Tutup Tahun 2018, KPK Pecahkan Rekor OTT Terbanyak Dalam Sejarah

Ada 29 OTT di tahun 2018

Jakarta, IDN Times - Menutup tahun 2018, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menorehkan rekor baru dengan melakukan 30 Operasi Tangkap Tangan (OTT). Angka itu sudah termasuk OTT di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang digelar pada Jumat malam (28/12). Operasi senyap itu mengenai para pelaku korupsi dari berbagai sektor, mulai dari penegak hukum, anggota DPR, swasta hingga ke kepala daerah.

Namun, berdasarkan data lembaga antirasuah mayoritas masih didominasi oleh kepala daerah. Hingga Desember ini, sudah ada 21 kepala daerah yang ditangkap oleh penyidik KPK. Sementara, total individu yang ditetapkan sebagai tersangka dari OTT mencapai 108 orang. Angka itu sesungguhnya bisa bertambah, karena pada Selasa malam, lembaga antirasuah kembali melakukan operasi senyap di kantor Kementerian Pemuda dan Olahraga. 

"Jumlah kasus tangkap tangan di tahun 2018 ini melampaui tahun sebelumnya dan merupakan terbanyak sepanjang sejarah berdirinya KPK," ujar Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang pada Rabu (19/12) usai memberikan keterangan pers mengenai hasil kinerja KPK. 

Ia menjelaskan perkara yang paling banyak ditangani adalah penyuapan sebanyak 152 perkara, disusul pengadaan barang atau jasa sebanyak 17 perkara dan pencucian uang sebanyak 6 perkara. 

Lalu, apakah ini menandakan paradigma KPK yang semula mengedepankan upaya pencegah kini bergeser ke upaya penindakan?

 

1. 91 perkara diduga melibatkan anggota DPR/DPRD

Tutup Tahun 2018, KPK Pecahkan Rekor OTT Terbanyak Dalam Sejarah(Jumlah OTT dari tahun ke tahun) IDN Times/Sukma Shakti

Data yang dipampang oleh KPK menunjukkan anggota DPR/DPRD merupakan individu yang paling banyak melakukan perbuatan korupsi. Ada 91 perkara yang diduga melibatkan anggota DPR/DPRD. Sementara, 50 perkara diduga melibatkan pihak swasta, 28 perkara yang melibatkan bupati/wali kota/wakilnya. Sedangkan, 20 perkara melibatkan pejabat di Kementerian atau lembaga eselon I-IV. 

Menurut Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, dari operasi senyap tersebut memang semula tidak berhasil mendapatkan barang bukti yang besar. 

"Namun, saat dilakukan pengembangan tidak sedikit para pihak kemudian dapat dimintai pertanggung jawaban. Dari OTT itu pula, tidak jarang menjadi pintu masuk untuk menjerat dugaan tindak pidana penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang," ujar pria yang sempat menjadi staf ahli di Badan Intelijen Negara (BIN) itu. 

Baca Juga: Deretan Kepala Daerah yang Terjaring OTT KPK Sepanjang 2018

2. Wakil Ketua KPK menilai porsi penindakan perlu lebih banyak

Tutup Tahun 2018, KPK Pecahkan Rekor OTT Terbanyak Dalam SejarahANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Menurut Wakil Ketua KPK lainnya, Laode M. Syarif, banyaknya operasi senyap yang digelar oleh lembaga antirasuah pada tahun 2018 bukan menandakan mereka telah berubah pikiran dari mengutamakan pencegahan ke penindakan. Menurut Syarif, porsi upaya penindakan justru harus ditingkatkan. 

"Karena harus diakui penindakan yang konsisten itulah yang bisa menimbulkan efek jera. Sementara, pada saat yang sama KPK tetap berusaha melakukan pendampingan dan memperbaiki yang kurang," kata Syarif. 

Ia pun menegaskan dari operasi tangkap tangan, penyidik tetap menindak lanjuti kasus tersebut. Jadi, para tersangka tidak hanya berhenti di individu yang ditangkap saat perbuatan terjadi. 

Kalau pun tidak ada tindak lanjutnya, maka hal tersebut semata-mata diakibatkan susahnya mencari bukti baru. 

"Karena kalau suap itu agak susah mencari buktinya. Khususnya suap uang tunai, sementara kalau uang suapnya ditransfer, kita bisa meminta bantuan ke PPATK," kata pria yang menjadi dosen di Universitas Hassanudin itu. 

3. Dari upaya penindakan, KPK berhasil mengembalikan uang Rp500 miliar

Tutup Tahun 2018, KPK Pecahkan Rekor OTT Terbanyak Dalam Sejarahunsplash.com/Sharon McCutcheon

Sementara, dari upaya penindakan itu, KPK telah berhasil mengembalikan uang senilai Rp500 miliar. Uang tersebut berhasil disumbangkan oleh lembaga antirasuah ke negara dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB). Sebanyak Rp44,6 miliar di antaranya dihasilkan dari hasil lelang barang sitaan dan rampasan perkara. 

4. KPK tidak hanya menyasar individu tetapi juga korporasi

Tutup Tahun 2018, KPK Pecahkan Rekor OTT Terbanyak Dalam SejarahGedung KPK. (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Selain menyasar individu sebagai pelaku tindak korupsi, lembaga antirasuah pada tahun ini mulai membidik korporasi sebagai tersangka. Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, menjelaskan pada tahun ini, institusi tempatnya bekerja telah menyatakan perusahaan bernama PT Duta Graha Indah (yang kemudian berubah nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjineering) menjadi korporasi pertama yang diseret ke muka persidangan. Bahkan, pada 31 Januari 2019 perusahaan itu akan dituntut di hadapan hukum. 

"Isi salah satu tuntutan KPK yakni pencabutan hak korporasi agar mereka tidak bisa mengikuti lelang selama waktu tertentu. Dengan begitu diharapkan korporasi bisa bersikap lebih serius menghindari dan mencegah korupsi," kata Saut. 

Selain PT NKE, KPK juga tengah menyidik tiga perusahaan lainnya yakni PT Nindya Karya, PT Tuah Sejati dan PT Putra Ramadhan (PT Trada) baik atas dugaan tindak pidana korupsi atau tindak pidana pencucian uang. Dengan begitu, lembaga antirasuah berpeluang untuk mengembalikan kerugian negara dalam jumlah yang lebih besar lagi. 

Baca Juga: Bersiap, Mulai Tahun Depan Pendidikan Antikorupsi Wajib di Sekolah

Topik:

Berita Terkini Lainnya