TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

10 Kasus COVID-19 Meninggal di Depok, Tanda Jika Pemkot Tak Sigap?

Keseriusan Pemkot tangani COVID-19 baru dimulai pekan ini

Wali Kota Depok, Mohammad Idris (IDN Times/Rohman Wibowo)

Depok, IDN Times - Jumlah orang yang terinfeksi COVID-19 di Kota Depok, Jawa Barat kian bertambah pesat dari hari ke hari. Selepas 2 temuan kasus perdana positif di Indonesia yang ditemukan di Depok awal bulan Maret lalu, jumlah mereka yang terpapar virus corona jenis SARS-CoV-2 itu kini jumlahnya mencapai 83 orang dan 10 di antaranya meninggal dunia per hari Jumat (10/4).

Jumlah itu setara dengan 20 persen dari total penyebaran kasus COVID-19 di wilayah Jawa Barat dan sekaligus jadi ketiga terbanyak di kawasan Jabodetabek, setelah Bekasi dan Jakarta tentunya.

Namun sayangnya, penyebaran yang begitu masif dengan waktu singkat tak dibarengi dengan aksi responsif Pemerintah Kota Depok. Beberapa kebijakan yang semestinya dilakukan sedari awal, justru baru ditempuh belakangan hari.

Baca Juga: Krisis VTM, 65 Warga Depok Positif Rapid Test COVID-19 Belum Uji Swab

1. Minimnya kapasitas rumah sakit

Tampak muka RSUD Depok (Dok. RSUD Depok)

Daya tampung rumah sakit yang ada di Kota Belimbing nyatanya jauh dari setengah jumlah pasien konfirmasi dan pasien dalam pengawasan (PDP) COVID-19.

Sebagaimana data per Jumat, mereka yang semestinya berada di ranjang rumah sakit untuk beroleh perawatan intensif, jumlahnya ratusan, yaitu PDP sebanyak 546 orang dan 73 orang (jumlah di luar yang sembuh dari 83 orang) yang terkonfirmasi positif.

Namun, jumlah tempat tidur di ruang isolasi yang tersedia hanya 145 unit. Jumlah itu pun tersebar di 24 rumah sakit Depok, baik swasta atau pun milik pemerintah.

"Dari 24 rumah sakit di Kota Depok, baik rumah sakit pemerintah mau pun rumah sakit swasta, tersedia tempat tidur dengan ruang isolasi berjumlah 145 tempat tidur, dan saat ini merawat pasien konfirmasi (Covid-19) dan PDP," kata Wali Kota Depok Mohammad Idris melalui keterangan tertulis, yang diterima IDN Times, Jumat (10/4).

Sementara itu, tiga rumah sakit yang resmi ditunjuk sebagai rumah sakit rujukan COVID-19, yaitu RS Bhayangkara/Brimob Polri Kelapa Dua, RSUD Kota Depok, dan Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) hanya mampu menyediakan 93 tempat tidur ruang isolasi.

“RSUI 25 tempat tidur, RSUD 16 tempat tidur, dan RS Brimob 52 tempat tidur," ucap Idris.

Lantas ke mana sisa pasien COVID-19 dirawat, khususnya para PDP? Untuk ini, mereka harus bertahan di rumahnya masing-masing.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Depok Alif Noeriyanto Rahman, mengungkapkan saat ini PDP dengan gejala sedang kebanyakan terkapar di rumahnya sendiri, setelah mendapat penolakan dari beberapa rumah sakit rujukan COVID-19 yang tersebar di Jakarta.

“Mereka ditolak di Wisma Atlet dan ditolak di mana-mana. Saya gak tahu jumlah pastinya berapa yang ditolak di Wisma Atlet, tapi ada yang di Wisma Atlet di tolak, di RSUD Pasar Minggu ditolak. Di RSPI Sulianti Saroso juga ditolak karena penuh,” ucapnya.

2. Tak punya laboratorium penguji swab

Dok. Humas Jabar

Masalah lain dalam penanganan COVID-19 di Depok adalah belum adanya laboratoriun khusus untuk menguji tes swab tenggorokan berbasis metode polymerase chain reaction (PCR).

Selama ini, Dinas Kesehatan setempat harus menanti hasil tes dari dari Kementerian Kesehatan yang datangnya tak bisa dipastikan, bahkan bisa lebih hampir sepekan, mengingat penuhnya antrean spesimen yang harus diuji dari penjuru negeri.

Sementara hasil tes COVID-19 belum kunjung dirilis Kementerian Kesehatan, di saat yang bersamaan 33 orang berstatus PDP telah meninggal dunia. Jumlah itu akumulasi dari total yang meninggal sejak 18 Maret lalu. Mereka tak mendapat perawatan selayaknya di rumah sakit karena belum dinyatakan positif.

Baca Juga: IDI Depok: Rapid Test dari Pemkot Hanya Buang-buang Waktu!

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya