ICW Soroti Dirjen di Kemenkes yang Rangkap Jabatan Komut Kimia Farma
Rangkap jabatan itu diduga langgar UU nomor 25 tahun 2009
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Organisasi Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti rangkap jabatan yang dilakukan oleh Dirjen Pelayanan Kesehatan di Kementerian Kesehatan, Abdul Kadir. Sebab, ia diketahui juga merupakan Komisaris Utama di BUMN, PT Kimia Farma.
Peneliti ICW, Wana Alamsyah mengatakan apa yang dilakukan oleh Abdul jelas berpotensi mengandung konflik kepentingan.
"Bagaimana mungkin seseorang yang membuat regulasi tentang tarif pemeriksaan juga menduduki posisi Komut di BUMN Kimia Farma, di mana Kimia Farma bertindak sebagai pihak penyedia jasa pemeriksaan tes PCR," ujar Wana ketika berbicara di diskusi virtual dengan tajuk "Polemik Kemahalan Tarif Pemeriksaan PCR di Indonesia" yang digelar pada Jumat (20/8/2021).
Pengangkatan Abdul sebagai komut di Kimia Farma terlihat dari keterangan tertulis yang menyebut ia diangkat mulai 28 April 2021. Abdul disebut akan menjabat sebagai komut hingga Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahun 2025 mendatang.
ICW pun turut melampirkan potongan surat keputusan yang memangkas tarif swab PCR yang ditanda tangani oleh Abdul sebagai Dirjen Yankes di Kemenkes. Wana pun menduga alasan tes swab PCR lama tidak dievaluasi dan tarif tak diturunkan secepatnya karena Abdul juga bertindak sebagai komut di BUMN yang juga menyediakan jasa pemeriksaan swab PCR.
"Kemungkinan ada keengganan untuk melakukan evaluasi (terhadap harga tarif swab PCR)," kata dia.
ICW mencatat tarif pemeriksaan swab PCR akhirnya diturunkan melalui surat edaran nomor HK.02.02/I/2845/2021yang diteken 16 Agustus 2021 lalu. Di dalam surat tersebut, tarif tes swab PCR yang semula paling mahal ditetapkan Rp900 ribu wajib diturunkan menjadi Rp495 ribu di area Jawa dan Bali. Sementara, di luar dua pulau itu, maka tarif tertinggi harus berada di angka Rp525 ribu.
Wana menduga butuh waktu lama untuk menurunkan tarif tes swab karena jumlah perputaran uang yang fantastis. Penghitungan ICW, angkanya mencapai Rp23,2 triliun.
Apakah rangkap jabatan yang dilakukan oleh Abdul Kadir melanggar aturan?
Baca Juga: Epidemiolog Usul Kimia Farma Hibahkan Vaksin Sinopharm ke Pemerintah
1. Abdul Kadir diduga langgar dua undang-undang karena rangkap jabatan
Dalam catatan ICW, setidaknya ada dua undang-undang yang berpotensi dilanggar oleh Abdul Kadir. Pertama, UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik dan kedua, UU nomor 19 tahun 2003 mengenai BUMN.
Wana mengatakan di UU nomor 25 tahun 2009, yang diduga dilanggar adalah pasal 17 dan pasal 1 ayat (5). "Di dalam pasal 17 disebutkan pelaksana dilarang merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah," kata dia.
Yang dimaksud pelaksana pelayanan publik yakni pejabat, pegawai, petugas, dan setiap orang yang bekerja di dalam organisasi penyelenggara yang bertugas melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik. "Artinya, Dirjen Yankes adalah pelaksana untuk pelayanan publik. Ketika Pak Abdul Kadir juga menjabat sebagai komisaris BUMN tentu bertentangan dengan UU Pelayanan Publik," tutur dia lagi.
Sedangkan, di dalam UU BUMN yang dilanggar adalah pasal 33 tertulis bahwa anggota komisaris dilarang merangkap jabatan sebagai anggota direksi BUMN, BUMD, badan usaha milik swasta dan jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan.
Wana pun menyayangkan rangkap jabatan dan sikap konflik kepentingan yang terus dibiarkan di bawah pemerintahan Joko "Jokowi" Widodo. Padahal, dampaknya sangat serius.
"Sayangnya, konflik kepentingan dinilai bukan sesuatu yang butuh ditangani segera karena dianggap serius," katanya lagi.
Editor’s picks
Baca Juga: Kemenkes Buka Suara Alasan Tes PCR di Indonesia Mahal