Ini Motif Fenomena Anggota Keluarga Lakukan Aksi Terorisme
Aksi teror anggota keluarga di Indonesia dimulai sejak 2018
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pengamat isu terorisme, Al Chaidar sudah memperkirakan pelaku bom bunuh diri di depan pintu gerbang Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, pada Minggu, 28 Maret 2021 merupakan bagian dari kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Bahkan, ia juga sudah menyebut pelaku yang berinisial L (laki-laki) dan YSF (perempuan) adalah suami istri. Berdasarkan keterangan Mabes Polri L dan YSF baru menikah enam bulan lalu.
Kini, menurut Chaidar, muncul fenomena bernama familial suicide terrorism atau terorisme bunuh diri keluarga.
"Fenomena semacam ini sudah terjadi dalam aksi teror di Surabaya, Sibolga dan Jolo (Filipina selatan)," ujar Chaidar ketika dihubungi IDN Times melalui telepon, Minggu, 28 Maret 2021.
"Jadi, mereka mengajak keluarga inti terdekat untuk melakukan amaliyah," sambung dia.
Menurut Chaidar ada fatwa yang diyakini dari Ustaz Khalid Ghozali bahwa mati bersama-sama di dalam keluarga adalah kematian terbaik, untuk bisa masuk surga.
"Bagi mereka (pelaku teror), itu adalah kematian yang sempurna," katanya.
Bila merujuk teror bom di Surabaya, pelaku turut mengajak istri dan anaknya. Sedangkan, pemboman gereja di Jolo dilakukan pasangan suami istri warga negara Indonesia.
Apakah bisa anggota keluarga menolak ikut serta dalam aksi teror?
Baca Juga: Pelaku Teror Bom di Surabaya Diduga Satu Keluarga, Ini Identifikasinya
1. Anak tidak bisa menolak ketika diminta ikut aksi teror
Menurut Chaidar, dalam keluarga pelaku teror, anak dianggap tidak punya hak menolak bila ikut diajak amaliyah. Hal itu dibenarkan fatwa-fatwa dari ulama kekerasan yang ada di jaringan mereka.
Bahkan, pendiri JAD Aman Abdurrahman, kata Chaidar, tidak setuju dengan metode amaliyah seperti itu.
"Tetapi, Aman Abdurrahman kemudian disingkirkan dari jaringan JAD," ujar pria yang menjadi pengajar di Universitas Malikussaleh, Aceh itu.
Editor’s picks
Menurut dia, teror semacam ini akan berkembang sudah diperkirakan Dedi Tabrani dari Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian. Ia membuat studi mengenai aksi teror yang dilakukan anggota keluarga yang terjadi di Surabaya.
Studi itu diberi judul Familial Terrorism: An Analysis on Familial Suicide Bombings in Surabaya 2018.