi hal dianggap sebagai benteng penghalang kemajuan perempuan.

IDN Times berkesempatan mewawancarai Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Bintang Puspayoga, menelisik bagaimana kini perempuan masa kini terus berjuang dan bertahan di tengah perubahan. Serta menelisik kerja-kerja pemerintah di isu pemberdayaan perempuan.

Baca Juga: Menteri PPPA: Imbas Korupsi, Perempuan Makin Terhambat Hak Dasarnya

1. Boleh diceritakan bagaimana bu Menteri membidangi isu perempuan dan anak di Indonesia? Terkait kesulitan, hal-hal yang memang jadi perhatian dan penting dimengerti masyarakat seluruh Indonesia?

Saya kan sudah tiga tahun lebih ya menjalani amanah di Kementerian Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak ini, sudah banyak hal yang sudah dilalui, sudah banyak hal yang dirasakan. 

Nah kalau kita bicara isu perempuan dan anak ini ini adalah isu yang sangat kompleks dan multisektoral. Dalam sistem pemerintahan, kami di Kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak ini disebut sebagai Kementerian fasilitator dan koordinator, dengan tentunya dengan fungsi fasilitator dan koordinator mempunyai fungsi bagaimana kita memastikan perempuan dan anak itu dilayani dan dicakup dalam berbagai bidang pembangunan.

Dengan cakupan isu yang besar ini tidak mungkin semua urusan perempuan dan anak ini diurus oleh Kementerian Pemberdayaan perempuan yang memiliki fungsi terbatas. 

Nah demikian juga kalau kita melihat Undang-undang 23/2014 urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak adalah urusan wajib non pelayanan dasar. 

Artinya apa? Pemerintah daerah wajib dalam hal pemberdayaan perempuan dan perlindungan. Artinya, ketika kita bicara masalah isu-isu perempuan dan anak ini, sinergi kolaborasi, itu menjadi kekuatan kami di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. 

Semua harus hadir ya bukan hanya tugas daripada Kementerian ini dalam memberikan pendampingan kepada perempuan dan anak yang ada di seantero Nusantara ini. 

2. Kini banyak generasi muda perempuan sudah berani menunjukkan diri dan taringnya, bagaimana bu Menteri melihatnya?

Tentunya sangat bangga ya. Sangat bangga, kalau melihat generasi muda perempuan, pemberani ya tentu ini sebuah kemajuan bahwa sudah tumbuh dalam dirinya, rasa percaya diri, memahami bahwa dirinya berhak menyatakan sikap dan melawan jika diperlakuakn tidak adil.

Nah kami di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ini beberapa mungkin dari akhir 2020, demikian juga di momentum di 2002, satu international women's day dan hari Kartini kita jadikan momentum bagaimana kampanye masif yang kita lakukan “Dare to speak up” harus berani bicara baik berani bicara dalam memperjuangkan haknya bahwa tidak ada perbedaan Antara laki laki dan perempuan. Semua sama.

Negara sudah hadir untuk melindungi seluruh warganya tidak membedakan antara laki laki dan perempuan. Demikian juga kami harapkan para generasi perempuan muda ini bisa menjadi inspirasi. Harus berani bicara ketika terjadi, mengalami kekerasan.

Melihat apalagi mengalami harus berani bicara kalau tidak berani berbicara, kasus terulang akan terjadi. Kita tidak akan bisa memberikan keadilan kepada korban. Demikian juga kita tidak akan bisa memberikan efek jera kepada pelaku, makanya belakangan ini para perempuan-perempuan terutama generasi muda perempuan ini sudah berani berbicara. Saya cukup bangga, mudah-mudahan terus ini digelorakan generasi muda perempuan yang berani bicara ini harus menjadi inspirasi dan motivasi bagi generasi perempuan lainnya.

Terkait dengan ketika kita bicara isu kekerasan. Ini kan pemerintah sudah hadir, sekarang kita sudah punya undang undang yang komprehensif yang baru diundangkan 9 mei 2022 oleh bapak presiden. Artinya pendampingan kepada kelompok rentan, siapa itu kelompok rentan? Pasti identik dengan perempuan dan anak. 

Baca Juga: Angka Kematian Ibu di Indonesia, Banyak Dipengaruhi Norma Patriarki

3. Apa kesulitan perempuan yang masih ditemui dan dilihat saat ini?

Mengakarnya budaya patriarki. Nah inilah masih kurangnya kesadaran kritis tentang kesetaraan gender, ini terjadi pada masyarakat, bahkan pada beberapa tidak hanya kepada masyarakat saja. Beberapa pengambil kebijakan ini perlu pemahaman terkait dengan perspektif gender ini nah itu nah.

Pelabelan kepada perempuan sebagai masyarakat kelas dua. Nah ini juga akan menghambat perempuan untuk bisa menggapai cita citanya. Nah kalau saya melihat sebenarnya kesempatan dan peluang terbuka lebar-lebar, tapi budaya patriarki yang mengakar ini menjadi PR untuk kita semua, terutama bagi generasi perempuan ini generasi muda perempuan ini harus hadir untuk mengikis tembok tebal budaya patriarki ini.

