Hasil Survei LSI: Mayoritas Warga Ogah Keluar Uang untuk Vaksinasi
Pemerintah sempat ingin jual vaksin dengan harga Rp879 ribu
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Mayoritas warga ternyata ogah mengeluarkan dana untuk divaksinasi. Itu merupakan salah satu temuan penting hasil survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan dipaparkan pada Minggu, 19 Juli 2021 lalu.
Dalam temuan LSI, sebanyak 76 persen warga enggan membayar agar bisa divaksinasi. Sedangkan, 25,3 persen bersedia merogoh kocek untuk bisa disuntik vaksin.
"Jadi, wajar bila isu vaksin berbayar kemarin sangat ramai. Untunglah untuk sementara waktu kebijakan tersebut sudah dibatalkan oleh pemerintah," ujar Direkur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan ketika memberikan paparannya secara virtual.
Sebelumnya, pemerintah diam-diam merilis kebijakan baru bernama program vaksin gotong royong individu. Hal itu tertuang di dalam Peraturan Menteri Kesehatan nomor 19 tahun 2021 yang diteken pada 5 Juli 2021. Di dalam Permenkes yang baru, pemerintah membebankan biaya vaksin dan tenaga kesehatan yang melakukan penyuntikan kepada masing-masing individu.
Warga bisa mengakses vaksin COVID-19 dengan merek Sinopharm sebanyak dua dosis dengan harga Rp879 ribu. Mereka bisa mendapatkan pelayanan vaksin berbayar tersebut di Kimia Farma yang ada di enam kota di Indonesia.
Kini, koalisi masyarakat sipil mendesak agar Kemenkes segera mencabut Permenkes itu dan dibuatkan aturan yang baru. Lalu, kapan Permenkes mengenai vaksin berbayar akan dicabut?
Baca Juga: Jokowi Cabut Aturan Vaksinasi Berbayar, Begini Respons Erick Thohir
Baca Juga: Vaksin COVID Berbayar Batal, Menkes Diminta Segera Cabut PMK Nomor 19
1. Warga yang menolak vaksin berbayar datang dari kalangan menengah ke bawah
Menurut data yang diperoleh tim LSI, mayoritas warga yang menolak untuk mengeluarkan biaya bagi vaksinasi berasal dari menengah ke bawah dan tinggal di wilayah pedesaan. Sedangkan, 23,3 persen responden yang setuju mengeluarkan biaya untuk vaksinasi berasal dari kalangan pendidikan tinggi dan tinggal di wilayah kota. Mereka rata-rata merupakan orang dari kalangan menengah ke atas.
Temuan lainnya yang menarik yakni hampir 70 persen warga merasa vaksin aman untuk dikonsumsi. Sementara, 25,6 persen warga saja yang menilai vaksin tidak aman.
"Jadi, tinggal sedikit lagi tugas pemerintah untuk mengampanyekan bahwa vaksin tersebut aman," ujar Djayadi.
Ia juga menjelaskan dari segi demografi yang menilai vaksin COVID-19 tidak aman berasal dari kalangan menengah ke bawah. "Sedangkan, warga yang memiliki pendidikan tinggi, umumnya yakin bahwa vaksin itu aman," kata dia lagi.
Editor’s picks
Baca Juga: Epidemiolog Usul Kimia Farma Hibahkan Vaksin Sinopharm ke Pemerintah