TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Dikritik Sering Gelar OTT Bak Parade, KPK: Hitung Dulu Baru Bicara 

KPK menilai lebih banyak membangun kasus ketimbang OTT

(Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif tengah bersiap mengikuti ujian psikotest di Pusdiklat) ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan masih membutuhkan operasi tangkap tangan (OTT) sebagai salah satu metode untuk memberantas rasuah. Sebab, apabila institusi antirasuah tahu ada praktik korupsi tapi malah mendiamkan, maka sama saja mereka membiarkan tindak kejahatan tersebut terjadi. 

"Makanya, itu tidak boleh dan kami berpikir OTT masih dibutuhkan," kata Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif ketika memberikan keterangan pers pada Selasa malam (3/9) di gedung KPK.

Syarif mengomentari pernyataan salah satu capim KPK dari institusi kejaksaan, Sigit Danang Joyo. Menurut Sigit saat menjalani sesi uji publik, institusi antirasuah di bawah kepemimpinan jilid IV ini malah sering menggelar OTT. Saking seringnya, OTT sudah bak parade. Sementara, di sisi lain, orang justru tidak jera berbuat korupsi. 

Lalu, apa komentar KPK soal salah satu senjata andalan mereka yakni OTT justru dinilai tak ampuh membuat orang jera berbuat rasuah?

Baca Juga: Tutup Tahun 2018, KPK Pecahkan Rekor OTT Terbanyak Dalam Sejarah

1. Bagi kepemimpinan jilid IV porsi pencegahan dan penindakan harus berimbang

(Lima pimipinan KPK yang mengenakan pakaian daerah di HUT ke-74 RI) Istimewa

Syarif menjelaskan bagi pimpinan jilid ke-IV periode 2015-2019, upaya untuk memberantas korupsi terletak pada porsi penindakan dan pencegahan yang berimbang. Resep itu mereka contek dari komisi antirasuah di Hong Kong yakni Independent Commission Against Corruption (ICAC). Ketika mendirikan KPK, Pemerintah Indonesia banyak belajar dari ICAC tersebut. 

"Menurut ICAC yang juga dijadikan guru oleh KPK, pencegahan yang efektif itu adalah penindakan yang dilakukan secara konsisten, karena tujuan hukum adalah supaya ada penjeraan," kata Syarif semalam.

Namun, mereka menggaris bawahi bukan berarti institusi antirasuah hanya fokus di bidang penindakan. Mereka juga fokus dan berkeliling Indonesia untuk melakukan pencegahan. 

2. Jumlah kasus yang dibangun dari OTT lebih sedikit dibandingkan pengembangan

ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

Nada bicara Syarif pun terdengar meninggi ketika mendengar komentar OTT yang dilakukan oleh KPK bak parade karena terlalu sering melakukannya. Kritik itu kemudian ia gunakan untuk mengecek data yang ada di institusi antirasuah. Berdasarkan penghitungan ia dan Wakil Ketua KPK lainnya yakni Basaria Panjaitan ketika dilakukan ekspos gelar perkara jumlah kasus yang disidik oleh KPK dari OTT justru sangat sedikit. 

"Angkanya kurang dari 10 persen. Makanya, kadang saya suka pusing. Orang-orang itu dapat informasi dari mana sehingga bisa berpendapat demikian? Tolong lah, sebelum para pejabat, anggota parlemen, tokoh publik berbicara, dihitung dong berapa jumlah kasus yang kami kerjakan dari OTT dengan pengembangan sendiri," kata Syarif memberikan penjelasan secara tegas. 

Baginya, persepsi yang dibangun semacam itu justru keliru dan tidak tepat. Pada tahun 2018, tim institusi antirasuah memang mencetak rekor dengan melakukan 30 OTT. Angka itu menjadi angka OTT terbanyak yang pernah dilakukan oleh KPK selama 17 tahun berdiri. Namun, pada 2019, mereka baru menggelar 15 OTT saja. 

Baca Juga: Cerita Waseso Mengenai Putrinya Ditangkap dalam OTT KPK di Yogyakarta

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya