Klarifikasi MK soal Presiden 2 Periode Bisa Jadi Cawapres
Ada empat poin klarifikasi MK
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Mahkamah Konstitusi (MK) menyampaikan klarifikasinya terhadap pemberitaan yang menyebutkan presiden dua periode bisa diusung kembali menjadi calon wakil presiden (cawapres). MK menyebut, pernyataan tersebut tidak resmi dikeluarkan oleh instansinya.
Pernyataan presiden dua periode bisa menjadi cawapres disampaikan oleh Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri, Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi RI, Fajar Laksono. Dia juga merangkap sebagai Juru Bicara MK.
Baca Juga: Mahkamah Konstitusi Nyatakan Anwar Usman Harus Mundur dari Kursi Ketua
Baca Juga: Anggaran Masih Mandek, Eks Ketua KPU: Jangan Buat KPU Mengemis!
1. Klarifikasi lengkap MK
Ada empat poin klarifikasi MK. Berikut klarifikasinya:
Berkenaan dengan pemberitaan di media massa mengenai isu Presiden yang telah menjabat dua periode mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden sebagaimana disampaikan Fajar Laksono, Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri, Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi RI, yang sekaligus menjalankan fungsi kejurubicaraan, perlu disampaikan hal-hal sebagai berikut.
1. Pernyataan mengenai isu dimaksud bukan merupakan pernyataan resmi dan tidak berkaitan dengan pelaksanaan kewenangan Mahkamah Konstitusi RI;
2. Pernyataan tersebut merupakan respon jawaban yang disampaikan dalam diskusi informal pada saat menjawab wartawan yang bertanya melalui chat WA, bukan dalam forum resmi, doorstop, apalagi dalam ruang atau pertemuan khusus yang sengaja dimaksudkan untuk itu;
3. Di samping menjabat sebagai Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri, serta menjalankan fungsi kejurubicaraan, Fajar Laksono merupakan pengajar/akademisi. Oleh karena itu, dalam beberapa kesempatan selama ini membuka ruang bagi wartawan yang ingin, baik bertemu secara langsung di ruang kerja, melalui chat WA, atau sambungan telepon, guna mendiskusikan isu-isu publik aktual, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kode etik. Umumnya, wartawan ingin mendapatkan tambahan informasi, pemahaman, atau perspektif berbeda guna memperkaya sudut pandang, tidak untuk keperluan pemberitaan;
4. Sehubungan dengan itu, pada saat menjawab chat WA dimaksud, tidak terlalu diperhatikan bahwa jawaban tersebut dimaksudkan untuk tujuan pemberitaan, sehingga jawaban disampaikan secara spontan, singkat, informal, dan bersifat normatif.
Demikian disampaikan untuk dapat diketahui dan dipahami sebagaimana mestinya oleh semua pihak.
Baca Juga: Demokrat Minta Jokowi Contoh SBY, Tolak Jadi Cawapres Usai 2 Periode