4. Bagaimana kondisi perempuan dan anak di wilayah 3T? Apa program pemerintah untuk menyasar mereka?

Kalau kita melihat perempuan dan anak di wilayah 3T ya mereka harus berjuang lebih berat lagi, dibanding dengan daerah perkotaan. Karena apa? Karena tentunya mereka akan kesulitan dalam mengakses informasi, sarana prasarana yang terbatas. Sumber daya manusia yang mumpuni juga terbatas, demikian juga layanan mengalami hambatan dan di era digital ini mereka semakin tertinggal dan inilah yang menyumbang ketimpangan di Indonesia.

Nah tentunya kalau kita bicara program perlu adanya program afirmasi atau perlakuan khusus kepada mereka dengan pendekatan layanan. Kalau kami di Kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak ini, kita mengembang dan yang namanya desa ramah perempuan dan peduli anak. Jadinya dari desa ramah perempuan dan peduli anak ini, Sejauh mana perempuan didengar kemudian suara anak anak didengar, tidak hanya dalam program pelaksanaan, mulai dari perencanaan kita harapkan dari musrenbangdes, suara perempuan dan suara anak itu harus didengar.

Kenapa demikian? Karena mereka lah yang jauh lebih paham permasalahan yang dihadapi demikian juga solusi yang diharapkan. Mungkin pendekatan layanannya kepada mereka daerah 3T.

Baca Juga: Kemen PPPA: 2023 Baru 2 Bulan, 14 Anak Sudah Jadi Korban Penculikan

5. Apakah ada pesan kepada generasi perempuan muda Indonesia untuk terus berkarya dan setara?

Bagi teman teman milenial, khususnya generasi perempuan muda Indonesia saat ini. Ini kan adalah sosok yang akan melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan bangsa ke depan ya. Perjuangan itu ada di tangan mereka. Nah kami melihat penting bagi generasi perempuan muda mempunyai rasa percaya diri, kemudian memiliki kesadaran kritis, mandiri dalam kehidupan sehari hari. 

Nah, bagi generasi milenial, saya harapkan harus bangkit untuk terus berkarya dan setara, dan ini dan ini bukan mimpi ya. Kalau kalau saya melihat kita punya komitmen perempuan harus setara kemudian kesempatan bagi perempuan pasti tidak ada istilah tidak mungkin dan tidak bisa. Kenapa demikian? Karena konstitusi negara kita, undang-undang dasar 1945 sudah mengamanatkan memberikan hak yang sama, tidak membedakan laki dan perempuan. Demikian juga kita mempunyai hak yang sama di mata hukum. 

Nah sekarang pertanyaannya, maukah perempuan, anak anak milenial generasi muda perempuan mengisi setiap peluang dan kesempatan yang ada. Nah inilah tantangan bagi kita bahwa tidak ada istilah tidak mungkin tidak bisa bagi perempuan, asalkan ada kemauan dan kerja keras.

6. Apa pandangan ibu tentang anggapan, 'untuk apa sekolah tinggi kalau ujungnya dapur?' Bagaimana Kemen PPPA menangani hal ini?

Nah ini kan merupakan stereotipe yang sudah tertanam dan harus mulai kita kikis, karena sudah tidak relevan, sudah tidak relevan di eranya sekarang ini. Nah bagaimana kita menghilangkan norma-norma bahwa perempuan itu tugasnya di dapur, itu kodratnya perempuan. 

Nah perlu kita pahami bersama kalau yang namanya kodrat perempuan itu adalah menstruasi, mengandung, melahirkan dan menyusui, yang lainnya, kita laki perempuan sama katakanlah yang sering kita dengar di masyarakat, “Oh, pengasuhan anak itu urusan ibu", sebenarnya ketika kita ingin melahirkan anak-anak yang berkualitas, pendidikan ingin kita mencapai pengasuhan yang optimal, ini pendampingan ayah dan ibu akan menjadi penting.

Dalam keluarga ini kita harus menjadi partner. Tidak ada urusan memasak, mencuci harus dikerjakan perempuan dalam keluarga itu harus timbul siapa yang sempat dia mengerjakan dalam? 

Dalam kesempatan ini saya sampaikan perempuan berhak kok punya mimpi dan mewujudkan mimpi-mimpinya bukan berarti urusan perempuan hanya urusan kasur, dapur dan sumur begitu ya. Itu saya yakin itu sudah tidak relevan lagi dah di era sekarang. Nah, terutama ini harus anak-anak muda nih yang menjadi inspirasi gitu. Menggelorakan semangat setara laki laki dan. 

Baca Juga: Menteri PPPA Minta Ada Inovasi Pemberdayaan Napi Perempuan di Lapas 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya