TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Deretan Keanehan di Sidang Peneror Novel Hingga Dianggap Sandiwara

Dua terdakwa hanya dituntut selama satu tahun bui

Penyidik senior KPK Novel Baswedan. (IDN Times/Margith Juita Damanik)

Jakarta, IDN Times - Sidang vonis bagi dua terdakwa penyiram air keras terhadap Novel Baswedan digelar Kamis (16/7/2020) di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Namun, sejak awal penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu sudah menilai banyak keanehan terhadap proses persidangan. Dugaan itu seolah terkonfirmasi ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada 11 Juni 2020 lalu menuntut dua terdakwa, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette hanya satu tahun bui. 

Melalui keterangan tertulisnya pada Kamis (16/7/2020), tim advokasi Novel mengecam keras proses persidangan yang berjalan dengan banyak keanehan itu. 

"Bahkan, proses persidangan ini dapat dikatakan sedang menuju ke arah peradilan sesat. Sejatinya, proses peradilan pidana adalah untuk mencari kebenaran materiil, tapi yang kini bergulir justru sebaliknya," ungkap salah satu anggota advokasi, Kurnia Ramadana. 

Mereka pun mencatat ada 11 keanehan yang terjadi selama proses persidangan yang sudah bergulir sejak pertengahan Maret lalu. Apa saja itu?

Baca Juga: Jaksa: 2 Pelaku Tidak Ada Niat Lukai Novel Hanya Ingin Beri Pelajaran

1. Saksi hingga barang bukti banyak yang tidak dihadirkan di persidangan oleh jaksa

(Sidang virtual penyerang Novel Baswedan di PN Jakarta Utara) ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Menurut Kurnia, ada beberapa saksi penting yang menyaksikan wajah orang-orang yang mencurigakan mengintai kediaman Novel di area Jakarta Utara, justru tidak dihadirkan. Dalam catatan tim advokasi setidaknya ada tiga saksi berinisial Y, K, dan M yang absen dihadirkan oleh JPU. 

Ada pula barang bukti yang ditemukan di tempat kejadian perkara malah tidak ditunjukkan dalam proses persidangan. Dua barang bukti yakni sidik jari di gelas untuk menyiram air keras dan botol, malah hilang. Dalam program khusus "Ngobrol Seru" by IDN Times, Novel juga menyebut baju gamis yang ia kenakan pada 11 April 2017 lalu bolong akibat digunting. Bagian baju yang digunting diduga terdapat sisa cairan air keras. 

2. Jaksa terkesan menyudutkan Novel dan seolah-olah bertindak kuasa hukum bagi terdakwa

JPU dalam kasus Novel Baswedan, Fedrik Adhar Syaripuddin (Instagram.com/@fedrik_adhar)

Hal lain yang disorot oleh tim advokasi Novel yaitu jaksa yang seharusnya mewakili kepentingan saksi korban malah terlihat seolah memihak pada pelaku kejahatan. Kesimpulan itu, kata Kurnia, diambil saat Novel dimintai keterangannya di persidangan.

"Pertanyaan yang diutarakan oleh jaksa terkesan menyudutkan Novel. Tuntutan jaksa juga mengikis rasa keadilan korban itu sendiri," kata Kurnia. 

Selain itu, sikap JPU menuntut ringan kedua pelaku merupakan sikap Kejaksaan sebagai lembaga. Sehingga, tim advokasi tak semata-mata menunjuk kepada tim JPU yang mengawal proses persidangan terhadap dua pelaku. 

"Kami memandangnya lebih kepada sikap pembelaan terhadap terdakwa adalah perintah kelembagaan," tutur dia lagi. 

3. Pembelaan hukum dari Mabes Polri bagi dua terdakwa rawan konflik kepentingan

(Dua terdakwa kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan) ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Hal lain yang cukup mencolok dari persidangan ini yaitu dua terdakwa yang merupakan personel Polri aktif dibela oleh tim kuasa hukum yang terdiri dari sembilan anggota polisi aktif. Tim kuasa hukum itu dipimpin langsung oleh jenderal polisi bintang dua yakni Irjen (Pol) Rudy Heriyanto Adi Nugroho. 

Dalam catatan tim advokasi, Rudy sebelumnya merupakan pihak yang juga menyelidiki kasus ini dan tidak berhasil mengungkap kasusnya. 

"Publik bisa dengan mudah menerka sikap Polri tidak mungkin akan objektif dalam menangani perkara ini," tutur Kurnia. 

Tim advokasi juga mempertanyakan apakah etis polisi jenderal bintang dua memberikan pendampingan hukum bagi dua terdakwa. Sebab, di dalam persidangan, kedua terdakwa mengaku menyiram air keras ke wajah Novel atas inisiatif pribadi dan bukan tengah bertugas. 

"Menurut peraturan pendampingan hukum langsung dari Polri baru sah bila yang jadi tersangka melakukan perbuatan itu dalam rangka bertugas," katanya lagi.  

4. Dua terdakwa mengaku menyerahkan diri dan bukan ditangkap oleh anggota Polri

Kedua pelaku penyiraman air keras pada Novel Baswedan (Kanan RM, Kiri RB) ( IDN Times/Lia Hutasoit)

Di dalam fakta persidangan, terungkap bahwa kedua terdakwa mengaku tidak pernah ditangkap. Mereka mengaku menyerahkan diri. Hal itu terungkap dari duplik yang dibacakan oleh kuasa hukum. 

Tim advokasi menilai fakta itu berbeda dengan pernyataan yang pernah disampaikan oleh Kadiv Humas Mabes Polri Irjen (Pol) Argo Yuwono. Argo pada 2019 menyebut Rahmat dan Ronny ditangkap oleh tim kepolisian. 

Oleh sebab itu, tak heran bila Novel meyakini kedua terdakwa bukan pelaku yang sebenarnya. Hal itu diperkuat dengan keterangan saksi yang meragukan bahwa kedua terdakwa adalah orang yang ia lihat sesaat sebelum penyiraman air keras. 

Baca Juga: [EKSKLUSIF] Novel Baswedan: Presiden Seolah 'Cuci Tangan' Kasus Saya

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya