TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Punya Potensi Besar, LMKN Optimis Bisa Tingkatkan Pendapatan Royalti

Penegasan melalui PP Nomor 56/2021

Diskusi LMKN. (Dok. DJKI Kemenkumham)

Jakarta, IDN Times - Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menilai potensi perolehan royalti lagu dan/atau musik dalam negeri saat ini cukup besar. Meski begitu, LMKN memandang pengoleksian royalti ini bukan perkara mudah. 

Berbagai persoalan di lapangan masih terus terjadi, sehingga diperlukan visi baru dalam meningkatkan pendapatan royalti lagu dan/atau musik.

“Memperbaiki tata kelola royalti lagu dan/atau musik Indonesia harus merefleksikan kepentingan pencipta, pemegang hak cipta dan pemilik hak terkait,” dikutip dari keterangan resmi LMKN, Kamis (18/6/2021).  

Baca Juga: Melalui Layanan DJKI, Kemenkumham Berhasil Tingkatkan PNBP 

1. Punya potensi besar

Diskusi LMKN. (Dok. DJKI Kemenkumham)

Sesuai dengan amanah yang tertuang di Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, LMKN memiliki tugas utama untuk melakukan pengumpulan dan distribusi kepada  pencipta, pemegang hak cipta dan pemilik hak terkait. Sejak LMKN  menjalankan tugasnya, LMKN menilai pencapaian royalti lagu dan/atau musik dari 2016 hingga 2019 menunjukkan peningkatan signifikan. 

Dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, lembaga serupa telah berhasil mengumpulkan royalti hingga Rp350 miliar. Demikian juga dengan Jepang, dimana lembaga pengumpul royaltinya meraup pembayaran royalti hingga mencapai Rp2 triliun.

Memasuki tahun keenam, visi LMKN adalah meningkatkan pendapatan dan terdistribusinya royalti lagu dan/atau musik yang dikumpulkan untuk dibagikan kepada pemegang hak cipta  melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).

Diketahui, pada hari ini terdapat delapan LMK di Indonesia yang menaungi para anggotanya, di antaranya adalah KCI, RAI, WAMI, SELMI,  PAPPRI, ARDI, ARMINDO dan SMI. 

2. Besaran tarif terhitung paling rendah

Diskusi LMKN. (Dok. DJKI Kemenkumham)

Pendapatan royalti lagu dan/atau musik didasarkan pada tarif royalti yang telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor HKI.2-OT.03.01-02  Tahun 2016.

Besaran tarif royalti dalam keputusan ini ditetapkan secara proporsional dan didasarkan pada best practice yang telah berlaku di Indonesia. Perlu diketahui, tarif tersebut dapat dikatakan paling rendah jika dibandingkan dengan negara lain.

Seperti di India misalnya, pemerintah menetapkan tarif royalti atas penggunaan karya lagu dan/atau musik pada sebuah hotel dihitung per kamar dan per hari sebesar 2,25 rupee atau setara Rp.438, yang kemudian dikalikan 365 hari. 

Jika satu kamar hotel dengan harga sewa per malam 3000 rupee maka akan dikenakan beban royalti sebesar Rp.159.870 untuk setiap kamar per hari. Bila kamar hotel mencapai 25 kamar maka per tahun pengusaha hotel di India akan dikenakan beban royalti sebesar Rp.3.996.750.

Sementara di Indonesia, untuk tarif royalti lagu dan/atau musik bagi hotel dengan jumlah kamar 1 sampai dengan 50 kamar tarif royaltinya hanya Rp.2.000.000 per tahun. 

Baca Juga: Kekayaan Intelektual RI Terbesar Ketiga di Dunia, Saingi AS dan Korsel

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya