TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Curhat Pimpinan: Negara Lain Contoh KPK, Kok di Sini Malah Dilemahkan?

Prancis bahkan ikut bentuk lembaga antikorupsi karena KPK

(Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif tengah bersiap mengikuti ujian psikotest di Pusdiklat) ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode M. Syarif mengaku tak habis pikir mengapa ada begitu banyak pihak yang ingin melemahkan komisi antirasuah. Bahkan, ingin organisasi itu lenyap dari Indonesia. 

Padahal, banyak negara di dunia yang menjadikan KPK role model. Mereka pun belajar dari lembaga yang tahun ini memasuki usia ke-17 itu. Salah satu contoh negara yang terinspirasi dari keberadaan KPK, kata Syarif, adalah Prancis. 

"Dulu Prancis itu tidak punya lembaga antikorupsi. Mereka membentuk lembaga antikorupsi setelah melihat KPK dan membaca Jakarta Principle," kata Syarif di gedung Merah Putih pada Selasa (10/9). 

Pernyataan Syarif itu terkait dengan kencangnya suara yang menginginkan agar UU nomor 30 tahun 2002 dan menjadi landasan KPK bekerja, segera direvisi. Mereka yang mendukung agar UU tersebut direvisi berlindung di balik aturan itu sudah lama berlaku, sehingga perlu diubah. Niatnya pun ingin memperkuat lembaga antirasuah. 

Namun, setelah dicek poin yang ingin direvisi dan terlihat dalam draf UU KPK, justru kewenangan komisi antirasuah akan dibonsai. Syarif mengaku heran mengapa di saat Indonesia berhasil menelurkan Jakarta Principle di era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, justru suara kencang untuk melumpuhkan KPK datang dari dalam negeri.

Lalu, apa komentar Syarif mengenai revisi UU KPK itu dijadikan alat tawar saat seleksi dilakukan di komisi III pada 11 dan 12 September? 

Baca Juga: Ogah Teken Kontrak Politik, Wakil Ketua KPK Bahagia Tak Lolos Seleksi

1. KPK pernah dijuluki lembaga antikorupsi dengan penerapan aturan terbaik tapi malah ingin dilemahkan

IDN Times/Santi Dewi

Mantan pengajar di Universitas Hasanuddin itu mengaku heran dengan sikap elit termasuk anggota parlemen di Indonesia. Sebab, ketika KPK menuai banyak pujian dari dunia internasional dan menjadi salah satu lembaga yang dipercayai oleh publik, tetapi tidak sedikit yang ingin memberangusnya. 

Selain Prancis, tutur Syarif, ada pula Australia yang turut belajar ke Indonesia. Dalam wawancara yang ia berikan kepada harian Negeri Kanguru, Sydney Morning Herald edisi dua pekan lalu, Australia justru bertanya bagaimana pengalaman dalam membentuk komisi antikorupsi yang ada di ibukota. 

"Bahkan, mereka menulis di dalam tulisannya 'Australia Humbled by the Indonesian Anticorruption Agency. Jadi, kita ini dilook up oleh Australia, tapi tiba-tiba mau diubah (UU nya)," tutur dia menjawab pertanyaan IDN Times pada Selasa malam. 

2. Wakil Ketua KPK mengaku bersyukur tidak lolos seleksi capim periode 2019-2023

IDN Times/Santi Dewi

Sementara, di satu sisi, Syarif mengaku bersyukur ia akhirnya tidak lolos dalam proses seleksi capim periode empat tahun mendatang. Syarif terlempar usai mengikuti proses profile assessment. Padahal, ketika ia mengikuti proses tersebut di tahun 2015 lalu, Syarif lolos dan terus melaju hingga ke Komisi III DPR. 

Lalu, mengapa ia merasa bersyukur karena tak lolos? Ia menjelaskan tak bisa dan tidak bersedia menandatangani kontrak politik di atas materai yang nantinya disodorkan oleh anggota komisi III ke para capim. 

"Untuk menjadi penegak hukum, tidak boleh diikat dengan kontrak politik, karena kita ini bukan mewakili konstituen politik tertentu. KPK itu adalah lembaga penegak hukum yang tugasnya adalah penegakan hukum, dan tidak boleh terikat pada komitmen hukum tertentu," kata Syarif. 

Namun, wacana itu segera terealisasi oleh anggota Komisi III DPR. Salah satu anggota Komisi III dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani mengatakan kontrak itu dibutuhkan agar para capim tak lagi membohongi parlemen. 

"Yang jelas, yang sudah jadi bahan pembicaraan sebagai kesepakatan adalah bahwa apa pun yang nanti disampaikan capim dan itu merupakan komitmen, maka itu akan dituangkan secara tertulis," kata anggota komisi III dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani di gedung DPR pada Senin (9/9). 

3. Pimpinan KPK khawatir upaya pelemahan justru dilakukan dari tubuh komisi antirasuah sendiri

(Ilustrasi terima suap) IDN Times/Sukma Shakti

Di bagian akhir, Syarif turut mengaku khawatir apabila salah satu indikator penilaian yang digunakan anggota Komisi III untuk memilih capim yakni dengan menanyakan komitmen mereka terhadap revisi UU KPK. Persepsi sudah mulai dibentuk bahwa capim yang dipilih nanti harus yang mendukung ide untuk merevisi UU nomor 30 tahun 2002. 

"Oleh karena itu masyarakat tidak boleh abai dan harus memperhatikan proses seleksi capim KPK," kata dia. 

Baca Juga: Partai Pendukung Pro RUU KPK, Beranikah Jokowi Ambil Sikap Berbeda?

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya