BW: Niat Kapolri Tarik 57 Pegawai Delegitimasi Pimpinan KPK
Presiden Jokowi diminta turun tangan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto, mengatakan usulan Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo yang akan menampung 57 pegawai komisi antirasuah, perlu diapresiasi. Sebab, Listyo mencoba menawarkan jalan tengah untuk memecah kebuntuan atas sikap degil pimpinan KPK.
"(Sebanyak) 57 insan KPK yang tidak lulus TWK (Tes Wawasan Kebangsaan) malah dinilai dapat memperkuat institusi Polri. Penghargaan Kapolri pada 57 insan KPK seolah menjadi suatu oase yang genuine dan sekaligus mendelegitimasi kesombongan atas perbuatan pimpinan KPK," ujar Bambang melalui keterangan tertulis, Rabu (29/9/2021).
Pimpinan komisi antirasuah terbukti melanggar rekomendasi Ombudsman RI dan Komnas HAM. Sebab, pada dasarnya TWK dilakukan bukan untuk memecat pegawai KPK.
Pria yang akrab disapa BW itu kemudian mengusulkan Presiden Joko "Jokowi" Widodo segera mengambil sikap terkait pemecatan pada 57 pegawai KPK yang berlaku Rabu, 30 September 2021. Jokowi didorong berani tampil mengambil alih tanggung jawab dan memberi solusi final atas kisruh yang dibuat Ketua KPK Komjen (Pol) Firli Bahuri.
Apakah 57 pegawai KPK bakal menerima tawaran dari Kapolri untuk bekerja di institusi kepolisian?
Baca Juga: Disetujui Jokowi, Kapolri Tarik 56 Pegawai KPK Tak Lolos TWK Jadi ASN
1. Pegawai yang dipecat ingin dipulihkan dan kembali bekerja di KPK
Peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Charles Simabura, menegaskan yang diinginkan 57 pegawai KPK adalah statusnya dipulihkan sebagai ASN lembaga antirasuah, bukan malah dipekerjakan di Polri.
“Kami sangat jelas dan tuntutan kami mengembalikan teman-teman itu pada alih status mereka sebagai ASN di KPK, bukan di kepolisian. Kami meminta mereka dikembalikan ke KPK, bukan (bekerja) di kepolisian,” ujar Charles di Kompleks Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Rabu (29/9/2021).
Charles justru menilai aneh bila Presiden Jokowi tidak mau melakukan intervensi pada persoalan Novel Baswedan dan rekan-rekannya. Sebab menurutnya, persoalan ini bukanlah kasus hukum, melainkan status pegawai.
“Itu persoalan status kepegawaian, bukan konteks penegakan hukum. Kalau dalam konteks penegakan hukum kami sepakat tidak boleh diintervensi, tapi dalam konteks status kepegawaian, presiden adalah pimpinan tertinggi kepegawaian,” tutur dia.
Baca Juga: [Wansus] Jejak Penyidik KPK Yudi Purnomo, Dipecat karena TWK